Jika itu dulu, Shania pasti akan panik saat mendengarnya. Namun, kali ini dia hanya tersenyum dan berkata, "Audrey, kamu benar-benar naif. Kamu kira aku nggak melakukan apa-apa setelah kamu pergi bertahun-tahun?""Aku bisa berada di sisi Zayden memang awalnya karena dia salah mengenali orang. Tapi, mereka bisa menerimaku karena kehebatanku sendiri. Audrey, kalaupun kamu ingin kembali, apa Keluarga Moore bisa menerima wanita yang terus menggoda paman dan keponakannya? Apa kamu lupa saat dimarahi orang-orang sampai nggak berani keluar rumah?" lanjut Shania.Begitu membahas tentang hal ini, wajah Audrey seketika memerah. Ketika dia ingin berbicara, tatapan Shania yang suram tiba-tiba tertuju pada posisi di tangga.Saat berikutnya, Shania mendekati telinga Audrey dan mencengkeram pergelangan tangannya sambil mengancam, "Jadi, cepat pergi selagi aku belum berniat membunuhmu. Kalau nggak, mungkin anakmu akan mengalami kecelakaan seperti hari itu lagi."Tubuh Audrey pun menegang mendengarnya.
"Bukan aku! Aku nggak mendorongnya!" jelas Audrey buru-buru. Shania yang menjatuhkan dirinya sendiri.Akan tetapi, Zayden sama sekali tidak menatapnya. Tatapannya tertuju pada wanita yang tergeletak di atas genangan darah. Dia memanggil, "Shania! Shania!"Shania membuka mata sambil mengulurkan tangannya untuk meraih pakaian Zayden. Kini, tangannya berlumuran darah sehingga membuat jas Zayden kotor. Dia berkata, "Zayden, jangan salahkan Audrey. Aku sendiri yang nggak berhati-hati."Shania memaksakan diri untuk tersenyum. Namun, bekas tamparan di wajahnya seakan-akan sedang menceritakan semuanya.Audrey mengepalkan tangannya dengan erat. Dia sontak menyadari bahwa dirinya telah dijebak! Jadi, dia buru-buru menjelaskan lagi, "Aku benar-benar nggak mendorongnya!"Sayangnya, Zayden hanya meliriknya dengan dingin. Dia tidak berniat memedulikan Audrey lagi, hanya menunduk menatap Shania sambil berucap, "Bertahanlah, aku akan panggil ambulans."Zayden tidak berani menyentuh Shania karena takut
Shania sudah dibawa ke ambulans. Mobil melaju ke rumah sakit. Zayden duduk di samping sembari menatap tubuh Shania yang bersimbah darah dan bekas tamparan di wajahnya. Begitu teringat pada penjelasan Audrey barusan, tatapan Zayden seketika menjadi suram.Setibanya di rumah sakit, para staf medis segera mendorong Shania ke ruang gawat darurat. Melihat ini, Zayden hanya menunggu di luar. Sinar lampu yang dingin membuatnya terlihat makin mengerikan.Tidak lama kemudian, Felya tiba di rumah sakit dengan membawa ibu Shania. "Kenapa kalian datang?" tanya Zayden yang cukup terkejut.Felya sontak memelototi Zayden, lalu menimpali, "Ada kekacauan begitu besar di perusahaan. Shania mengalami kecelakaan, mana mungkin kami nggak datang?""Gimana kondisi Shania?" tanya Mia sembari menatap ruang gawat darurat dengan gelisah. Jelas-jelas hari pertunangan sudah dekat, tetapi putrinya malah mengalami kecelakaan seperti ini. Dia tentu panik.Sebelum Zayden sempat menjawab, pintu akhirnya dibuka. Dokter
Mia segera menggenggam tangan Shania, lalu berkata dengan emosional hingga air matanya hampir berlinang, "Shania, kamu sudah bangun? Gimana? Apa ada yang sakit?"Shania mengernyit sembari membalas, "Aku ... baik-baik saja."Felya juga buru-buru menghampiri saat melihat Shania siuman. Dia berkata, "Shania, tenang saja. Beri tahu Bibi, apa yang sebenarnya terjadi?"Shania tidak langsung menjawab, melainkan melirik Zayden sekilas. Kemudian, dia menggeleng sambil menyahut, "Bibi, nggak ada masalah. Aku nggak sengaja terjatuh, aku juga salah."Shania pun menyunggingkan senyuman getir, tetapi sontak menarik napas dalam-dalam karena tidak sengaja menarik lukanya.Hal ini membuat Mia dan Felya merasa geram. Mia berucap dengan sedih, "Shania, jangan bodoh. Kali ini dia berani mendorongmu ke tangga, berarti dia berani melakukan hal yang lebih kelewatan lagi. Aku saja nggak berani membayangkannya. Masa kamu nggak takut mati?"Zayden mengernyit mendengarnya. Ada banyak kecurigaan dalam kejadian in
