Sementara itu, Wildan masih berdiri mematung dengan berbagai pertanyaan. Untuk apa Alina menyuruh mang Asep mengantarkan koper miliknya. Apa mungkin Alina mengusir dirinya dari rumah itu, karena rumah yang mereka tinggali, atas nama Alina. ***"Maksud Alina apa, kenapa dia ... apa jangan-jangan Alina meminta cerai," gumamnya. Setelah itu, Wildan menaruh kopernya ke dalam, lalu ia bergegas keluar. Wildan berniat untuk ke rumah menemui Alina, sekaligus meminta penjelasan darinya. Karena sampai kapanpun Wildan tidak akan pernah rela berpisah dengan Alina. "Alina, sampai kapanpun aku tidak akan pernah melepaskan kamu." Wildan membatin. Saat ini ia dalam perjalanan pulang. Dalam perjalanan pikiran Wildan benar-benar tidak tenang. Ini memang salahnya, selama tiga hari Wildan tidak pulang, karena memang Rena tidak mengizinkannya. Wildan pikir Alina akan mengerti, tetapi ternyata dugaannya meleset. "Alina, maafkan aku. Maaf karena sudah membuat kamu marah, membuat kamu kecewa," batin Wil
Jika rahim Alina diangkat, itu artinya Alina tidak punya kesempatan untuk hamil. Wildan tidak menyangka jika kejadiannya akan seperti ini, apa ini yang membuat istrinya itu berubah. Apa ini arti diam yang Alina lakukan, diam yang pada akhirnya membuat luka. ***Alina menyeka air matanya yang sempat menetes, setelah itu ia bangkit dan berjalan menuju laci untuk mengambil map berwarna merah yang sebelumnya sudah Alina siapkan. Setelah itu Alina berjalan menghampiri Wildan, lalu duduk di sebelahnya. "Mas aku boleh minta tanda tangan kamu," ucap Alina. "Tanda tangan? Tanda tangan apa?" tanya Wildan. "Aku mau nyumbangin sebagian harta kita ke panti asuhan, Mas. Bukan itu saja, aku juga berniat menyumbangkan tanah kosong kita, agar dibangun sekolah untuk anak-anak yang menderita disabilitas, Mas." Alina menjelaskan. Wildan terdiam sejenak. "Ok, di mana aku harus tanda tangan.""Di sini, Mas." Alina menyodorkan map tersebut. Tanpa membacanya terlebih dahulu, Wildan langsung menanda tang
"Maaf ya, Mas. Tapi aku tidak rela jika harta yang kamu miliki jatuh semua ke tangan Rena. Aku yang menemani kamu mulai dari nol, jadi aku yang lebih berhak. Jika Rena ingin hidup bersama kamu, dia juga harus memulai dari nol juga, sama sepertiku dulu." Alina memotong ucapan suaminya. Seketika Rena terkejut mendengar hal tersebut. ***Suasana mendadak hening, Rena benar-benar tidak menyangka jika semua harta kekayaan Wildan sudah berpindah ke tangan Alina. Rena juga tidak menyangka kalau Alina ternyata juga licik. Ia pikir jika Alina hanya wanita lemah yang mudah untuk dibodohi. Wildan mengusap wajahnya dengan gusar. "Aku tidak menyangka kalau kamu setega itu.""Apa aku tidak salah dengar, bukankah kamu yang lebih tega, Mas." Alina menatap pria yang sudah lima tahun bersamanya. "Kamu licik, bisa-bisanya kamu mengambil semua harta milik, Mas Wildan. Apa kamu tidak sadar, aku berhasil melahirkan seorang putra yang nantinya akan menjadi pewaris ayahnya. Tapi dengan licik kamu mengambi
"Aku tidak takut dengan tantangan kamu itu." Wildan menatap tajam pada wanita yang duduk di hadapannya itu. Suasana benar-benar tegang, bukan hanya Erika dan Wildan yang kecewa, tetapi juga dengan Rena. Kecewa dan kesal telah berubah menjadi satu. ***"Dikasih pilihan yang enak kok nggak mau," ucap Erika dengan sinis. Sementara Alina hanya tersenyum, sejak dulu ibu mertuanya memang seperti itu. "Rena, Bu lebih baik kita pulang saja, karena percuma bicara dengan perempuan keras kepala seperti dia," ucap Wildan. Setelah itu mereka bertiga segera berpamitan, tatapan sinis dari mereka kembali Alina dapatkan. Bahkan mungkin sekarang mereka bertambah benci terhadap Alina atas masalah tersebut. Namun bagi Alina itu tidak menjadi masalah. "Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah," gumamnya. Setelah itu Alina beranjak masuk ke dalam kamarnya. Setibanya di kamar, Alina meletakkan tasnya setelah itu ia berjalan menuju lemari untuk mengambil berkas penting yang akan ia jadikan satu. Alina jug
