Hari ini, gedung aula Prahara Group yang sangat megah sudah dipenuhi puluhan obil mewah yang berderet hendak masuk ke dalam aula tersebut. Sebagai salah satu keluarga paling terpandang di negara ini, Prahara adalah nama belakang elite dan juga sakral bagi setiap anggota keluarganya.
Hadir dalam acara ini adalah semua garis darah Prahara dari berbagai generasi. Dan sisa dua tertua adalah Bibi Elisa juga Paman Erik.
Kedua orang itu akan memberikan suaranya terkait posisi Jingga sebagai Kepala Keluarga saat ini dimana Alkala Arshan Prahara dipastikkan akan menjadi penerus posisi tersebut secara sah kemudian.
Desas desus terus terdengar, bukan hanya beredar di kalangan publik saja karena Jingga pun sudah mengetahuinya. Paman Erik dan Bibi Elisa yang akan menggerakkan semua anggota keluarga untuk membuat petisi anggota keluarga dalam hal ini.
Untuk semua itu, Jingga sudah sangat siap.
"Hallo sayangku. Jagoan mama, kamu adalah anak yang hebat.
Prokk prokk.. debay Alkala hadiahnya hebat hebat banget yaaa. Yuhuu, lanjut bacanya yaaa. Jangan lupa untuk Vote yaa.
Lelah setelah acara pnajang Rapat Keluarga Prahara, membuat Jingga terlelap sangat nyenyak. Demikian juga dengan Alkala. Bayinya itu kini berada didlaam pelukanya, terlelap bersamanya.Keesokan pagi, Frans yang mendadak pergi di pagi buta membuat jingga kian menaruh curiga.Yaa, belakangan ini pria itu memang sangat sering keluar rumah tanpa ijin. Bukan hanya Jingga yang mulai curiga, namun juga Darma yang sejak lama menjaid rekannya.Pria itu merasa ada sesuatu yang tak beres dengan Frans belakangan ini."Darma, keman Sekretaris Frans?" tanya Jingga saat pria itu masuk ke dalam kamarnya."Maafkan saya Nyonya, saya kurang tahu tujuannya." ucap Darma berbicara apa adanya.Jingga kemudian terdiam, wanita ini sudah duduk di meja kerjanya yang berada di dalam kamarnya itu. Sampai masa niafasnya selesai Jingga akan berkantor dari rumah.Sementara itu, Frans yang terpaksa pergi karena mendapatkan telpon terus menerus dari Sharena itu sekara
Dua bulan berlalu, ketenangan dan kedamaian dalam keluarga kecilnya berjalan sangat teratur dan dalam kapasitas snagat baik menurut Jingga. Berbekal warisan laptop mendiang suaminya yang berisi segala sleuk beluk bisnis milik Prahara Group inilah, Jingga akhirnya mampu membuat Prahara Group yang baru dengan tanpa penekanan dan juga campur tangan keluarga Prahara yang selama ini merongrong suaminya. Menggunakan tampuk kekuasaannya sebagai kepala keluarga utama Prahara, Jingga sangat pandai mensiasati keadaan demi meringankan bebannya yang juga akan menjadi beban puteranya suatu hari. Menjadi pebisnis wanita yang semakin disorot dunia, Jingga tampil semakin percaya diri dan mampu menjauhkan pandangan miring semua orang tentangnya dalam setahun terakhir sejak kematian suaminya itu. Hari ini, setelah dua bulan bergelut dalam penataan manajemen baru Prahara Group dan perampingan smeua elemen didalamnya, Jingga akan mengehlat sebuah jamuan pekenalan atas na
Nama Jingga kian melejit di seantero negeri, seiring dnegan bergulirnya waktu dan semakin meningkatnya kinerja perusahaan di berbagai bidang yang digelutinya. Salah satu bidang baru yang kini ikut diramaikan Prahara Group adalah bidang kuliner potensial. Minat Jingga terhadap seni masakan dari berbagai daerah membuatnya akhirnya bergelut di bisnis ini dengan membuka sebuah pasar kuliner terbuka yang menyajikan berbagai kuliner dari berbagai daerah. Bekerjasama dengan founder founder industri kuliner daerah, Jingga berhasil merebut nama di bisnis barunya ini dan sukses diterima oleh banyak masayarakat dari berbagai jenjang usia. Cabang-cabang dari pasar kuliner nya kini tersebar diseluruh kota besar di negara ini. Dan semakin membuat pundi-pundi rupiahnya mengalir deras. Sementara itu, bisnis awal Prahara Group yang kini dikelola oleh Bibi Elisa dan Pamannya Erik justru tengah dilanda kebangkrutan karena desakan pasar bebas Pasifik yang me
