“Sana pergi! Bau banget aih ni orang, nantingak ada yang mau makan bakso di sini,” usir seorang pemuda.
“Lapar, minta makan dikit aja,” ujar seorang wanita dengan suara lemah.Candra yang baru saja selesai memandu parkir sebuah mobil bergegas menuju temoat usahanya.“Ada apa ini, Rudi?” tanya Candra.“Ini nih, enak aja minta makan gratis. Bau banget lagi, nanti gak ada yang mau makan di sini, Pak,” jawab Rudi.“Sa-saya cuma mau minta makan, lapar,” ulang wanita itu kembali.Candra terkesiap dan mendekati wanita yang aroma tubuhnya sangat bau. Dia memandang wajah wanita tersebut dengan seksama, sambil memicingkan mata.Wanita tersebut menatap takut Candra dan segera menundukkan kepala dalam, dia memilin ujung bajunya. Suara perut yang keroncongan terdengar.“Riana? Ini kamu?” tanya Candra tidak percaya.Wanita itu menggeleng dan berlari meninggalkan tempat itu“Hei, kamu kenapa, Riana!” seru Candra dengan wajah panik.Bu Murni mengambil tisu dan menengadahkan kepala Riana, lalu menyumbat lubang hidung dengan tisu.Tisu yang berwsrna putih kini berubah warna menjadi merah, Bu Murni segera mengganti kembali. Keadaan tersebut berulang selama lima menit.Candra diam dan menatap tajam wanita yang berada di depannya. Lelaki itu mencari sisa cinta kepada Riana yang baru saja ditemukan, ‘aneh, gak ada perasaan apapun,’ batin Candra.“Diminum dulu ini airnya.” Bu Murni memberikan segelas air.Dua menit kemudian Riana menguk air yang di berikan oleh Bu Murni hingga tandas.“Jadi waktu itu aku sebenarnya sering selingkuh gonta ganti laki-laki, aku juga selingkuh sama Tama. Laki-laki di hotel waktu itu ya si Tama, aku cari semua asetmu dan gadaikan ke rentenir kaya trus kabur sama Tama ke kota sebelah.”“Dua bulan semua teeasa indah dan aku terbuai sama bujuk rayu sama perlakuan dia di ranjang. Aku makin cinta sama suami sahabatku itu, hari itu aku nunt
“Boleh aku gendong? Eh, gak usah. Aku berkeringat dan kena debu, bau lagi,” ujar Candra.“Ah, ga papa kok. Namanya juga jagoan, gendong aja,” kata Juan.Juan mengambil putranya dari kereta dorong bayi dan menyerahkan kepada Candra. Bukan main bahagia Candra yang tampak dari wajahnya yang semringah.Mereka menuju sebuah cafe dan duduk di sana, Melani meninggalkan mereka dan berbelanja untuk kebutuhan mereka.“Sekali lagi makasih loh udah selamatkan anakku, Can. Oh ya, sekarang lagi sibuk urus usaha sekalian parkiran juga? Gigih kamu,” tutur Juan.“Begitulah, Juan. Kalian tampak bahagia dan harmonis, punya anak ganteng begini lagi.” Candra menyerahkan bayi lucu itu kepada Juan.“Sejak semua hartaku disita, aku pakai uang yang ada dan beli rumah mungil sederhana gak jauh dari sini. Aku sempat sakit kena radang paru-paru karena tidur sembarangan, aku tidur di lantai buka baju karena panas, aku gak beli A
Pagi ini wajah Candra tampak ceria, dia sudah tampak rapi juga bersih. Tidak lupa menyemprotkan parfum ke beberapa bagian tubuhnya.Senyum menghiasi wajahnya sambil mematut dirinya di cermin, setelah selesai dia menuju meja makan untuk sarapan.“Wah, rapi banget, Pak. Mana wangi lagi, jadi ngantor hari ini?” tanya Bi Murni sekaligus memuji penampilan Candra.“Jadi dong, Bu. Biar aku punya uang,” jawab Candra.Lelaki itu bergegas menuju kantor Juan usai dia menuntaskan sarapan, dia tidak ingin bosnya menunggu terlalu lama.Tiba di kantor Juan, ternyata si empunya perusahaan belum tiba hingga diminta untuk menunggu di ruang tunggu. Tidak sampai lima belas menit Juan tiba dan dia menyambut dengan hangat layaknya karyawan.“Jangan formal begitulah, gak asik,” tepis Juan.“Gak bisa, Pak …, ini kan kantor, jadi harus profesional,” tolak Candra.Juan mengantarkan Candra ke ruangan di mana dia kan bertugas, ternyata ruangannya tidak terlalu jauh dan Candra bisa mengamati gerak gerik atasannya
