Akibat kecerobohannya Zoia yang merupakan pemilik wedding organizer membuat calon pengantin wanita jadi kabur. Zoia dipaksa untuk menggantikan calon istri Javas yang merupakan kliennya sendiri. Setelah menikah, Javas dan Zoia membuat kesepakatan pernikahan yang hanya berlangsung selama satu tahun. Isinya adalah: 1. Zoia harus menuruti semua keinginan Javas termasuk berhubungan seks. 2. Dilarang melibatkan perasaan dalam hubungan mereka karena ini hanya pernikahan sementara. 3. Dilarang jatuh cinta satu sama lain karena pada akhirnya mereka akan berpisah. Namun, tidak ada yang tahu kapan cinta akan datang, kan? Di luar dugaan, salah satu di antara mereka diam-diam jatuh cinta. IG Author: zizarageoveldy
View MoreZOLAMataku terpaku pada cincin di meja. Cincin itu berbentuk solitaire dengan butiran berlian tunggal di tengahnya. Aku nggak akan menampik betapa indahnya cincin itu, dan pastinya juga mahal.Aku membayangkan jika cincin tersebut tersemat di jari manisku. Jariku yang panjang dan ramping pasti akan semakin terlihat menawan. Sebelum khayalanku berlarut-larut aku segera menyadarkan diri sendiri. Aku nggak perlu menerima cincin dari Zach. Kalau mau aku bisa membelinya sendiri.“La ...”Suara Zach membuatku mengangkat kepala. Memindahkan atensi dari cincin tersebut pada laki-laki di hadapanku.Aku menemukan rautnya yang begitu penuh harap. Sejujurnya aku terkejut mendengar dia mengatakan melamarku. Dengan cara, tempat dan keadaan yang sama sekali nggak pernah ada dalam bayanganku. Aku mulai meragukan kewarasannya. Jangan-jangan dia sedang mabuk saat ini sehingga gagal mengendalikan tindakannya.“Aku butuh jawaban kamu malam ini, La, waktuku nggak banyak.” Zach semakin menuntut, meminta
ZOLAZach muncul tiba-tiba yang membuatku buru-buru mengusap mata. Aku nggak mau dia tahu kalau sejak tadi aku hampir menangis mengingat kenangan kami.Hanya dengan mengenakan handuk putih yang menggantung rendah di pinggulnya Zach berdiri di depanku. Titik-titik air menetes turun dari rambutnya yang basah, persis seperti Ariq waktu itu. Hanya bedanya Zach terlihat jauh lebih seksi.“Apa?” tanyaku menanyakan kepentingannya berdiri di hadapanku.“Kamu nggak mau mandi sekalian?”Aku menggeleng menidakkan. Gimana mungkin aku mandi di sini. Aku juga nggak bawa baju ganti.“Kalau mau mandi, mandi aja, pake bajuku dulu.” Zach seakan tahu apa yang saat ini mengisi kepalaku.“Nggak usah, nanti mandi di rumah aja,” jawabku menolak.“Tapi aku udah siapin air mandi buat kamu. Aku masih ingat kamu suka berendam air hangat. Ayo, nggak usah malu.”Zach meraih tanganku kemudian menggandeng menuju kamarnya,
ZOLA"Kamu cocoknya gabung di tim kreatif, bukan jadi PA."Setelah acara selesai dan Zach pergi Mbak Nia mengomeliku habis-habisan. Aku menerima karena merasa bersalah. Tadi semua memang nggak ada di dalam skenario, tapi aku begitu kreatif.To be honest, tadi tiba-tiba saja perasaan pribadiku menyeruak sehingga jadilah muncul pertanyaan seperti tadi. Semua terjadi di luar kendaliku. Padahal seharusnya aku harus lebih mampu menguasai diri. Aku nggak bisa mencegah rasa ingin tahu itu. “Jangan sampai keulang lagi, La. Untung Zach orangnya baik, kalau orang lain gue yakin bakalan tersinggung sama pertanyaan lo itu atau minimal dia nggak bakal mau jawab.“Maaf ya, Mbak,” ucapku kali kesekian.Mbak Nia hanya bisa menghela nafasnya lantaran aku nggak bisa memberi alasan panjang kali lebar atas tindakanku itu.“Kok bisa sih, La, lo kepikiran buat improvisasi? Gue aja sekali pun nggak berani, pasti gue bakal baca se
