Jihan menatap Darren yang nampak begitu serius. "Ya."Bella menoleh padanya dan berbisik, "adik Bella?"Mata Jihan memenjarakan Bella dalam diam. Apakah ... Winda bisa disebut adik untuk Bella? Sosok putri yang sudah tidak ada, tapi tetap membekas dalam ingatan Jihan. Meski hati sedih, tapi Jihan berusaha untuk tetap tersenyum dan mengangguk."Iya. Adiknya Bella."Bella tersenyum dan kembali berbisik, "di mana?"Meski berusaha tersenyum, tapi Jihan tak bisa membendung air matanya. "Di sisi Allah, karena Allah lebih sayang dari pada mama."Bella membisu, kata itu sepertinya cukup familiar di telinga sang putri. Hingga Bella turun dari kursi hanya untuk mendekat padanya dan memeluk pinggangnya. Jihan tersenyum dan menghapus air matanya. Namun, ia langsung menatap pada Darren ketika suaminya ini memberikan tisu padanya."Aku tidak menyangka, akan menangis di sini," tuturnya sembari tersenyum."Hapus air matamu dengan tisu. Bella mencemaskanmu," tutur Darren membuat Jihan menurut.Setelah
"Aku orang yang rasional," ujar Darren membuat Jihan menoleh.Darren menatap Jihan serius. "Meski hatiku masih mencintainya, bagaimana pun dia orang yang sudah meninggal. Aku hanya perlu mengurus orang yang masih hidup, yakni Bella. Aku akan melakukan apa pun demi Bella.""Termasuk membuat namaku tertulis di akta kelahiran Bella?" tanya Jihan.Darren mengangguk. "Ya. Sebagai ibu kandung."Jihan tertegun. Kenapa harus ibu kandung, jika ibu tiri bisa dicantumkan? Namun, untuk akta kelahiran apakah bisa nama Jihan dicantumkan sebagai ibu tiri? Tapi, yang jadi masalahnya adalah, apa tidak apa-apa kalau Jihan dipalsukan sebagai ibu kandung."Apa tidak apa-apa Mas? Masalahnya itu bisa dianggap pemalsuan data," cemasnya."Memang, tapi Bella tidak punya ibu. Jadi tidak masalah, selama itu bukan pemaksaan," sahut Darren begitu santai.Masalah mengganti Jihan sebagai ibu kandung, nampaknya begitu mudah bagi Darren. Bukan masalah sama sekali. Jihan tertegun ketika tangan Darren terulur untuk men
Sore itu. Jihan dan Darren sedang berendam bersama di dalam bathub, namun tidak benar-benar hanya berendam saja. Tangan Darren membantu Jihan bergerak di atas. Sementara Jihan mencengkram erat pundak Darren.Bibir Darren tersenyum sinis dan berbisik, "kenapa? Tadi bilangnya mengajak mandi bersama. Tapi diajak begini malah mau."Jihan berusaha mengumpulkan fokusnya yang tercecer. "Mas juga yang katanya hanya bakal mandi bersama saja, kenapa malah mengajak?"Darren menyeringai dan mendekat hanya untuk menggigit bibir Jihan. Gigitan itu lumayan keras, jadi membuat Jihan sedikit meringis dan memukul Darren. Hingga Darren melepaskan gigitan dan berubah menjadi menyesap, tangan Darren juga semakin liar membantu Jihan bergerak. Membuat Jihan benar-benar tak bisa fokus lagi dan terburu menutup mulutnya yang ingin mengeluarkan suara.***Di meja makan, Bella sibuk menatap kedua orang tua yang nampak ceria, tidak seperti biasanya. Meski tidak tahu apa yang membuat Darren dan Jihan seperti itu,
"Menginap di hotel? Kenapa?" tanya Jihan tanpa menjauhkan kepala dari pundak suaminya."Karena hujan. Tidak mungkin kita balik ke rumah."Saat itu juga, Jihan langsung mengerutkan dahi. Apa hubungannya menginap di luar karena hujan? Bukankah mereka pergi dengan mobil? Tidak akan basah juga kalau mengemudi sampai rumah."Apa karena Bella yang sedang tidur? Makanya kita menginap di luar?" tanya Jihan.Darren sedikit meliriknya. "Bukan. Jalanan pasti licin kalau hujan sederas ini, terus pandangan juga terganggu. Jadi, lebih baik mencari penginapan terdekat.""Benar juga."Akhirnya, setelah melakukan reservasi secara online. Darren membawa Jihan dan Bella ke hotel terdekat, tentunya dengan mengemudi hati-hati. Hujan masih saja belum reda, namun ketika Jihan telah siap untuk membuka payung yang diberikan oleh Darren. Tiba-tiba saja hujan malah mulai berhenti.Hingga mata Jihan dan Darren saling bertatapan. Darren menatap sekitar yang benar-benar sudah tidak hujan. Kemudian Darren mengambil