Felya langsung menyuruh seseorang melaporkan kejadian ini kepada polisi. Tidak lama kemudian, polisi akhirnya tiba.Seperti biasa, polisi menanyakan beberapa hal kepada Shania, juga memeriksa luka di tubuhnya untuk mencatat kesaksian.Karena yang terluka adalah calon istri Zayden sekaligus calon Nyonya Muda Keluarga Moore, polisi pun sangat mementingkan kasus ini."Kami akan menyelidiki kasus ini secepatnya dan memberi kalian jawaban yang memuaskan," ucap si polisi.Kemudian, Zayden berniat mengikuti polisi yang hendak pergi ke Grup Moore untuk mengambil bukti, tetapi Felya malah menghentikannya. "Zayden, kamu temani Shania di sini. Waktu kamu demam, dia juga menemanimu 3 hari 3 malam. Sekarang saatnya kamu merawat dia dengan baik."Langkah kaki Zayden seketika terhenti. Felya menambahkan dengan tegas, "Aku takut kamu bertindak bodoh. Kita sudah sepakat masalah ini diserahkan kepada polisi, jadi jangan ikut campur lagi."Felya khawatir Zayden akan memikirkan cara supaya Audrey bisa ter
Audrey tidak bisa membantah mendengarnya. Dengan demikian, dia didorong masuk dengan agak kasar. Masih ada beberapa wanita di sel ini. Ketika melihat Audrey masuk, tidak ada yang peduli.Sesudah itu, Audrey mencari ranjang kosong dan duduk di atasnya. Ranjang yang dingin dan keras ini sungguh tidak nyaman saat diduduki. Namun, dia tidak sempat memedulikan hal ini lagi.Audrey pulang demi kesembuhan Dash. Dia ingin mencari sumsum tulang yang cocok untuk putranya. Dia seharusnya berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan masalah ini, tetapi malah dikurung di sel, bahkan tidak tahu kapan bisa bebas.Audrey merasa dirinya sungguh menyedihkan. Dia perlahan-lahan meringkukkan badannya. Air mata yang hangat tanpa sadar berlinang di wajahnya.....Di dalam bangsal, Zayden duduk di kursi untuk menemani Shania. Meskipun raganya di sini, matanya terus tertuju ke arah lain, seolah-olah pikirannya entah melayang ke mana-mana.Shania tentu tahu pria ini sedang memikirkan hal lain. Setiap kali Zayden m
Audrey mematung di tempat. Bahkan sebelum sempat melawan, Audrey telah terjatuh. "Kalian mau apa?" Audrey tiba-tiba tersadar dan hendak berdiri untuk mempertanyakan mengapa kedua orang ini tiba-tiba menyerangnya. Namun sebelum dia sempat bangkit, kedua orang itu telah menghajar dan menendang Audrey. Audrey kesakitan hingga tidak bisa bersuara."Cepat berlutut dan minta maaf, mungkin kami masih bisa mengampunimu."Audrey ditekan dan dipaksa untuk berlutut, tetapi dia berusaha melawannya. Dia tidak mengerti mengapa kedua orang ini memperlakukannya seperti ini. Namun, Audrey pasti tidak akan berlutut jika tidak melakukan kesalahan. Perlawanan Audrey membuat kedua orang itu menjadi semakin kejam. Mereka memukulinya dengan semakin keras.Audrey dipukul hingga hampir kehilangan kesadaran. Setiap bagian di tubuhnya terasa begitu sakit. Kini dia tampak sangat mengenaskan dan tidak ada harga diri sama sekali. Bahkan, Audrey merasa dirinya akan mati sekarang juga. Namun, wajah Dash langsung tebe
Emilia bergegas menelepon Zayden. Setelah menunggu cukup lama, Zayden baru menjawab panggilannya. Saat ini Zayden baru keluar dari rumah sakit dan bersiap untuk pulang. Berhubung ada keluarga Shania yang bisa berjaga malam, Zayden pun bisa pulang untuk beristirahat. Mendengar ponselnya berdering, Zayden ragu-ragu sejenak sebelum menjawabnya."Zayden, aku Emilia. Apa kamu tahu Audrey ditangkap?" tanya Emilia buru-buru.Mendengar nama Audrey, Zayden hanya mengernyit. "Aku yang menyuruh pihak kepolisian menangani masalah ini, apa ada masalah?"Emilia tertegun mendengarnya. Ternyata orang yang menyuruh polisi menangkap Audrey adalah Zayden? Apa sebenarnya yang sedang dipikirkan pria ini? Apa dia benar-benar percaya Audrey akan melukai orang tanpa sebab?"Aku nggak tahu apa yang terjadi, tapi seharusnya kamu tahu kepribadian Audrey. Dia nggak mungkin melakukan hal seperti itu. Sekarang dia benar-benar dalam masalah, nggak bisa menunda-nunda waktu lagi di tempat seperti itu ...."Tangan Zayd