Asha terbangun, ia sedikit kesiangan. Rupanya meskipun tidur di atas sofa nyatanya ia bisa tidur nyenyak. "Hoahm! " Asha menguap berkali-kali sembari mengerjapkan matanya, mengumpulkan separuh nyawanya dan kesadarannya. Ia melihat ke sekeliling, ternyata ia masih di sini. Ya, bulan madu yang kata orang adalah momen yang sangat intim dan juga romantis bagi pasangan lain, namun tidak dengan dirinya. "Rupanya aku mimpi, hihi! " gumam Asha. Ia lantas menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. "Loh kok, perasaan aku semalam tidur nggak pakai selimut." Lalu Asha kembali tersadar jika bukan hanya selimut saja, namun ia juga menemukan bantal. Asha ingat betul jika semalam ia tidur meringkuk di sofa ini, namun pagi ini ia bangun sudah ada kedua benda itu. "Pantas saja tidurku lumayan nyaman, apa cowok dingin itu yang melakukannya? " Tanpa disadari bibir Asha tersenyum. Rupanya meskipun terlihat cuek dan dingin, nyatanya Damian peduli kepadanya. Asha melangkahkan kakinya, ingin melihat ap
"Permisi!!" ucap seseorang di depan rumah milik Bu Hani.Tak berapa lama, Bu Hani keluar dan melihat siapa yang datang. "Siapa ya? Dan ada perlu apa?" tanya Bu Hani pada orang itu."Apakah betul ini rumah Mbak Asha, ada undangan buat dia," jawab orang tadi.Rupanya, orang tadi datang untuk mengirimkan undangan pernihakan dari teman Asha. "Undangan nikah ya, Bu Hani? Aduh, kok Asha dapat undangan terus, lalu kapan dong Asha yang ngirim undangan? Jangan lama-lama biarin anaknya menjomblo, Bu Hani! Takutnya–"Tetangga Bu Hani tak melanjutkan perkataannya, karena melihat wajah Bu Hani yang sepertinya marah sekali. Setelah tetangganya tadi masuk ke dalam rumahnya, Bu Hani juga masuk ke rumah dengan raut wajah yang kecut seperti buah mangga yang masih muda. "Kenapa Bu? Kok mukanya masam begitu?""Biasa lah Yah, Ibu tuh heran deh sama anak kita Yah, kapan ya dia akan nikah nyusul teman-temannya. Ini saja tadi Asha dapat undangan nikahan dari temannya. Lah anak kita kapan Yah?" ucap Ibu, me
Adalah Damian Aditya, putra dari Bu Sulis, teman dari Bu Hani, ibunya Asha. Ia juga senasib dengan Asha, kerap mendapat pertanyaan dari mamanya, kapan ia akan mengenalkan calon pasangannya. "Damian!" panggil Bu Sulis pada anak laki-lakinya.Damian mendekat, dan bertanya "Ada apa, Ma?""Damian, kamu tau kan kalau Mama ingin kamu untuk segera menikah? Jadi, kapan kamu mau kenalin calon istri kamu ke Mama, hm?"Damian merasa jengah, jangankan calon istri, teman wanita yang dekat saja ia tak punya. Wajahnya memang tampan, hanya saja Damian begitu kaku kalau berurusan dengan wanita. Bukan cuma sekali dua kali mamanya menanyakan hal ini, bahkan sebelumnya, ia pernah dikenalkan dengan seorang gadis, hanya saja Damian tak suka dengan gadis itu yang ternyata hanya mengincar hartanya saja."Kenapa kamu diam? Baiklah, nanti Mama akan kenalkan kamu dengan anak teman Mama!"Damian tak bisa menolak, ia tau kalau menolak keinginan Mama, pasti mamanya akan ceramah panjang dan lebar."Terserah Mama
"Bu, aku mohon kali ini aja ya, plis! Bukankah Ibu hanya makan siang saja? Aku ikut atau nggak kan nggak masalah, ya Bu, ya?" Kembali Asha merayu sang Ibu, berharap kali ini rayuannya mempan."Nggak bisa, Asha!" pekik Bu Hani. "Ibu sudah janji mau ajak kamu untuk dikenalkan dengan anak teman Ibu, nggak enak kalau dibatalkan. Lagian siapa tau nanti setelah itu kalian berjodoh. Ingat, apa yang Ibu katakan waktu itu, dalam waktu sebulan kamu harus punya calon pasangan," ujar Bu Hani.Sebenarnya Asha sedih kalau harus melewatkan live streaming kali ini, tapi ia juga tau kalau perintah Ibu adalah wajib dituruti. Akhirnya, ia pun mengalah dan ikut pergi dengan hati yang merana sekali."Ya udah deh," jawab Asha tak bersemangat."Nah, gitu dong! Sudah jangan manyun terus, ayo kita berangkat sekarang! Taksi sudah menunggu di depan."Sementara di lain tempat, Bu Sulis yang merupakan teman lama Bu Hani pun sedang bersiap. Ia juga setuju dengan ide dari Bu Hani untuk menjodohkan anak mereka."Dam
"Ini anak kamu, Han? