Mas, a-aku minta maaf padamu. Aku baru sadar selama menjadi istrimu, aku banyak salah dan tak mendengarkan setiap perkataanmu. Aku minta maaf karena aku lebih mendengarkan pendapat keluargaku dan membiarkan mereka ikut campur dalam rumah tangga kita. Aku salah, Mas ... aku minta maaf!" Risa berkata dengan rasa bersalah yang tampak di matanya.Rangga tercengang, dia tak menyangka jika Risa telah menyadari semuanya. Selama ini dia sudah sering berbicara untuk mengingatkan istrinya itu namun juga tak ada perubahan, justru saat dia menyerah istrinya mulai berubah.Ada rasa haru, ada rasa bahagia namun dia juga bingung dengan keadaan ini."Aku juga minta maaf, Ris. Aku juga sudah bersalah padamu," ucap Rangga dengan mata berkaca-kaca.Risa yang sedari tadi menundukkan pandangan, sontak mendongak dan menatap ke arah suaminya."Mas, apa bisa kita memperbaiki rumah tangga kita lagi?" tanya Risa ragu.Rangga menatap istrinya dalam kebisuan, dia masih bingung dengan keadaan ini."Ris, kita bica
PIL KB MERUSAK KECANTIKANKUBab 54A (66)"Dek, Mama mana?" tanya Risa pada adiknya begitu sampai di rumah."Ke warung katanya mau beli bumbu, Mbak," sahutnya seraya melirik Rangga yang berdiri di samping Risa.Risa akhirnya mengajak Rangga ke kamar untuk membantunya mengemas barang-barang yang akan dibawanya."Mas, kamu rebahan aja. Aku gak mau kamu terlalu capek, aku takut luka bekas operasimu nanti sakit," pesan Risa khawatir seraya memasukkan baju-baju miliknya dan juga Andika ke dalam koper."Gak apa-apa, aku bantu yang ringan-ringan aja, kok," sahut Rangga dengan tersenyum simpul.Bu Yuni datang dan menghampiri Risa di kamarnya. Dia tahu anaknya itu datang karena ada mobil Rangga di depan.Saat melihat putrinya itu berkemas, Bu Yuni membelalakkan matanya, kaget."Ris, kamu mau ke mana pakai bawa-bawa koper segala, hah!?" tanya Bu Yuni dengan mata melotot."Aku mau ikut Mas Rangga tinggal di rumah kontrakannya, Ma" sahut Risa seraya sibuk memasukkan beberapa surat penting ke dalam
Malam itu Kinan gelisah memikirkan Radit yang akan pergi. Dipandangi wajah mungil Caca yang tengah tertidur lelap di sampingnya.Sebisa mungkin dipejamkan kedua matanya, namun tetap tak bisa. Saat dia menutup mata malah wajah Radit yang berkelebat di alam pikirannya.Dia bangun dan meraih ponsel yang ada di atas nakas. Mencoba mengirim pesan pada Radit namun takut mengganggu. Tak biasanya dia segugup ini, biasanya dia selalu mengirim pesan jika dia mau tak peduli kapan pun waktunya.Ditulisnya beberapa kata diatas ponsel itu, saat dia ingin mengirimnya perasaan ragu kembali menghampiri. Akhirnya dihapusnya kembali pesan itu hingga beberapa kali dia melakukan itu.Saat dia ingin menulis kembali tiba-tiba ponselnya berdering dan ternyata ada telepon yang masuk dari Radit.Seulas senyum muncul di bibir tipisnya, segera diterima telepon itu."Mas Radit, ada apa?" tanya Kinan dengan senyum mengembang."Kamu mau nulis pesan apa sih, dari tadi aku lihat keterangannya mengetik terus tapi tida
"Ibu lihat kamu ceria sekali, apa yang membuatmu begitu bahagia, Kinan?" tanya Bu Rina dengan senyum mengembang.Aura kebahagiaan yang terpancar dari diri seseorang memang bisa menyalurkan energi positif untuk orang lain. Itulah mengapa ada salah satu hadist yang mengatakan bahwa senyum kita di depan orang lain itu sedekah."Iya, Bu. Aku bahagia sekali, aku dan Mas Radit sepakat menjalin hubungan yang lebih serius lagi," ucap Kinan dengan senyum yang tak lepas dari wajah ayunya."Jadi kamu menerima Radit?" tanya Bu Rina seraya menaikkan kedua alisnya.Kinan mengangguk mantap untuk meyakinkan ibunya. "Alhamdulillah, semoga kalian bisa segera menuju ke jenjang yang lebih tinggi lagi ya." Doa Bu Rina untuk putrinya."Aamiin ...." Kinan mengamini doa ibunya.Mereka mengobrol sambil mengawasi Caca yang sedang bermain dengan boneka-bonekanya.Mereka tak menyadari ada Ranti yang berdiri menatap dengan pandangan yang sulit diartikan."Selalu Kinan yang mendapatkan doa terbaik dari Ibu." ucap
