Bab 44Detik-detik"Yakin Bu, tak dampingi Arsilla di rumah Pak Kades?" tanya Pak Luyo kepada istrinya. Hanya sekedar ingin memastikan saja. Bu Anna menelan ludah yang ia rasa susah. Tatapan mata Bu Anna kosong. Hatinya masih sakit. Pikirannya pun kacau. Dengan pelan perempuan paruh baya itu menggelengkan kepalanya. Matanya pun tak mengarah ke arah suaminya. Tatapan matanya kosong. Hatinya masih sangat sakit. "Nggak, Pak, Ibu nggak akan sanggup. Ibu malu, ibu sangat malu dengan keadaan ini, Ibu nggak sanggup ketemu dengan orang-orang sini!" jawab Bu Anna. Pak Luyo menarik napasnya kuat dan menghembuskan pelan. Hatinya masih berkemelut hebat. Tapi dia paham betul perasaan istrinya. Karena dirinya sendiri pun juga merasakan. Sakitnya, malunya, memang masih terasa. "Bapak juga malu, tapi Bapak kasihan juga sama Arsilla!" balas Pak Luyo. "Arsilla nggak kasihan sama kita, Pak! Dia melakukan ini semua benar-bener nggak mikir sama sekali, nggak mikirkan perasaan kita," balas Bu Anna. Pak
Bab 45Detik Akhir"Owh, Mbak Tarfi'ah baru pulang, syukurlah dia baik-baik saja. Berarti tadi dia tadi tak langsung pulang. Tapi memang lebih baik seperti itu, karena kalau tadi dia langsung pulang pasti ketemu sama Arsilla! Nggak tahu lah apa yang terjadi, kalau sampai tadi ketemu sama Arsilla!" ucap Tamam dalam hati. Ya, saat telinganya mendengar suara deru motor, dia langsung mengintip dari jendela. Gendang telinganya hapal betul suara motor tetangganya itu. Sekarang hatinya lega, karena tetangganya itu baik-baik saja. Pulang sampai rumahnya dengan selamat. Tamam sudah siap menuju ke rumah Pak Luqman. Dia masih bingung Nabilla mau dititipkan ke mana. Karena tak mungkin akan dia ajak ke rumah Pak Luqman. Mau dititipkan ke Tarfi'ah lagi, dia tak enak hati. Tak enak sendiri dengan Tarfi'ah, karena tak mau semakin menambah masalah. "Emm, aku telpon Ibu saja. Tapi, apa iya ibu nggak dampingi Arsilla ke rumah Pak Kedes?" ucap Tamam resah. Dia bingung sendiri. Mau meninggalkan Nabilla
Bab 46Kekecewaan dan Maaf"Bapak kecewa sama kamu!" ucap Pak Narwan, bapaknya Anton. Nada suaranya sangat terdengar kecewa. Raut wajahnya pun tak bisa dibohongi, kalau dia memang sangat kecewa. Ya, bapaknya Anton telah datang ke kantor polisi, di mana Anton ditahan. Pak Narwan datang bersama adik kandungnya. "Om juga malu dan kecewa sama kamu Anton. Bisa-bisanya kamu berbuat seperti itu! Astagfirullah ...." sungut adik kandungnya Pak Narwan. Namanya Topa.Anton hanya bisa menundukan kepalanya. Dia tak berani menatap keduanya. Sepuluh jemarinya saling bertautan. Pertanda dia sedang mengontrol emosinya. Hatinya masih sesak dengan peristiwa saat dia dipaksa untuk dibawa ketempat ini. "Tega kamu sama Bapak!" sungut Pak Narwan, masih belum puas dengan mata menyalang memerah. Anton mendongakkan kepalanya pelan. "Maafkan Anton, Pak, tapi ini bukan sepenuhnya salah Anton. Anton dijebak! Tolong bantu Anton keluar dari sini! Pleas, Pak, tolong Anton!" pinta Anton. Pak Narwan menghela napa
Bab 47Membawa kabar apa?"Minum dulu, Pak Din!" pinta Pak Kades kepada Pak Samsudin. Napasnya ngos-ngosan karena lari cepat, agar segera sampai ke rumah Pak Kades. Cukup membuat semua penasaran. Pak Udin langsung menerima uluran gelar berisi air putih dari Pak Kades. Tanpa berlama-lama, langsung meneguknya hingga tak tersisa. Karena dia benar-benar haus. Haus karena berlari dengan cepat. "Alhamdulillah," ucap Pak Din, kemudian dia meletakkan gelas itu di atas meja. Mengelap mulutnya yang terasa basah terlebih dahulu. Mengatur napas yang sudah sedikit mereda. Semua mata yang ada, memandang ke arah Pak Samsudin. Penuh tanda tanya tentunya. Ada apa dengan Pak Samsudin. Kabar berita apa yang akan dia bawa. "Pak Din, ada apa? Kenapa sampai ngos-ngosan kayak gitu? Ada kabar apa?" tanya Pak Luqman pelan, setelah ia rasa Pak Din sudah sedikit tenang. Pak Din menarik napasnya sejenak. Kemudian mengembuskannya pelan. Menata hati terlebih dahulu. Agar bisa menyampaikan dengan tepat dan pas.
