Seminggu setelah kedatangan Mama mertua ke rumah, aku mulai menjalankan segala rencana yang dari awal sudah kusiapkan.Mulai dari rencana perceraian yang sudah kuurus dengan sedetail mungkin, dibantu oleh Tiara, sahabatku.Dan hari ini, aku berencana untuk melaporkan Mas Alif pada atasannya.Tentang pernikahan yang dilaksanakan olehnya secara diam-diam, yang apabila kusebarkan bukan hanya Mas Alif dan Deby yang hancur. Namun, perusahaan tempatnya bekerja pun akan di-cap buruk. Sebenarnya tak tega, hanya saja dia harus menerima semua yang dia perbuat. Aku tak mungkin membiarkannya bahagia di atas penderitaanku.Enak saja, mereka tertawa sedangkan aku menangis tersiksa.Beberapa hari yang lalu, Mas Alif selalu menghubungiku. Ia bahkan sering mengunjungi rumah yang kutempati, tetapi selalu kuusir. Aku tak ingin lagi bertemu dengannya, hatiku sudah mati rasa.Sampai-sampai aku bosan dengan apa yang dilakukannya, dan berujung memblokir seluruh akses medsosnya. Menurutku ini adalah salah
"Laura ...." Jantungku serasa berhenti berdetak, ketika mendengar suara yang memanggilku.Aku berbalik, lalu menatap pemilik suara yang sangat kukenali, bahkan pernah sangat kurindukan.Tatapan matanya beradu dengan tatapan mata milikku.Terpancar kesedihan di dalam sana, bergegas kupalingkan wajah menghadap ke lain arah."Ayah sudah mengetahui semuanya," lirih ucapan itu terdengar. Namun, aku masih terdiam membisu, enggan mengeluarkan suara.Kutundukkan wajahku, ada sesak yang benar-benar menghantam dalam dada."Mari kita perbaiki lagi, aku berjanji semua akan baik-baik saja seperti awal." Aku langsung menatapnya dengan tajam, semudah itu dia berbicara."Jangan, Laura. Itu hanya akal bulusnya untuk mendapatkan dua wanita sekaligus. Dia memiliki daya tipu yang luar biasa, Ibu tak sudi anak perempuan Ibu satu-satunya kembali disakiti!" sentak Ibu, sebelum aku menjawab apa yang disampaikan Mas Alif."Ibu diam, ini urusan rumah tangga anak kita. Tak baik kita ikut campur di dalamnya, me
Kuambil foto pernikahan di dalam laci meja riasku. Lalu membuangnya ke dalam tempat sampah.Kuanggap semuanya telah selesai, dan hanya kenangan yang tersisa.Percuma istana indah diciptakan, yang ujung-ujungnya hanya menjadi petaka yang menyakitkan.****Selesai makan malam, aku dan kedua orangtuaku berkumpul bersama di ruang keluarga.Hening.Tak ada pembicaraan di sini, kami sibuk berkutat dengan pikiran masing-masing. Kutatap wajah yang berada di ruangan ini satu persatu. Ingin memulai pembicaraan, tapi tak tau harus darimana.Aku yang bingung, mencoba mencari jawaban dari mata kedua orangtuaku.Nihil, tak juga kudapatkan sedikit saja celahnya, tentang apa yang sedang dipikirkan oleh mereka.Sedangkan Tiara, dia pamit pulang hari ini. Karena pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan begitu saja, aku maklumi, karena kami memang memiliki kesibukan masing-masing. Apalagi dia sekarang sudah bekerja, pastinya tak mungkin ia akan leluasa seperti dahulu lagi."Laura masuk kamar duluan ya," uja
Ting!Sebuah foto yang dikirim dari nomor tak dikenal, aku langsung membuka foto tersebut.Penasaran dengan apa yang dikirimkannya.Dan ... foto itu mampu membuat seluruh badanku memanas.****POV DebiHari ini aku merasakan kesal yang sangat luar biasa. Bagaimana tidak, saat ke kantor Mas Alif, aku malah tak menjumpai keberadaannya, yang ada hanya cibiran dan juga hinaan yang dilontarkan oleh makhluk-makhluk halus di dalam kantor itu.Bahkan mereka mengusirku dengan cara yang tak pantas, sebagian dari mereka juga menyebutku wanita murahan yang rela merusak rumah tangga orang lain demi kepuasan.Dasar!Mereka belum tau saja, bagaimana fakta yang sebenarnya. Apa yang terjadi sebelumnya.Wanita itulah yang telah merebut hak milikku. Dia merebut Alif, dia merebut cinta pertamaku, orang yang selama ini kuimpi-impikan. Memangnya salah jika aku mengambil kembali apa yang harusnya aku miliki, tidak 'kan, mereka saja yang terlalu naif. Menyalahkanku atas semuanya tanpa tahu kebenarannya.Kata
Malam hari ternyata Alif tak kunjung pulang, bahkan aku sekarang bangun kesiangan karena semalaman menunggu kedatangannya.Aku menyiapkan sarapan terlebih dahulu, lalu mandi dan sarapan sendiri di meja makan.Berjam-jam aku memikirkan cara, agar Alif menyesal meninggalkanku.Dan ... fix, ide gila muncul di kepalaku."Kenapa tak kukirimkan saja gambar yang kuambil dengan sedikit cara kotor pada Laura. Dia akan melihatnya, lalu ... DOR! Habis kau Alif." Aku berbicara sendiri, lalu tertawa setelannya."Kuhancurkan kau Alif!" Tawaku menggema memenuhi ruangan.Aku langsung mengirim foto ini pada Laura, nomornya tentu saja kuambil secara diam-diam di handphone Alif. Karena aku juga diam-diam mengintip apa sandi miliknya."Rasakan kau, Alif! Jika aku tak bisa memilikimu seutuhnya, berarti Laura juga tak akan bisa kembali padamu," ucapku. Lalu menghidupkan sebatang rokok.***Alif terdiam merenung di pinggir jalan, tak ada lagi harapan untuknya kembali memperbaiki segalanya.Perasaannya campur
“Hehe iya, Ma. Ayo makan dulu, bareng sama Alif,” jawabnya mengalihkan pembicaraan.Dalam hati dan pikiran Alif berkecamuk, banyak hal yang ia pikirkan, tapi belum menemukan solusi yang tepaat.****Dua hari sebelum proses sidang perceraian. Laura diberi pertanyaan secara mendadak oleh ayahnya, setelah beberapa hari didiamkan. Ayahnya marah karena Laura mengambil keputusan tanpa memberitahukannya. “Kamu yakin dengan keputusanmu, Nak?” Ruang keluarga, di sinilah mereka berada. Saat tau surat yang dikirimkan sudah sampai di tangan Alif, Laura diberi pertanyaan mendadak oleh ayahnya.“Tentu saja aku yakin Ayah, tidak ada yang perlu dipertahankan lagi dalam rumah tangga kami.” Laura menjawab. Tanpa ia sadari ada helaan nafas kecewa yang ke luar dari mulut sang Ayah.Di sisi lain, ia belum memberitahukan pada orang tuanya, tentang foto yang dikirimkan nomor tak dikenal padanya.“Apa alasanmu begitu yakin, bahwa pernikahan kalian memang sudah tak pantas untuk dipertahankan.” Ayahnya bertan
“Ma.” Alif langsung mendekat, saat melihat mamanya seperti menahan sakit. Rasa khawatir akan kehilangan kembali menghampirinya.Baru saja memegang, mamanya langsung jatuh tak sadarkan diri. Alif kelimpungan bukan main, terkejut dengan keadaan sang Mama.Tanpa banyak berpikir lagi, Alif langsung membawa mamanya ke rumah sakit terdekat.Di tengah perjalanan, Alif panik sepanik-paniknya. Ia mempercepat laju kendaraannya. Tanpa menghiraukan bunyi klakson, sebagai peringatan untuknya agar berhati-hati saat berkendara.“Kuat, Ma. Sebentar lagi kita sampai, tolong bertahan, Ma.” Alif tak kuasa menahan tangisnya sepanjang perjalanan. Ini kali ke dua dia menangis. Pertama karena Laura, dan sekarang karena sang Mama.Saat sampai di rumah sakit, ia langsung disambut oleh perawat di sana. Dan dibantu agar bidadari surganya segera mendapatkan pertolongan.Di sinilah Alif sekarang, menyesali kecerobohannya, mengakibatkan kejadian yang sangat fatal.Alat bantu terpasang di tubuh orang tersayangnya.
“Rindu ini masih miliknya, Ra.” Tiara tak tahan menatap wajah murung dari Laura. Ia lalu membawa Laura dalam dekapannya.“Tolong peluk aku dengan erat dan katakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, Ra,” ujar Laura dengan wajah yang sendu. Ia merasa sangat rapuh sekarang. Bukannya bahagia karena perceraiannya dan Alif terlaksana, tapi ia merasakan kehilangan. Apalagi setelah Alif yang hilang tanpa memberinya kabar.“Semuanya akan baik-baik saja, aku yakin itu,” jawab Tiara penuh keyakinan. Ia tak tega melihat sang sahabat seperti ini. Padahal dulu Laura begitu kuat, tapi entah kenapa sekarang dia menjadi rapuh seperti ini.“Laura, ayo pulang!” panggilan suara membuat mereka berdua menoleh. Laura buru-buru membersihkan sisa air mata yang sempat jatuh membasahi pipinya. Ia tak ingin tangisannya dilihat oleh kedua orangtuanya “Tiara, terima kasih kamu selalu ada untuk Laura, ya.” Ibu Laura memeluk Tiara penuh kasih sayang. Sang Ibu bukan tak tahu bahwa putrinya baru saja menangis, tapi