“Kok rumahku rame bener? Ada apa? Parkir di sini aja deh,” gumam Candra.Suara teriakan serta kehebohan terjadi. Sesekali terdengar suara memaki juga.“Huuuu, arak keliling komplek!”“Usir dia!”Kerumunan warga semakin ramai, tampak Mulyadi dan Pak RT kewalahan menenangkan suasana yang semakin memanas.Perasan Candra semakin tidak nyaman, jantungnya berdegup kencang dan wajahnya tampak sangat khawatir.Candra susah payah menyeruak hingga sampai ke teras rumahnya, tampak olehnya Riana dengan tubuh dililit selimut dan seorang lelaki bertelanjang dada menunduk.“Maaf, ada apa ini, Pak RT?” tanya Candra dengan raut bingung.“Tenang, Pak Candra, Mul, ambil minum dulu. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu, pemilik rumah sudah datang. Mohon kembali ke rumah masing-masing dan jangan membuat keributan,” cakap Pak RT dengan tegas.Warga bersungut-sungut dan perlahan kembali ke ruma
[Aku tunggu di kantin ya.] Candra membaca pesan dari Lusi.“Padahal aku udah sarapan, ga papa deh,” gumam Candra.Candra tampak senang pagi ini dan bergegas menuju kantin, tiba di sana dia mencari keberadaan Lusi. Sekretaris Juan melambaikan tangan dan tampak dia sedang duduk bersama wanita lain yang menggunakan hijab, posisinya membelakangi Candra.‘Kirain sendirian biar makan berdua, ga taunya ada orang lain. Zonk aku,’ batin Candra.Candra kemudian tiba di meja di mana Lusi berada, betapa terkejutnya saat melihat siapa yang duduk bersama Lusi.“Loh, Diana!” seru Candra.“Loh, Pak Candra?” tanya Diana.“Kalian saling kenal?” tanya Lusi.Diana menceritakan kisah perjumpaan mereka, Candra hanya menunduk dalam. Dia merasa malu dengan kisah masa lalunya.Tidak lama kemudian Rian datang, lelaki itu juga adalah pekerja di kantor Candra. Mereka sama terkejutnya mendapati mantan atasan mereka berada di kantin
“Aldo, apa-apaan kamu!” bentak Clarissa.“Cla-Clarissa? Kamu ngapain di sini?” tanya Aldo sambil mendorong tubuh wanita yang bersamanya.Clarissa dan Aldo perang mulut hingga seorang oetugas keamanan datang dan menegur mereka, Clarissa diam dan masuk ke dalam lift dan meninggalkan Aldo. Aldo mengikuti Clarissa begitu juga dengan wanita yang bersama Aldo. Tiba di depan pintu kamar Clarissa kembali murka dan mengusir Aldo beserta wanitanya. Aldo yang kesal meninggalkan Clarissa, tetapi tidak dengan wanita yang bersamanya.“Ngapain kamu di sini? Pergi sana!” usir Clarissa.“Cih, jangan sombong kalo lagi hamil. Lagian juga gak tau siapa bapaknya, kenapa gak digugurin aja sih? Nikmati masa muda lah, punya anak bikin repot dan kita terikat,” sahut wanita itu.“Bukan urusanmu, dasar pelacur!” hardik Clarissa marah.Saat dia akan masuk ke dalam kamar, wanita itu malah mengikuti dan ini membuat Clarissa semakin berang
[Kalian cari di mana keberadaan istri dan anakku, laporkan segera.] Tulis Juan pada sebuah pesan.[Baik, Tuan,] balas seorang yang dikirim pesan tersebut.Juan kembali melajukan kendaraan roda empat, menuju kediaman. Sebelum sampai tidak lupa dia singgah ke sebuah mini market membeli beberapa bungkus rokok dan minuman bersoda, guna mengusir gundah di hati.Tiba di rumah hatinya semakin teriris saat tidak menjumpai anak serta istri, lelaki itu menghela napas dan membuangnya kasar.Langkah gontai dia ayunkan menuju kamar, dan langsung menuju balkon dan duduk di sana. Juan meletakkan minuman yang dia beli kemudian mulai menghisap rokok dengan tatapan menerawang.“Kalian di mana, Sayang,” ucap Juan lirih.Matanya seolah enggan mengantuk, pikirannya kacau dan membuatnya berjam-jam berada di sana. Dia tidak bergeser sedikitpun hingga saat ini puntung rokok sudah mulai penuh bahkan beberapa sudah berseraka
“Siapa ya itu?” tanya Melani sambil berbisik.“Nyonya diem di sini dan jangan bersuara. Saya mau buru-buru buka pintu,” jawab Bu Murni sambil berbisik juga.Perlahan Bu Murni ke luar kamar dan menuju pintu utama, tampak olehnya tiga orang lelaki berpakaian hitam berwajah sangar menunjukkan foto Melani.“Maaf ganggu, Bu. Apa pernah liat orang di dalam foto ini?” tanya salah satu dengan nada sangat sopan.Bu Murni sengaja membuka pintu lebar-lebar agar tidak menimbulkan kecurigaan, dia sengaja duduk di teras dan berpura menatap foto Melani dengan serius.“Seingat saya gak pernah liat perempuan ini di sekitar komplek,” kata Bu Murni sambil menyerahkan kembali foto tersebut.Seseorang mencoba melihat ke dalam guna mencari tahu apakah ada orang lain atau tidak, Bu Murni mengetahui dan membiarkan saja. Salah satu dari ketiga orang tersebut menegur dan mengajaknya pergi usai berpamitan.Ketig