ZACH
Aku mengembalikan ponsel ke dalam saku setelah panggilan berakhir. Mami memintaku pulang secepatnya.Dan kini aku memandang bingung pada Zola yang duduk di sebelahku. Apa yang harus kulakukan?Meminta Zola pulang ke rumah Javas agar terhindar dari pertemuan dengan Cassandra adalah hal yang nggak mungkin kulakukan. Bukannya menyelesaikan masalah, kalau sampai Zola tahu pasti hubunganku dengannya akan semakin memburuk. Lagi pula akan sampai kapan aku menghindari pertemuan keduanya?Calm down, Zach, everything gonna be okay. Aku mengsugesti diri sendiri agar nggak panik. Aku pasti bisa menghadapinya.“La, jadi kita makan?” Aku mengonfirmasi setelah keluar dari komplek Nusantara Building.“Jadi.” Zola menyahut singkat.“Kita makan di mana?”“Terserah.” Jawabannya masih seirngkas tadi, seolah nggak berminat.“Aku lagi pengen makan lasagna, kamu gimana?”“Boleh deh,” jawabnya setujZACHTanganku membelit erat memegang pinggang Zola yang berbaring di sebelahku. Kami masih rebah di sofa dengan tubuh tanpa busana setelah bercinta tadi.We did it again.Semua terjadi begitu saja tanpa rencana. Bercinta dengannya kali ini sama sekali nggak pernah ada dalam planning-ku. Tadi aku hanya ingin mengajaknya makan berdua, nggak lebih, tapi godaan itu datang begitu saja sehingga terjadilah segalanya.Zola menatapku tanpa jeda. Sorot matanya terlihat sendu. Entah apa yang dipikirkannya saat ini. Aku takut setelah segala sensasi ini berlalu maka Zola akan meledakkan kemarahannya.“La, kamu marah?” tanyaku memecah hening setelah sedari tadi hanya irama nafas kami yang menemani.Zola menggerakkan kepalanya pelan. “Marah kenapa?”“Karena apa yang kita lakuin malam ini.”“Memangnya kalau aku marah ada gunanya?”Bibirku otomatis mengembang mendengar jawaban Zola. Dari nada bicaranya aku tahu bahwa dia tidak mempermasalahkan percintaan panas kami tadi. Setelah sangat lama tidak meny
ZOLATante Rosella sudah menelepon sejak tadi, tapi Zach baru mengatakan sekarang. Jujur aku agak kecewa mengetahuinya. Mestinya dia bisa bilang sejak tadi. Mau nggak mau aku jadi berpikir jangan-jangan Zach mengajakku bercinta adalah demi meredakan emosiku yang akan muncul kemudian.Dan Cassandra, di mana sih harga dirinya? Apa dia nggak punya malu walau sedikit? “Kenapa baru bilang sekarang?” kataku memprotes.Zach nggak langsung menjawab pertanyaanku. Yang dilakukannya adalah mengembuskan nafas panjang seakan pertanyaanku adalah sesuatu yang berat untuk dijawab.“Kalau tahu dia datang seharusnya dari tadi kita pulang," kataku lagi.“Ngapain kita buru-buru pulang? Biarin aja dia nunggu.”Kali ini aku yang terdiam. Ngapain juga kami buru-buru pulang. Memangnya siapa Cassandra? Kalau dia memang butuh sudah seharusnya dia menunggu.“Lagian kenapa dia bisa ke sini?” tuntutku ingin tahu.“Aku juga nggak tahu, La. Mungkin lagi pulang ke rumah orang tuanya terus mampir ke rumah Mami.”“Ma
ZOLAZach akhirnya pergi meninggalkanku dan Cassandra hanya berdua. Aku nggak tahu apa yang akan dibicarakannya. Tapi mengingat lagi ucapannya, bicara sebagai sesama wanita, membuatku berpikir bahwa ini benar-benar penting. Aku diam menunggu sampai dia bicara duluan. Nggak ada salahnya memberi dia kesempatan mengeluarkan uneg-unegnya. Asal setelah ini semua jelas dan terang. Asal dia mengerti bahwa dia nggak bisa lagi tetap seperti sebelumnya.Cassandra memindaiku dari puncak kepala hingga ujung kaki. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini mengenaiku. Tapi aku yakin jika di dalam hatinya dia sedang menilaiku. Penilaian yang buruk tentu saja.“Aku nggak nyangka kalau kamu bakal kayak gini. Aku pikir kamu perempuan baik-baik.” Akhirnya kalimat itu terucap dari mulutnya setelah dia puas mengamatiku sejak tadi.Tentu saja aku tersinggung mendengar kata-katanya. Tanpa perlu dijelaskan lebih lanjut aku sangat paham apa maksudnya. Dia menganggapku
