Hening dan sangat sunyi, tak ada obrolan apapun di sepanjang perjalanan. Badai sendiri dilanda terjangan muson di jiwanya sementara Jingga sudah berada dalam level kepasrahannya.
Tiga jam perjalanan menuju rumah ditempuh sangat lama, seolah waktu enggan berputar dengan cepat. Badai sesekali melirik Jingga yang duudk disebelahnya dengan melemparkan pandangan ke luar jendela.
"Jingga, bisakah kita membicarakannya?" tanya Badai sangat lembut sambil menggenggam tangan isterinya itu.
Jingga tak menolak namun juga tak mengiyakan, wanita itu hanya diam.
"Tammi, dia adalah...." ucap Badai tak mampu menyelesaikan kalimatnya.
"Berhenti mengatakannya mas, aku tak perlu mengetahuinya. Anggap saja aku maish tak mengetahui apapun supaya kau tenang dan bisa tetap nyaman menyelimutinya." ucap Jingga tanpa menatap suaminya sedikitpun.
'gepp'
Badai semakin mengeratkan genggamannya, pria ini tak menyangka jika saat isterinya mengetahui perselingk
Hufhht! Nyesek dech jadi Jingga. Hikz.
"Sayang! Kau salah faham!" ucap Badai sambil terus berlari mengejar isterinya yang kini telah berada di tengah tengah lantai dasar. Kejar kejaran keduanya itu membuat banyak sekali mata menatapnya dengan rasa sangat penasaran. 'gepp' Badai menangkap tubuh Jingga. "Sayang! Itu tak seperti yang kau lihat!" ucap Badai sambil memeluk Jingga dari belakang. Keriuhan terdengar diseluruh gedung, pemandangan tak biasa yang kini mereka lihat membuat semua tercengang. Jam istirahat seperti ini, nyaris semua karyawan hilir mudik kesana kemari menggunakan waktu jeda kerjanya. Namun Badai dan Jingga yang tengah berkecamuk di jiwanya tak mempedulikan semua pandangan itu. "Hikkz!" Jingga terisak dalam tangisnya yang masih tertahan sementara buliran bening terus menderas mengalir di wajahnya yang jelita. 'Gepp' Badai membalikkan tubuh Jingga dan menenggelamkannya dalam dekapan. Membiarkan semua tangisan isterinya membasahi dadanya yang
"Braak!" Suara pintu terbuka dengan paksa mmebuat Badai tersentak dari kursinya. "Badai! Kau tak bisa menghindariku seperti ini!" ucap Tammi sambil membelalakkan matanya menatap Badai yang tak kalah terkejutnya melihat kehadiran wanita itu di ruangan kerjanya. "Kau, beraninya menampakkan lagi batang hidungmu disini!" ucap Badai sarkas. "Jadi Mayang benar, kau sudah sangat mencintai wanita sialan itu! Hebat! Kau menyelamatkan perrnikahan seseorang setelah kau sendiri meninggalkan pernikahanmu!" tukas Tammi sangat geram. "Tammi! Urusan kita sudah selesai saat itu, jadi berhentilah mengganggu hidupku!" ucap Badai tanpa menatap Tammi berusaha terus mengabaikan wanita itu. 'plakk' Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Badai, membuat nafasnya langsung memburu dilalap amarah. "Kau tak seharusnya melakukan ini padaku Tammi!" ucap Badai dengan kilatan dingin di matanya menatap Tammi. "Tentu! Atau haruskah kukatak
Siang ini, Jingga sudah tiba di depan gedung Hankaara Grup tempat Badai bekerja. Jingga yang datang menggunakan ojek online itu membuat sekuriti yang bertugas tidak menyadari kedatangannya. Bukan tanpa alasan Jingga menggunakan jasa ojek online ini, namun karena mobilnya mogok di tengah jalan dan sekarang supirnya tengah berada di bengkel untuk memperbaikinya. Tak ingin membuat mubadzir makanannya, Jingga kemudian berinisiatif untuk pergi ke kantor Badai dengan menggunakan jasa ojek online. Meskipun supirnya sempat memprotes namun Jingga berhasil meyakinkannya jika dia akan baik-baik saja dalam perjalanan nanti. Sesampainya di kantor, Jingga langsung berjalan masuk menggunakan rute pribadi yang sudah diberitahukan suaminya pada Jingga beberapa waktu lalu. Koridor sangat sepi dan lengang di jam istirahat, namun beberapa staff perusahaan yang berpapasan dengan Jingga dengan sopan menyapanya. "Hai, lama tak jumpa kudengar kau keguguran lagi ya." ucap