ZOLAAku terpaksa menuruti perintah Mbak Nia, karena memang begitu semestinya. Setiap kali akan take kami diwajibkan gladi resik dulu.Langkahku terasa berat dan kaku, sedangan Zach berjalan di sebelahku dengan begitu santai.Masuk ke ruangan Mbak Nia, aku benar-benar hanya berdua dengan Zach. Entah mengapa ruangan ini terasa jauh lebih dingin dari biasanya.“Semua materi wawancara kita ada di sini.” Aku memberikan bundelan kertas pada Zach setelah kami sama-sama duduk berhadapan di posisi masing-masing. Zach menurunkan pandangan menekuri kertas tersebut selama hitungan menit. Aku menanti reaksinya.“Aku sudah baca semua dan ngerti banget,” katanya kemudian.“Bagus, kalau begitu kita bisa langsung ke studio. Kita bisa mulai secepatnya.” Aku pikir semakin cepat akan semakin bagus. Cepat dimulai maka akan segera selesai agar aku bisa bebas dari keadaan yang membuatku jadi nggak nyaman ini.Aku sudah bersiap-siap untuk berdiri ketika tiba-tiba Zach menahan lenganku.“Tunggu bentar, La,
ZOLANggak tahu kenapa pagi ini Fai nggak seperti biasa.Sejak jam empat sebelum subuh tadi Fai bangun, terus nangis dan minta gendong.Fai nggak mau turun dari gendonganku walau aku sudah membujuk dengan segala cara. Mulai dengan memberi susu, biskuit bayi, sampai menyodorkan koleksi mainannya. Tapi semua itu sama sekali nggak mempan untuk membujuknya. Fai akan menangis sedikit saja kuturunkan dari gendongan.“Fai kenapa sih, Nak? Mama kan mau kerja.”Aku mulai bingung karena nggak biasanya Fai bertingkah aneh begini.Senin pagi ini seharusnya aku datang lebih awal. Aku akan menjadi host untuk acara Gen Z dan mewawancarai Zach. Aku nggak mau datang terlambat yang membuat Zach berasumsi macam-macam padaku. Dan tentunya juga akan membuat orang-orang kantor mengutukku.“Mbak Zoi, Fai tiba-tiba rewel, nggak tahu kenapa. Dari tadi minta gendong mulu nggal mau turun.” Aku mengadu pada kakakku setelah membawanya keluar dari kamar.Mbak Zoi memerhatikan Fai yang berada di dalam dekapanku.
ZOLAAriq terkaget-kaget atas keanehanku. Setelah tadi memanggilnya tidak biasa, sekarang datang-datang aku langsung menghambur ke pelukannya. Namun dia membalas pelukanku dengan sangat erat. Sialan, pasti dia memanfaatkan kesempatan. Kalau bukan karena terpaksa aku nggak rela memberikan pelukan eksklusifku padanya. Setelah kupastikan Zach menyaksikan adegan itu aku langsung menutup pintu. Lalu sesegera mungkin melepaskan diri dari Ariq. Sebut saja aku jahat, tapi semua yang kulakukan bukan tanpa maksud dan tujuan. Aku sengaja melakukannya agar Zach berhenti mengejarku. Agar dia menyadari bahwa di antara kami berdua tidak apa-apa lagi. All is over. Bukannya aku pendendam dan nggak punya kesalahan, tapi list dosa Zach sudah begitu penuh. Mulai dari Cassandra, lalu Venna. Zach nggak jujur soal Venna. Dan yang membuatku kian terluka adalah hubungan Zach dan Venna yang sangat jauh. Venna sampai menggugurkan anak mereka. Apa jadinya jika Zach tahu aku juga hamil akibat perbuatannya?
