“Boleh aku gendong? Eh, gak usah. Aku berkeringat dan kena debu, bau lagi,” ujar Candra.“Ah, ga papa kok. Namanya juga jagoan, gendong aja,” kata Juan.Juan mengambil putranya dari kereta dorong bayi dan menyerahkan kepada Candra. Bukan main bahagia Candra yang tampak dari wajahnya yang semringah.Mereka menuju sebuah cafe dan duduk di sana, Melani meninggalkan mereka dan berbelanja untuk kebutuhan mereka.“Sekali lagi makasih loh udah selamatkan anakku, Can. Oh ya, sekarang lagi sibuk urus usaha sekalian parkiran juga? Gigih kamu,” tutur Juan.“Begitulah, Juan. Kalian tampak bahagia dan harmonis, punya anak ganteng begini lagi.” Candra menyerahkan bayi lucu itu kepada Juan.“Sejak semua hartaku disita, aku pakai uang yang ada dan beli rumah mungil sederhana gak jauh dari sini. Aku sempat sakit kena radang paru-paru karena tidur sembarangan, aku tidur di lantai buka baju karena panas, aku gak beli A
Pagi ini wajah Candra tampak ceria, dia sudah tampak rapi juga bersih. Tidak lupa menyemprotkan parfum ke beberapa bagian tubuhnya.Senyum menghiasi wajahnya sambil mematut dirinya di cermin, setelah selesai dia menuju meja makan untuk sarapan.“Wah, rapi banget, Pak. Mana wangi lagi, jadi ngantor hari ini?” tanya Bi Murni sekaligus memuji penampilan Candra.“Jadi dong, Bu. Biar aku punya uang,” jawab Candra.Lelaki itu bergegas menuju kantor Juan usai dia menuntaskan sarapan, dia tidak ingin bosnya menunggu terlalu lama.Tiba di kantor Juan, ternyata si empunya perusahaan belum tiba hingga diminta untuk menunggu di ruang tunggu. Tidak sampai lima belas menit Juan tiba dan dia menyambut dengan hangat layaknya karyawan.“Jangan formal begitulah, gak asik,” tepis Juan.“Gak bisa, Pak …, ini kan kantor, jadi harus profesional,” tolak Candra.Juan mengantarkan Candra ke ruangan di mana dia kan bertugas, ternyata ruangannya tidak terlalu jauh dan Candra bisa mengamati gerak gerik atasannya
“Kok rumahku rame bener? Ada apa? Parkir di sini aja deh,” gumam Candra.Suara teriakan serta kehebohan terjadi. Sesekali terdengar suara memaki juga.“Huuuu, arak keliling komplek!”“Usir dia!”Kerumunan warga semakin ramai, tampak Mulyadi dan Pak RT kewalahan menenangkan suasana yang semakin memanas.Perasan Candra semakin tidak nyaman, jantungnya berdegup kencang dan wajahnya tampak sangat khawatir.Candra susah payah menyeruak hingga sampai ke teras rumahnya, tampak olehnya Riana dengan tubuh dililit selimut dan seorang lelaki bertelanjang dada menunduk.“Maaf, ada apa ini, Pak RT?” tanya Candra dengan raut bingung.“Tenang, Pak Candra, Mul, ambil minum dulu. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu, pemilik rumah sudah datang. Mohon kembali ke rumah masing-masing dan jangan membuat keributan,” cakap Pak RT dengan tegas.Warga bersungut-sungut dan perlahan kembali ke ruma
[Aku tunggu di kantin ya.] Candra membaca pesan dari Lusi.“Padahal aku udah sarapan, ga papa deh,” gumam Candra.Candra tampak senang pagi ini dan bergegas menuju kantin, tiba di sana dia mencari keberadaan Lusi. Sekretaris Juan melambaikan tangan dan tampak dia sedang duduk bersama wanita lain yang menggunakan hijab, posisinya membelakangi Candra.‘Kirain sendirian biar makan berdua, ga taunya ada orang lain. Zonk aku,’ batin Candra.Candra kemudian tiba di meja di mana Lusi berada, betapa terkejutnya saat melihat siapa yang duduk bersama Lusi.“Loh, Diana!” seru Candra.“Loh, Pak Candra?” tanya Diana.“Kalian saling kenal?” tanya Lusi.Diana menceritakan kisah perjumpaan mereka, Candra hanya menunduk dalam. Dia merasa malu dengan kisah masa lalunya.Tidak lama kemudian Rian datang, lelaki itu juga adalah pekerja di kantor Candra. Mereka sama terkejutnya mendapati mantan atasan mereka berada di kantin
