Garvin langsung tersenyum senang ketika Marsya menemuinya. "Nona Marsya silakan duduk." Garvin menunjuk kursi yang ada di sampingnya.
"Iya, terima kasih Mr. Garvin." Marsya duduk di kursi tersebut."Maaf Mr. Garvin saya harus keluar dulu," ucap Reno lalu menoleh ke arah Marsya, "Nona Marsya, maaf saya harus keluar dulu," pamit Reno."Iya, Pak Reno silakan," jawab Marsya.Reno pun bergegas meninggalkan mereka. Kini tinggallah Garvin dan Marsya."Maaf ya, Nona Marsya aku mengganggu aktifitas bekerja Anda." Garvin menatap lekat wajah Marsya."Iya, tidak apa-apa, Mister. Emm, ada perlu apa ya, Mister memanggil saya?" tanya Marsya."Sebenarnya saya hanya ingin berkenalan saja dengan kamu, Nona Marsya." Garvin langsung berkata jujur kepada Marsya."Hah!" kaget Marsya lalu tersenyum dipaksakan."Tidak apa-apa, 'kan? Apa ada yang marah jika aku berkenalan dengan kamu?""Em, tidak ada sih, MisBima sudah duduk berhadapan dengan Garvin. "Ada perlu apa, Mr. Garvin?" tanya Bima. "Aku ingin meminta izin kepada Anda manajer Bima. Aku ingin berbicara dengan karyawan yang bernama Marsya. Hanya sebentar saja untuk menemaniku makan. Tidak apa-apa, 'kan? Tenang saja aku akan memberikan uang tip," pinta Garvin. "Maaf, Mister bukan maksud saya untuk tidak menerima permintaan Anda. Tapi tidak etis saja seorang kasir menemani Anda hanya untuk makan. Baru kali ini ada permintaan seperti ini." Bima berbicara dengan sangat hati-hati.Garvin menyunggingkan senyumnya. "Oke, aku akan memberikan rate buruk untuk cafe ini karena pelayanannya tidak baik. Apa salahnya hanya menemaniku makan." Garvin menatap tajam wajah Bima. "Bukan begitu, Mister maksud saya. Ini hanyalah cafe bukan diskotek atau ...." "Oke, karena Anda menolak aku ingin bertemu dengan ownernya." Garvin memotong ucapan Bima. "Maksud ... maksud, Mister?" Bima bingung
Marsya tersenyum dipaksakan setelah mendengar ucapan Garvin. Dia bingung sendiri harus bagaimana, untuk menolak pun tidak mungkin. Marsya mengetahui Garvin bukanlah tipe orang yang bisa diajak bicara untuk hal ini. "Oh, iya aku minta nomor handphonemu." Garvin menyerahkan benda pipih kepada Marsya. Mau tidak mau Marsya mengambilnya. Dia lalu mengetik nomor handphonenya. Sementara Garvin tersenyum senang karena Marsya memberikan nomor kepada Garvin. Marsya pun sudah sampai di depan rumahnya. "Terima kasih, Mr. Garvin sudah mengantar saya," ucap Marsya. "Iya, sama-sama," sahut Garvin. Marsya tersenyum lalu keluar dari mobil Garvin. ***Marsya sedang melamun di atas kasur. Dia menatap langit-langit kamar sambil kedua tangan memeluk guling yang ada di atas perutnya. Marsya menghela napas panjang. "Untuk saat ini aku benar-benar malas berkenalan dengan lelaki. Mr. Garvin memang tampan, tapi tetap saja aku tid
Reval memberi semangat kepada Garvin sambil menepuk pundak Garvin. "Iya, aku harus cepat-cepat menyatakan cinta sama dia. Dia benar-benar berbeda dengan wanita lain, mungkin kalau wanita itu bukan dia. Sepertinya akan berbeda ceritanya. Dia benar-benar hati-hati dan tidak sembarangan menerima lelaki begitu saja. Jelas-jelas dia sudah tahu siapa aku, tetapi dia masih menjaga jarak dan ... seperti ragu. Makanya aku akan mendekati dia terus menerus sampai dia mau terhadapku. Walaupun dia terus menolak aku akan tetap mendekatinya. Sampai dia benar-benar luluh terhadapku." Garvin berucap dengan penuh semangat kepada Reval. Reval manggut-manggut mendengar ucapan Garvin. "Semanga! Semoga wanita itu menerimamu. Terus kejar dia kalau memang kamu sungguh-sungguh mencintainya. Apa lagi kata kamu wanita itu berbeda dan tidak memandang siapa kamu. Itu tandanya wanita yang kamu sukai adalah wanita yang sangat baik. Kamu harus perjuangkan wanita seperti itu," kata Reval, dia la
Reval terhentak kaget sambil membelalakkan matanya ketika Garvin menyebut nama Marsya. "Kenapa kamu memanggil Marsya?" tanya Reval lalu menutup buku menu. "Kamu kenal sama Marsya? Dia itu wanita yang aku ceritakan sama kamu," bisik Garvin. "Apa!?" Reval kembali membelalakkan matanya, dia lalu menggelengkan kepalanya dan menghela napas kasar.Reval tidak percaya wanita yang mereka bicarakan adalah wanita yang sama. Darahnya seakan mendidih, hatinya terasa panas terbakar. Sama sekali dia tidak akan rela dan tidak akan membiarkan sang mantan istri jatuh ke pelukan lelaki lain. Dia lalu menertawakan dirinya sendiri karena merasa bodoh dan dia pun tidak ada hak untuk melarang Marsya. "Ada apa, Reval?" tanya Garvin merasa bingung. "Emm, Marsya ...." "Reval!" Tiba-tiba Marsya memotong ucapan Reval dan membelalakkan matanya ketika melihat Reval sedang bersama Garvin. Reval pun langsung terdiam melihat sang mantan istri. Garvin menoleh kepada Reval lalu ke arah Marsya. "Kalian sudah sali