Frans tak bisa berkutik, dia tak melihat raut ramah di wajah Jingga sedikitpun saat ini. "Jingga, kau tak harus melakukan ini?" ucap Sharena sambil menggenggam erat tangan Jingga. "Awww.." Sharena mendadak merintih kesakitan setelahnya. "Sha.." ucap Frans yang langsung berjalan menghampiri Sharena. Pria ini langsung menggendong Sharena menuju luar restoran dan terlihat langsung pergi setelahnya. Jingga tetap tenang duduk di kursinya, sementara Badai nampak gelisah dan sangat cemas. "Pergilah jika kau mengkhawatirkannya. Aku sudah terbiasa makan sendirian." ucap Jingga sambil terus melanjutkan menyantap makanan penutupnya. 'degg' Badai tersentak mendnegarnya, jauh di relung hatinya Badai merasa sangat bersalah atas semua hal yang membuat hidup Jingga kacau ini. "Sharena, dia sangat baik. Bahkan terlalu baik untuk dimanfaatkan oleh Ibumu." ucap Jingga satir sambil menatap Badai yang juga tak berkutik mendeng
Kabar yang terus menyeruak mengenai pertengkaran Jingga dengan Agnez, tak sekedar menghebohkan negaranya saja. Karena gosip panas tersebut akhirnya menuai rasa penasaran seorang pengusaha dari luar negeri yang bernama Maliq. Pria tersebut terkenal dengan sikap apatisya dan tentu saja masih sangat single hingga usianya yang sudah 40an ini. Sebagai salah satu pengusaha berlian yang ternama dan memiliki perusahaan warisan turun temurun di negaranya, sosok Maliq menjadi idola kaum hawa di dunia. Tak jarang, kabar kedekatan Maliq dengan beberapa artis papan atas dunia yang didaulat menjadi ambassador perusahaannya itu menuai kegaduhan. Namun hingga saat ini, belum pernah ada satu wanita pun yang dikenalkan secara resmi oleh Maliq sebagai kekasihnya kepada publik ataupun kepada keluarganya. Di perusahaan bernama Light Diamond, Maliq tengah memandangi sebuah tayangan berdurasi singkat yang sama sejak dua jam yang lalu. Mata pria ini tak berkedip sedi
"Hallo sayang, mama berangkat kerja dulu yaa." ucap Jingga kepada putera semata wayangnya. "Ma..ma.." ucap Alkala sambil mengecupkan bibirnya di wajah Jingga. Putera kecilnya yang mulai belajar berjalan itu kini terus mengikuti langkah ibundanya. Membuat Jingga merasa enggan beranjak darinya. "Sini nak, peluk mama lagi." ucap Jingga kepada putera semata wayangnya itu yang sangat mewarisi ketampanan mendiang ayahnya. "Ma..ma.." ucap Alkala dengan riangnya. "Duma, tolong fotokan kami yaa." ucap Jingga sambil menyodorkan sebuah kamera profesional kepada pelayan sekaligus pengasuh puteranya itu. "Baik, yoo Nyonya dan Tuan Muda, bersiaplah..cheesss." ucap Duma dengan riangnya mengikuti terus aktifitas Jingga dan Alkala yang terus berpose tiada henti. Setelah puluhan foto diambil, Jingga kemudian melirik arlojinya. "Baiklah, sudah waktunya mama pergi ya sayang. Baik-baik sama pengasuh Duma dan Pengawal Darma yaa." ucap Jingga
"Adji! bantu kakek!" ucap seorang pria tua memanggil cucunya. Pria bernama Adji yang dipanggil itu akhirnya menghampiri sang kakek. "Apa dia mati?" tanya Adji dengan mata yang terbelalak. "Dia masih hidup, ayoo bawa ke pondok kita." ucap sang kakek bernama Sura itu kepada cucunya. Adji sempat merasa sangsi ketika melihat sosok wanita yang bersimbah darah itu, namun dia tak pernah bisa menentang perintah kakeknya. Adji kemudian membawa sosok wanita tak dikenal itu dengan memikulnya. 'berat juga ini wanita.' gumam Adji sambil bergegas mengejar langkah kakeknya yang sudah semakin jauh. Jalan setapak dilaluinya terus menerus, membawa mereka masuk semakin ke dalam belantara Lembah Cemara. Lembah yang terkenal tak bertuan dan sangat jarang disinggahi manusia ini, disinilah keduanya menetap selama sepuluh tahun terakhir. 'brukk' Lelah setelah memikul beban tubuh Jingga di sepanjang perjalanan, membuat Adji tak
Malam bergelayut, Lembah Cemara yang gelap gulita menjadi semakin dingin malam ini. Disebuah pondok di bagian terdalam hutan ini, kebingungan melanda dua pria berbeda usia yang kini terpaksa terlelap di luar pondoknya karena mereka kedatangan tamu di dalam pondoknya. "Air.." ucap Jingga sangat lirih. Sementara itu, suara derasnya air terjun membuat Adji dan kakeknya tak bisa mendengar suara Jingga tersebut. "Air.." ucap Jingga kembali. "Kakek, kau dengar sesuatu?" ucap Adji yang samar-samar mendengar suara seseorang meminta air kepadanya. "Wanita itu pasti sudah sadar." ucap Sura sambil bergegas masuk ke dalam pondok dengan segelas air hangat ditangannya. Didepan pintu pondok, lampu damar menjadi satu-satunya lentera yang mereka miliki selama ini. "Nonna, apakah anda bisa mendengarku?" tanya Sura sambil membantu Jingga berdiri. "Iyaa.." jawab Jingga sangat pelan. Raut wajah Adji dan Sura