"Apa." Wildan terkejut saat tahu jika isi amplop itu adalah surat perceraian dari Alina. Wildan tidak menyangka jika diam-diam Alina menggugat cerai dirinya. Bahkan Alina juga menjual rumah yang sudah lima tahun mereka tempati bersama. ***"Alina kamu benar-benar tega, diam-diam kamu menceraikan aku," gumamnya. Wildan meremas kertas yang ia pegang. Setelah itu, Wildan mengambil ponselnya berniat untuk menghubungi nomor Alina. Namun, setelah dicoba, hasilnya nihil, nomor Alina sudah tidak aktif lagi. Wildan mengerang frustasi, setelah itu ia berlari ke dalam untuk mengambil sertifikat rumah miliknya itu. "Ada apa, Tuan?" tanya bi Inah. "Ada sesuatu yang akan saya ambil, Bi." Wildan berlari masuk ke dalam menuju ruang kerjanya yang berada di lantai dua. Setibanya di ruang kerja, Wildan langsung mencari yang ia butuhkan. Setelah cukup lama mencari, akhirnya yang ia butuhkan dapat ditemukan. Wildan langsung mengeceknya, beruntung sertifikat tersebut masih ada dan tidak ada yang berub
Saat Wildan hendak keluar dari butik, tiba-tiba ia menghentikan langkahnya, lantaran matanya tidak sengaja menangkap sosok perempuan yang sangat ia kenal. Perempuan berjilbab yang wajahnya sangat mirip dengan Alina, tetapi yang membuat Wildan heran, perempuan itu tengah berbadan dua, bahkan tangan kanannya menuntun anak kecil yang mungkin usianya tiga tahun. ***"Alina, tidak mungkin. Ini pasti mimpi," gumamnya. Mata Wildan tak lepas dari wanita berjilbab yang ada di hadapannya itu. "Mas ayo." Amara menarik tangan Wildan dan membawanya keluar dari butik tersebut. "Kenapa wajahnya sangat mirip, tapi apa mungkin dia Alina," batinnya lagi. Pikiran Wildan mendadak kacau gara-gara wanita berjilbab itu. Namun yang membuat heran, jika itu adalah Alina, kenapa perutnya besar, seperti orang hamil. Bukankah Alina dulu sempat menjalani operasi angkat rahim, jadi mustahil jika Alina hamil. "Mas kamu kenapa sih, kok dari tadi diem terus." Amara menepuk pundak Wildan, seketika pria berkemeja p
Selama ini Amara tidak tahu jika Alina adalah mantan istri Wildan. Amara juga tidak tahu kalau istri sepupunya itu adalah Alina, karena mereka memang tidak menikah di jakarta. Amara baru pertama kali melihat istri Adam, hal ini membuat Wildan terancam. ***"Selamat ya, semoga langgeng," ucap Adam, seraya menjabat tangan Wildan. "Iya, terima kasih," sahut Wildan. "Selamat ya," ucap Alina seraya menjabat tangan Amara. Ia melirik mantan suaminya yang terlihat gugup. Awalnya Alina terkejut kalau Wildan menikah dengan sepupu Adam, suaminya. Namun, Alina memilih untuk diam, dan bersikap biasa saja, Wildan adalah masa lalu terburuknya. Yang membuat Alina heran, kenapa Wildan menikah lagi, lalu bagaimana dengan Rena. Ternyata bukan hanya Wildan yang terkejut saat melihat kehadiran Alina. Namun Erika pun demikian, perempuan itu tak kalah terkejut. Erika khawatir jika nanti mantan menantunya itu akan mengadu jika Wildan adalah mantan suaminya. "Iya, terima kasih. Nafisa salim nggak." Amar
Jantung Amara terasa berhenti berdetak setelah membaca pesan kedua yang dikirim di ponsel Wildan. Apa maksud dari pesan itu, apa benar jika Alva adalah anak Wildan. Jika benar, itu artinya Wildan sudah membohongi dirinya. ***"Apa yang kamu sembunyikan dariku, Mas." Amara bergegas turun ke bawah dengan membawa ponsel milik Wildan. Dengan hati yang terbakar Amara berjalan menghampiri suaminya yang sudah menunggu di mobil. Amara membuka pintu mobil, lalu menunjukkan pesan tersebut kepada Wildan. Detik itu juga pria berkemeja biru itu terlonjak kaget, raut wajahnya juga berubah tegang. "Ada hubungan apa sebenarnya kamu sama Rena, tolong jelaskan," ujar Amara dengan sorot mata tajam. Seketika Wildan diam, ia harus mencari cara agar Amara kembali percaya padanya. Tidak bisa dipungkiri jika Wildan benar-benar marah dengan ulah Rena. Wildan sudah bilang, selama ia berada di rumah Amara, Rena dilarang untuk menghubunginya, tetapi wanita itu tidak mau mendengarkannya. "Sayang, kan aku sud