ZOLAAku nggak tahu bagaimana cara menanggapi ocehan Cassandra yang bahkan mengaku-ngaku sudah tidur dengan Zach. Tapi dalam hal ini aku tahu siapa yang harus kupercayai.Masih terngiang di telinga saat tadi Zach mengatakan, “Mungkin aku memang bajingan, tapi aku hanya akan meniduri perempuan yang aku cintai. Aku nggak bakal bisa nggelakuin itu dengan perempuan yang nggak aku cintai, La.”Aku memutuskan untuk memercayai Zach daripada orang luar yang jelas-jelas mencintai orang yang mencintaiku. Andai saja bisa aku ingin merekam semua perkataan Cassandra dan memberitahu pada Zach sebagai bukti betapa sahabat yang disanjung-sanjungnya selama ini sangat jauh dari image yang ditunjukkannya. Tapi tidak semudah itu untuk melakukannya. Cassandra pasti akan curiga jika aku mengeluarkan ponsel dan mengutak-atiknya. Aku yakin setiap pergerakanku tidak akan lepas dari pengawasannya.Aku pernah mendengar ungkapan yang mengatakan bahwa yang selalu cinta
ZOLAAku kaget saat tiba-tiba Zach mendekat kemudian menjilat sudut-sudut bibirku. Entah kenapa dia suka sekali menjilat bibirku.“Susunya lebih manis kalau diminum dari bibir kamu,” komentarnya sambil tertawa setelah melepaskan bibirku dari pagutannya.Aku mencubit lengannya yang membuat tawanya semakin keras. Aku buru-buru membekap mulutnya agar Zach diam.“Ssssh!!! Nanti Fai bangun.”Zach mengambil tanganku dari mulutnya untuk kemudian mengecupnya lembut. Aku membiarkannya melakukan apa yang dia suka sambil berpikir apa ini modusnya untuk melunakkan hatiku setelah kedatangan Cassandra tadi.“Dia udah pulang?” tanyaku ingin langsung membahas pertemuanku dan dia tadi.“Udah.”“Nggak diantar?”Zach menjawab dengan gelengan kepala.“Kenapa enggak?”“Buat apa?” Dia balik bertanya.“Biasanya dia kan nempel mulu sama kamu,” jawabku sebal.“Itu ka
Tante Rosella menatapku curiga saat melihat rambutku yang basah ketika pagi ini aku ikut bantu-bantu di ruang belakang. “Baru selesai mandi, La?” tanyanya padaku.“Iya, Tante,” jawabku pelan.“Keramas juga?”Aku nggak ngerti dan belum menangkap arah pertanyaannya, namun tak urung menganggukkan kepala.Tante Rosella nggak bertanya lagi, dan aku pun berinisiatif untuk bantu-bantu menyiapkan sarapan.“La, Zach udah bangun?” Tahu-tahu Tante Rosella sudah berdiri di sebelahku saat aku menyendok gula ke dalam cangkir. Aku bermaksud membuat kopi untuk Zach.“Udah, Tante, lagi makein baju Fai.”Fai bangun pagi-pagi sekali, lalu minta keluar dari kamar dan membawanya ke kamar Zach. Dia tahu kalau Zach adalah papanya. Zach masih tidur, tapi Failah yang setiap pagi membangunkannya. Lalu mereka akan mandi berdua. “Semalam Zach tidur di mana?” Pertanyaan itu menyentakku. Aku menoleh dan mendapati sorot penuh selidik yang diarahkan tepat padaku.“Di kamar Mas Jevin, Tante.”“Bukan di kamar kam
ZOLAZach langsung merangkulku setelah mendengar jawabanku, sampai-sampai dia lupa kalau saat ini sedang menyetir. Dia juga bersikeras untuk mengantar sampai ke ruanganku dan meminta untuk bicara dengan Ariq. Tapi aku belum mengizinkan. Biar semua berjalan dulu baru nanti bicara pada Ariq.“Gimana, La, kamu sudah bicara sama Zach Mahanta tentang acara itu?” Ariq langsung menodongku dengan pertanyaan begitu aku menampakkan diri di hadapannya.“Sudah, Pak, dia bersedia, tapi dia mau berangkat sabtu besok, jadi waktunya mepet banget.”Ariq manggut-manggut sembari mengetuk-ngetuk pulpen di atas meja.“Jadi kapan dia bisa?” tanyanya kemudian.“Mungkin besok atau lusa, Pak.” Aku memang sudah mengatakan pada Zach mengenai program baru untuknya, tapi belum membahas kapan akan diadakan.“Bagus, makin cepat akan makin baik. Pokoknya kamu arrange semua sampai selesai, nanti Nia dan tim akan membantu kamu.”
ZOLAZach hanya diam di sepanjang perjalanan kami setelah pulang dari rumah Cassandra tadi. Aku nggak tahu apa yang mengisi pikirannya saat ini. Tapi aku belum puas melampiaskan kekesalanku. Aku kesal bukan hanya karena kebohongan Cassandra, tapi juga karena dia mengaku-ngaku pacaran dengan Zach.“Gimana bisa keluarga Cassandra menyangka kamu pacaran sama dia?”Zach menjawab dengan embusan nafasnya sebelum memandang padaku. “Aku juga nggak tahu, La.”“Pasti dia yang bilang sama orang-orang. Dan kalau tadi aku nggak ada mungkin kamu bakal iyain,” ocehku lagi sambil melipat tangan di dada.“La, udahlah, jangan mengada-ada. Ada atau nggak ada kamu sikapku bakalan sama.”Aku mendengkus kesal lalu melempar pandang ke luar. Meskipun Zach sudah mengklarifikasi semuanya tapi tetap saja emosiku masih belum bisa diredakan.“Nggak usah marah lagi, La. Apa yang terjadi jangan sampai mempengaruhi mood kamu. Kita mau men