ZOLAMemandang ke sekeliling, aku nggak menemukan apa pun selain kesunyian. Hanya ada satu-satu kendaraan yang melintas, dan itu pun melaju dengan kencang.Aku nyaris putus asa ketika menelepon Mas Javas dan Mbak Zoi, tapi keduanya seakan kompak untuk tidak menjawab.Tenang, Zola, kamu masih punya Ariq.Aku hampir saja menelepon Ariq. Namun ingatan seketika memberi peringatan. Ariq sedang berada di rumah orang tuanya yang sedang sakit. Dan aku nggak mau merepotkannya. Akhirnya aku mengurungkan niat itu.Bermenit-menit aku bengong sambil jongkok di dekat ban mobil yang kempes tanpa tahu harus melakukan apa-apa. Rasanya pengen nangis, tapi air mataku nggak mau keluar. Air mataku sudah kering di Canary.Dari jauh aku melihat sebuah taksi melintas. Lampu jauhnya menyorot mukaku, membuatku silau. Aku sontak menutup wajah. Sialan, benar-benar nggak punya etika.Umpatanku terhenti. Taksi tersebut menepi di dekatku
ZACH“Makanya jangan ngerokok mulu. Disuruh makan nasi malah minum wiski. Kamu ini kapan sih mau berubah? Umurmu itu sekarang sudah dua puluh tujuh, Zach, bukan tujuh belas tahun lagi!”Omelan Mami terasa menusuk-nusuk di telingaku, padahal bukan itu yang aku butuhkan.Semalam, setelah menimbang-nimbangsegala baik dan buruknya, aku memutuskan untuk pergi dari apartemen Ariq dengan membawa rasa kecewa yang tidak akan cukup dijabarkan dengan kata-kata sepanjang apa pun.Lalu pagi ini kondisi fisikkku memburuk. Aku terbangun dengan kepala hampir pecah, badan panas dan muntah-muntah. Mami menginterogasiku tentang ke mana tujuanku dan apa yang kulakukan kemarin malam. Aku terpaksa mengaku. Namun tidak sepenuhnya. Aku hanya mengatakan pada Mami bahwa aku minum sedikit yang menuai omelan Mami.“Kapan kamu akan berubah, Zach? Anak-anak teman Mami di seumuran kamu bukan lagi mabuk nggak jelas. Mereka sudah menikah dan sibuk memikirkan masa depan bagaimana caranya memenuhi kebutuhan anak dan
ZOLAAriq memaksa untuk menyetir sendiri, tapi melihat keadaannya seperti sekarang yang katanya nggak mabuk, aku nggak mungkin tetap membiarkannya.“Saya bisa sendiri.” Dia menjauhkan kunci mobil dariku.“Bapak lagi mabuk, saya nggak mau mati sia-sia.” Aku merebut lagi kunci itu darinya.“Siapa bilang saya mabuk? Harus berapa kali saya katakan? Saya sadar betul dengan apa yang saya lakukan.” Meski Ariq sudah berkali-kali meyakinkanku, tapi aku tidak percaya begitu saja. Sama halnya dengan orang gila, mana ada orang gila yang mau mengaku. Pun dengan keadaan Ariq saat ini.“Bapak jangan bandel deh! Kalau selama ini saya yang dengerin Bapak, kali ini saya minta Bapak yang dengerin saya!” Aku berjingkat untuk menjangkau kunci mobil yang berada di tangan Ariq.Di luar prediksiku, Ariq menurunkan tangannya dengan tiba-tiba. Alhasil bibirku bertemu dengan pipinya. Aku menciumnya tidak sengaja.Tentu aku kaget, tapi Ariq malah senyum-senyum nggak jelas.“Ya udah, kalau memang kamu ngotot ka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.