Tengah malam, ketika Jihan tertidur sangat nyenyak. Darren nampak membuka mata dan turun dari ranjang hanya untuk menggeser sofa ke dekat kasur. Dengan perlahan, Darren memindahkan tubuh Bella untuk menjauh dari Jihan. Lantas, Darren merebahkan diri di sebelahnya. Bahkan, Darren dengan sengaja menarik Jihan ke dalam pelukan.Darren menoleh saat Bella menggeliat, tangan pun mengelus kepala sang putri. "Tidur Sayang."Jihan sedikit membuka matanya. Bibirnya langsung mengulas senyum ketika yang pertama kali dilihatnya adalah wajah Darren. Kemudian Jihan semakin masuk ke dalam pelukan Darren. Suaminya nampak sedikit kesulitan bernapas, namun Darren memilih untuk tidak menyingkirkan Jihan.Namun, ketika pagi tiba. Jihan melotot terkejut saat membuka mata, ia menemukan Darren berada tepat di depan matanya. Bahkan tangan Darren sedang memeluk tubuhnya. Jihan benar-benar tak menyangka kalau semalam itu bukanlah mimpi. Jihan memeluk Darren saat tidur."Bagaimana bisa aku tidur sambil memeluk D
Setelah membayar baju yang ia beli. Kini Jihan dan Luna memasuki outlet kosmetik, Luna tak beli banyak barang. Kemudian mereka berdua pergi ke cafe di sekitar mall. Jihan duduk berhadapan dengan Luna yang sibuk bermain ponsel."Hubungan Kakak dengan Kak Aksa baik-baik saja?" tanya Jihan mencoba untuk ikut campur.Luna berhenti bermain ponsel dan menatapnya. "Kenapa tanya?""Hanya ingin tahu saja."Luna berdecak, "pria yang hatinya dihuni wanita lain, mana bisa baik-baik saja berhubungan denganku."Jihan terdiam sejenak. Setelah dipikir sedikit, Jihan akhirnya bisa mengerti. Alasan Luna dinikahkan secara paksa dan tak pernah menjalin hubungan yang baik dengan Aksa. Semua itu karena Elina. Darren begitu tergila pada Elina dan menikahi wanita itu, namun Elina malah diam-diam menjalin kasih dengan Aksa.Setidaknya itu yang Jihan simpulkan. Namun, Jihan langsung membisu dan sibuk menyeruput minuman yang dipesannya saja. Jika benar Elina menjalin hubungan dengan Ak
Luna nampak marah dan berjalan lebih dulu, tentu membuat Jihan yang harus berjalan ke kasir dan membayar. Meski melayani pelanggan yang lain, tapi Abian sesekali berhenti di sekitarnya ketika melintas. Contohnya sekarang, ketika Jihan sedang antre."Dasar tidak tahu malu. Mentang-mentang sudah jadi istri orang kaya, main tuntut saja. Lebih baik kita urus kehidupan masing-masing, datang ke sini sebagai pelanggan saja, jangan membuat masalah," bisik Abian kemudian berjalan pergi.Jihan mengepalkan tangan dengan kesal. Sudah bagus Jihan membantu Abian lepas dari Luna yang bisa saja membuat manajer memecat. Bukannya terima kasih, malah menyuruhnya mengurus kehidupan masing-masing dan tidak saling mengganggu.Setelah membayar, Jihan memutuskan untuk keluar dari cafe. Namun, mata Jihan sibuk mencari keberadaan Luna serta mobil yang terparkir di sekitar mall. Jihan berakhir dengan menghela napas saat merasa kalau dirinya ditinggal. Meski cukup ragu, tapi Jihan mengambil telepon dan mencoba m
Abian berusaha tersenyum dan menggenggam tangan Yuna semakin erat. "Kenapa harus dibunuh?"Yuna menatap Abian serius. "Karena aku benci padanya. Nasibnya selalu baik, sementara aku biasa saja padahal aku selalu bekerja keras. Aku ingin Darren jatuh ke tanganku. Dengan Jihan tidak ada, maka Darren bisa aku rebut."Abian langsung tersenyum. "Kalau begitu, kenapa Jihan tidak untukku lagi saja? Dengan Jihan kembali padaku, maka Darren bisa kau rebut, Sayang."Yuna nampak tak percaya. "Kau yakin, bisa membuat Jihan terjerat padamu lagi?""Tentu saja. Aku adalah cinta sekaligus suami pertama baginya. Mana bisa Jihan melupakan aku begitu saja."Mendengar ucapan Abian yang penuh percaya diri, Yuna langsung tersenyum sinis. "Gila. Darren itu sangat tampan, setiap hari bisa memandang wajah seperti itu, hati wanita mana yang tidak luluh.""Tapi Jihan itu berbeda," sahut Abian merasa paling mengenal Jihan.Yuna mendengkus. "Kalau dia memang berbeda, maka sekarang dia