Bagas yang tak menyadari kesalahannya, menatap heran pada mereka yang hadir lalu beralih menatap Ranti di sampingnya.Ranti dengan mata berkaca-kaca menatap nanar calon suaminya itu, mulutnya terkunci hanya ekspresi wajahnya yang mewakili perasaannya saat ini.Saat mata mereka bertemu, Ranti memilih menundukkan wajahnya menyembunyikan rasa malu dan kecewa yang tersemat di hatinya. Sedangkan kedua tangannya yang ada dipangkuannya mengepal hingga memutih menampakkan garis buku jemarinya menahan emosi di dada.Kinan yang berdiri di samping kursi Bu Rina sambil menggendong Caca merasa malu sekaligus sedih. Malu karena Bagas mengucapkan namanya dan sedih karena bisa merasakan apa yang dirasakan kakaknya saat ini.Pak Rahmat yang ada disamping Bagas lekas menyenggol putranya itu, Bagas menoleh dan menautkan kedua alisnya seraya menaikkan dagunya.Pak Rahmat mendekatkan diri ke Bagas dan berbisik di telinganya." Kamu salah sebut nama," Wajah Bagas berubah menjadi pias, rasa malu menjalar d
Air mata Kinan meluncur tak terbendung, saat mantan suaminya itu semakin brutal melucuti pakaiannya.Tak berdaya! Itu yang saat ini Kinan rasakan, dalam hati dia cuma bisa berdoa mengharapkan pertolongan pada Tuhannya.Saat berada dalam keputusasaan, tiba-tiba pintu kamarnya ada yang membuka.Bu Rina berdiri dengan mata terbelalak melihat pemandangan yang ada di depannya. "B*jingan!! Lepaskan Kinan!" teriak Bu Rina sambil memukul dan menarik Bagas.Bu Rina menatap nyalang pada pria itu, nafasnya memburu, wajahnya merah padam dipenuhi oleh emosi.Kinan meringkuk menangis mengiba seraya menarik selimut dan menutupi tubuhnya. Pakaian yang dikenakannya berantakan dan banyak sisi yang robek.Dinda yang mendengar suara teriakan ibunya segera menyusul ke kamar itu dan dia menutup mulutnya terkejut melihat kondisi Kinan yang berantakan."A-ada apa ini, Bu? Kenapa Mas Bagas ada di sini juga?" tanya Dinda memandang mereka secara bergantian.Bu Rina dengan garang menjawab pertanyaan putrinya."
"Ibu?!" Kinan membelalakkan matanya begitu masuk ke dalam rumahnya.matanya berbinar kala mendapati Radit diantara banyak tamu yang bertandang ke rumahnya.Bu Rina tersenyum hangat saat melihat putrinya itu datang dan menyebut namanya."Masuklah, Kinan. Radit datang bersama keluarga besarnya," ucap Bu Rina dengan senyum yang menghiasi wajahnya.Kinan masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya, dia hanya bisa berdiri memaku dengan wajah bingung.Radit tersenyum lembut mendapati kekasihnya yang tampak syok dengan kehadirannya dan keluarganya. Pria itu lantas berdiri dan menghampiri Kinan."Kinan, maaf ya aku ke sini tak mengabarimu dan membuatmu terkejut," ucap Kinan seraya menuntun Kinan masuk ke dalam rumah."Iya, Mas. Kamu sukses membuatku terkejut," balas Kinan lalu menyalami anggota keluarga Radit satu persatu.Ada ayah dan ibu Radit, kakak-kakak perempuan Radit, keponakan, bahkan bulek dan pakliknya juga ikut berkunjung ke rumah Kinan.Saat menyalami Bu Niken-ibunya Radit- wanit
Setibanya di rumah, Rangga lantas memberikan obat itu kepada Risa."Ris, ini segera diminum obatnya," ucap Rangga pada istrinya yang terbaring lemah.Wajah Risa tampak pucat, tak ada satu makanan pun yang masuk ke lambungnya. Asal dimasuki makanan, maka dirinya akan kembali memuntahkannya. Karena itu Rangga memilih tidak berangkat ke kantor karena khawatir dengannya.Saat ini yang diinginkannya cuma yang asem-asem seperti mangga muda.Risa segera meminum obat yang telah diberikan oleh Rangga setelah itu dia meminum air putih secukupnya.Belum juga dia kembali berbaring, rasa mual kembali melandanya. Semakin lama semakin tak bisa ditahan hingga Risa berlari ke kamar mandi dan kembali muntah.Rangga begitu khawatir dan memijit tengkuk istrinya."Kita ke dokter aja, Ris. Siapa tahu ada hal lain yang membuatmu seperti ini," ucap Rangga cemas."Gak apa-apa, Mas. Aku cuma masuk angin saja. Lagian aku males keluar rumah. Oh ya, mana mangga muda pesananku tadi?" tanya Risa menagih pesanannya.