Sudah pukul dua malam, namun Jingga belum juga pulang. Badai menjadi semakin cemas, dia mulai mencari lokasi terakhir GPS isterinya menyala. "87 Night Club?" ucap Badai sangat terkejut melihat lokasi terakhir Jingga adalah di sebuah klub malam. Dengan cepat, Badai melajukan Ferrarri merahnya membelah jalanan kota yang lengang di malam selarut ini menuju 87 Night Club. Sesampainya disana, Badai mencari kesana kemari Jingga yang belum juga ditemukannya. hingga di sudut yang berada paling dalam matanya menangkap bayangan seorang wanita yang sangat mirip dengan Jingga tengah di tarik paksa oleh dua pria hidung belang. "Lepaskan dia!" teriak Badai sangat lantang kepada dua pria brewokan di depannya. "Pulanglah Tuan Muda, pria sepertimu tak akan menyentuh wanita pemabuk seperti dia. Biar kami menggilirnya malam ini." ucap salah seorang pria itu sambil terus menyeret Jingga menuju sofa. 'bukkk' 'bukk' 'bukk' Dalam tiga
"Nyonya, minumlah." ucap Leta sambil meletakkan secangkir teh kepada Jingga. Mata Jingga menatap nanar, hatinya menjerit sangat kencang sementara sekujur tubuhnya hanya diam tak bisa berbuat apa-apa. "Bibi Leta, seingatku kaulah yang membawaku kerumah ini pertama kali bukan? Adakah yang belum kuketahui mengenai suamiku Bi?" tanya Jingga dengan suara terisak. Leta hanya diam, dia tak bisa mengatakan aib Tuannya sendiri, meski jauh dalam lubuk hatinya dia sangat mengutuk wanita itu yang kini menggerus kembali kebahagiaan majikannya itu. "Ahh, yaa kau tak akan membuka mulutmu padaku." ucap Jingga sambil berjalan terhuyung-huyung menuju kamarnya. Hingga pagi menjelang, Badai tak juga pulang. Jingga tak lagi bertanya, sudah sangat jelas jika suaminya pasti kelelahan dan nyenyak di ranjang tetangganya itu. Pukul delapan pagi, Badai akhirnya muncul dengan kondisi sudah sangat rapih berpakaian lengkap sangat siap untuk bekerja. "
Hening dan sangat sunyi, tak ada obrolan apapun di sepanjang perjalanan. Badai sendiri dilanda terjangan muson di jiwanya sementara Jingga sudah berada dalam level kepasrahannya. Tiga jam perjalanan menuju rumah ditempuh sangat lama, seolah waktu enggan berputar dengan cepat. Badai sesekali melirik Jingga yang duudk disebelahnya dengan melemparkan pandangan ke luar jendela. "Jingga, bisakah kita membicarakannya?" tanya Badai sangat lembut sambil menggenggam tangan isterinya itu. Jingga tak menolak namun juga tak mengiyakan, wanita itu hanya diam. "Tammi, dia adalah...." ucap Badai tak mampu menyelesaikan kalimatnya. "Berhenti mengatakannya mas, aku tak perlu mengetahuinya. Anggap saja aku maish tak mengetahui apapun supaya kau tenang dan bisa tetap nyaman menyelimutinya." ucap Jingga tanpa menatap suaminya sedikitpun. 'gepp' Badai semakin mengeratkan genggamannya, pria ini tak menyangka jika saat isterinya mengetahui perselingk
Jingga benar-benar memilih diam di dalam kamarnya, menyalakan musik sangat kencang dan juga duduk manis di depan laptop tua kesayangannya. Jemari Jingga dengan lincah menari diantara keyboard dna mulai berselancar mencari lowongan kerja melalu situs situs resmi. Dengan status pernikahannya saat ini, Jingga tahu tak akan mudah menemukan pekerjaan untuknya, karena semua perusahaan yang menyeleksi pasti akan mempertimbangannya dengan seksama. Dari yang terdengar olehnya, hari ini adalah hari pernikahan Badai dengan Tammi. Bertempat di kediaman orang tua Tammi, Badai melangsungkan pernikahannya. Semua penghuni rumah ikut ke sana menjadi pendamping Badai kecuali Bibi Leta. Pelayan senior itu memilih diam menemani Jingga di rumah. Meskipun Jingga sebenarnya tak akan mempersoalkannya, namun bagi Leta Nyonya Badai hanya akan ada satu yaitu Jingga. "Yaa ampun, bisa-bisanya aku tidur disaat begini." gumam Jingga saat menyadari jika dirinya terlelap di m
Pagi pagi sekali, Jingga sudah keluar dari rumahnya. Wanita itu telah mengenakan seragam putih hitam yang diwajibkan untuk dipakai dalam seleksi tahap kedua ini. Masih pukul tujuh pagi, Jingga sudah berada di kantor HG Group. Jadwal seleksi pukul 07.30 namun Jingga tak ingin terlambat sehingga dia benar benar mengakomodir waktunya dengan sangat baik supaya bisa sampai sebelum waktu seleksi. Disebuah aula besar, aula yang sangat rapih dan bersih, sekitar empat puluh calon karyawan dan karyawati HG Group ini akan diseleksi dengan ketat dan hanya akan menyisakkan sepuluh orang saja yang diterima disini. Jingga merasa semakin rendah diri, ketika melihat banyak wajah belia yang ikut dalam seleksi ini. Namun, tekad Jingga untuk bisa mandiri membuat wanita itu bersikeras mengikuti test dengan baik. Dua jam berlangsung dengan sangat cepat, tepat pukul 09.30 seleksi berakhir dan kini Jingga hanya harus menunggu hasil penilaian akhir saja. Disaat