“Aldo, apa-apaan kamu!” bentak Clarissa.“Cla-Clarissa? Kamu ngapain di sini?” tanya Aldo sambil mendorong tubuh wanita yang bersamanya.Clarissa dan Aldo perang mulut hingga seorang oetugas keamanan datang dan menegur mereka, Clarissa diam dan masuk ke dalam lift dan meninggalkan Aldo. Aldo mengikuti Clarissa begitu juga dengan wanita yang bersama Aldo. Tiba di depan pintu kamar Clarissa kembali murka dan mengusir Aldo beserta wanitanya. Aldo yang kesal meninggalkan Clarissa, tetapi tidak dengan wanita yang bersamanya.“Ngapain kamu di sini? Pergi sana!” usir Clarissa.“Cih, jangan sombong kalo lagi hamil. Lagian juga gak tau siapa bapaknya, kenapa gak digugurin aja sih? Nikmati masa muda lah, punya anak bikin repot dan kita terikat,” sahut wanita itu.“Bukan urusanmu, dasar pelacur!” hardik Clarissa marah.Saat dia akan masuk ke dalam kamar, wanita itu malah mengikuti dan ini membuat Clarissa semakin berang
[Kalian cari di mana keberadaan istri dan anakku, laporkan segera.] Tulis Juan pada sebuah pesan.[Baik, Tuan,] balas seorang yang dikirim pesan tersebut.Juan kembali melajukan kendaraan roda empat, menuju kediaman. Sebelum sampai tidak lupa dia singgah ke sebuah mini market membeli beberapa bungkus rokok dan minuman bersoda, guna mengusir gundah di hati.Tiba di rumah hatinya semakin teriris saat tidak menjumpai anak serta istri, lelaki itu menghela napas dan membuangnya kasar.Langkah gontai dia ayunkan menuju kamar, dan langsung menuju balkon dan duduk di sana. Juan meletakkan minuman yang dia beli kemudian mulai menghisap rokok dengan tatapan menerawang.“Kalian di mana, Sayang,” ucap Juan lirih.Matanya seolah enggan mengantuk, pikirannya kacau dan membuatnya berjam-jam berada di sana. Dia tidak bergeser sedikitpun hingga saat ini puntung rokok sudah mulai penuh bahkan beberapa sudah berseraka
“Siapa ya itu?” tanya Melani sambil berbisik.“Nyonya diem di sini dan jangan bersuara. Saya mau buru-buru buka pintu,” jawab Bu Murni sambil berbisik juga.Perlahan Bu Murni ke luar kamar dan menuju pintu utama, tampak olehnya tiga orang lelaki berpakaian hitam berwajah sangar menunjukkan foto Melani.“Maaf ganggu, Bu. Apa pernah liat orang di dalam foto ini?” tanya salah satu dengan nada sangat sopan.Bu Murni sengaja membuka pintu lebar-lebar agar tidak menimbulkan kecurigaan, dia sengaja duduk di teras dan berpura menatap foto Melani dengan serius.“Seingat saya gak pernah liat perempuan ini di sekitar komplek,” kata Bu Murni sambil menyerahkan kembali foto tersebut.Seseorang mencoba melihat ke dalam guna mencari tahu apakah ada orang lain atau tidak, Bu Murni mengetahui dan membiarkan saja. Salah satu dari ketiga orang tersebut menegur dan mengajaknya pergi usai berpamitan.Ketig
Juan terkejut dan merasa tidak enak sudah menganggu, dia memastikan nomor yang tertera di pintu kamar benar adanya.“Oh maaf, Bu. Saya salah kamar. Duh maaf ya udah menganggu saya permisi,” pamit Juan.Tepat saat akan membalikkan tubuh terdengar suara tangisann balita. “Rafael!” seru Juan.Tanpa meminta ijin Juan melesak masuk ke dalam kamaar, yang hampir sajaaa di tutup. Dia melihat putranya menangis sedang dipangkuan Melani yang menyusui. “Sayang,” ucap Juan dengan suara bergetar.Melani mengangkat kepalanya dan terkejut melihat Juan berada di sana, kedua bola mata membulat sempurna. Bu Murni mengirim pesan teks kepada Candra dan memberitahu lokasinya saat ini, perlahan dia ke luar dari kamar dan memilih menunggu di luar saja.Bu Murni merasa bahwa itu adalah urusan pribadi sepasang suami istri tersebut dan dia tidak tepat berada di sana.“Mau apa kamu? Sana kau sama perempuan yang k