Garvin justru malah menantang Reval untuk mendapati Marsya. "Buat apa kita bertarung hanya untuk mendekati Marsya. Kalau untuk mendekati mungkin kamu yang unggul. Semalam kamu akan menjemputnya, 'kan? Walaupun sebenarnya aku tidak rela Marsya akan diantar pulang olehmu," ucap Reval, "dan kita tidak tahu isi hati Marsya yang sebenarnya," lanjut Reval. Garvin menyunggingkan senyumnya setelah mendengar ucapan Reval. ***"Marsya! Kamu malah melamun lagi." Cindy mengagetkan Marsya yang sedang menatap lurus ke depan di meja kasir. "Sudah tidak usah di pikirin. Ikuti kata hatimu. Kamu mau milih yang bule atau yang oriental? Kalau yang oriental, 'kan kamu sudah tahu bagaimana. Tapi kalau yang bule kamu belum tahu luar dalamnya seperti apa.""Tidak semudah itu Cindy. Aku di hadapkan oleh lelaki yang otoriter yaitu Mr. Garvin, padahal aku dari awal sudah menolaknya secara halus, tapi dia seolah-olah tidak mengerti dan mungkin pura-pura tidak m
Reval pulang dengan keadaan mabuk. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya dia menyebut nama mantan sang istri. Seperti biasa Farhan mengantar Reval ke rumah."Harusnya kamu pulang disambut dengan Marsya. Mantan istrimu akan mengurusimu kalau kamu mabuk. Sekarang siapa yang mengurusmu, Reval?" Farhan membawa Reval ke kamar milik Reval sambil berbicara dengan Reval. Sementara Mbok Lasmi memperhatikan tuannya yang sedang berjalan bersama Farhan sambil menggelengkan kepalanya. "Kasihan tuan Reval semenjak tidak ada Nyonya Marsya, tuan Reval selalu mabuk-mabukkan lagi dan tidak ada yang mengurusnya."***Farhan sudah berada di kamar Reval. Dia sudah membaringkan sang CEO ke atas kasur. Farhan kemudian memperhatikan Reval yang sedang tertidur. Farhan mengeluarkan benda pipih di dalam saku jasnya. Dia lalu memotret Reval yang sedang tertidur pulas setelah mabuk. "Harus aku kirimkan foto ini kepada Marsya." Farhan mengirimkan foto ke
Ketika Marsya membuka ponsel, dia melihat pesan dari sang mantan suami. Dia terkejut karena Reval mengirim pesan. Marsya kemudian membuka pesan tersebut lalu membacanya. Marsya menghela napas setelah membaca pesan tersebut. "Kenapa aku membuka blokir nomor Reval?" batin Marsya, "Ya, sudahlah tidak apa-apa. Lambat laun perasaan benciku menghilang terhadap Reval. Tidak seperti dulu lagi kalau aku melihat wajahnya aku benar-benar muak. Tapi sekarang perasaan itu sudah tidak ada. Justru aku malah mengkhawatirkan Reval. Ya, ampun kenapa dengan hatiku?" lanjut Marsya masih dengan lamunannya. Tyas memperhatikan Marsya yang sedang melamun sambil memegang ponsel. "Kak Marsya! Kak Marsya!" panggil Tyas sambil menggerakkan badan Marsya. Marsya terhentak kaget. "Iya, Tyas ada apa?" tanya Marsya bingung. "Tidak ada apa-apa. Habisnya lihat Kak Marsya malah melamun," jawab Tyas, "Mikirin siapa sih, Kak? Sudah, Kak nanti malam, 'kan Mr. Garvin jemput, Kakak k
Hari ini jadwal Marsya libur. Dia benar-benar malas menghadapi hari liburnya. Biasanya Marsya paling antusias bila waktunya libur. "Kamu kenapa, Marsya? Kok, tumben-tumbenan hari libur murung?" tanya Bu Tasya kepada Marsya yang sedang mencuci piring setelah selesai sarapan. "Iya, Bu. Marsya malas banget libur hari ini." Marsya fokus mencuci piring sambil berbicara kepada sang bunda. "Biasanya kamu senang kalau sudah hari libur," timpal Bu Tasya. Marsya menghela napas lalu mengeringkan tangan setelah selesai mencuci piring. "Justru sekarang Marsya tidak mau ada liburan, Bu," kesal Marsya. Bu Tasya mengerutkan keningnya. "Loh kenapa?" tanya Bu Tasya merasa bingung. "Marsya mau janjian, Bu sama Mr. Garvin nanti jam sepuluh," jawab Marsya lalu memajukan bibirnya. "Mr. Garvin! Siapa dia?" kaget Bu Tasya. "Dia langganan makan di cafe. Tahunya Mr, Garvin malah suka sama Marsya dan ...," jawab Marsya lalu meng