Bab 48Prasangka"Kedatangan saya ke sini, ingin meminta maaf atas kesalahan yang dibuat oleh anak saya! Saya sangat malu sekali!" ucap Pak Narwan kepada besannya, Bu Laila. Tetap didampingi oleh adik kandungnya. Topa. Nada suara lelaki paruh baya itu sangatlah terdengar berat di telinga Bu Laila.Mendengar itu, Bu Laila menghela napas sejenak. Menata hati yang berkemelut hebat. Ingin sekali melampiaskan emosinya. Ingin sekali memaki kasar lelaki di depannya ini, karena anaknya telah menggores luka yang sangat tajam, di hati anak perempuannya. Tapi ia urungkan. Ia sadar kalau masalah yang terjadi, bukan salah Pak Narwan. Tapi memang salah Anton. Tak seharusnya melampiaskan kekesalannya itu kepada Pak Narwan."Tenang Laila! Tenang! Ingat di sini Pak Narwan tak salah apa-apa. Dia sudah baik berani datang ke sini, untuk meminta maaf, atas kesalah yang bukan ia lakukan, tapi anaknyalah yang bersalah! Bukan lelaki di depanmu ini yang salah," ucap Bu Laila dalam hati. Dengan hati yang masih
Bab 49Arsilla dan Tarfi'ah"Astagfirullah ... ada apa sih ini?" ucap Razmi bingung. Bingung melihat Arsilla ribut dengan Tarfi'ah. Sama sekali tak paham. Kenapa mereka bisa tengkar hebat seperti itu. "Intinya cemburu, Mbak," sahut orang yang mendengar pertanyaan Razmi tadi. Seketika kening Razmi melipat. Lebih tepatnya mencerna. "Hah? Cemburu? Kenapa?" tanya Razmi lagi. Karena semakin penasaran. Cemburu dalam hal apa? Karena setahu Razmi memang Tarfi'ah tak ada sangkut paut dalam hal apa pun. "Nggak tahu, sih tepatnya gimana. Yang harusnya cemburu kan Mas Tamam ya, wong dia yang selingkuh sama ... eh, maaf!" jelas tetangga itu, baru nyadar kalau yang diajak bicara adalah Razmi, istri dari Anton. Hingga dia hanya bisa nyengir. Razmi menarik napasnya kuat-kuat. Kemudian mengembuskannya pelan. Paham betul maksud dari tetangganya itu. "Nggak apa-apa, Bu. Iya, makanya saya juga bingung, kenapa Mbak Arsilla yang cemburu, harusnya kan Mas Tamam yang cemburu," balas Razmi. Tetangganya i
Bab 50ENDINGHanya karena ego, semua hancur. Hanya karena nafsu, semua lebur. Hanya dan hanya semua menjadi musnah. Cinta dan kasih sayang dipertaruhkan. Bahkan rumah tangga yang dulu sangat indah, nyaman dan tentram, hancur begitu saja. Tak ada lagi sisa cinta. Tak ada lagi sisa kasih sayang. Hanya dalam hitungan detik, semua hilang begitu saja. Lenyap tak tersisa. Cinta yang dulu sangat kuat, kini hancur berkeping-keping. Cinta yang dulu dirasa sangat indah, kini rasa itu sudah tiada. Rasa itu telah sirna. Hanya waktu yang bisa menjawabnya. Yang tertinggal hanya kenangan. Kenangan baik maupun buruk, yang tertinggal hanya goresan. Goresan tajam yang mengenai hati, entah sampai kapan akan hilang. Karena luka itu terlalu dalam. Sekali lagi hanya waktu yang bisa menjawab. Karena luka itu, sudah meninggalkan rasa sakit yang sangat luar biasa. Trauma. Ya, bisa dibilang seperti itu. Ada rasa trauma jika ingin kembali. Kembali dengan orang yang sama. ***************************"Jad
Bab 1Kilas Masa Lalu"Mas, kalau kamu mau menikah lagi, aku ikhlas. Aku cukup sadar diri, aku tak bisa memberikan kamu keturunan," ucap Tarfi'ah entah sudah berapa kalinya dia ngomong seperti itu. Cukup membuat Tamam engap mendengarnya. Karena dia tak suka, istrinya ngomong seperti itu. Tamam menarik napasnya sejenak. Hatinya kesal dan sesak jika istrinya ngomong seperti itu. Tapi dia juga tak mau meninggikan nada suaranya. Karena itu pasti akan melukai perasaan perempuan yang lagi rapuh itu. "Dek, please, jangan bahas itu terus. Mas capek dengarnya. Apa kamu nggak capek bahas itu terus? Lagian kan ada Nabilla. Dia kan anak kamu juga," balas Tamam. Tarfi'ah menelan ludahnya sejenak. "Aku tahu, tapi aku merasa tidak sempurna menjadi perempuan," balas Tarfi'ah. Tamam mengusap wajahnya pelan. Semakin sesak jika dia mendengar itu. "Nabilla itu dari kecil sudah kamu asuh. Aku yakin dia sangat sayang sama kamu, mungkin baginya kamu itu sudah bukan ibu sambungnya lagi, tapi sudah ibu ka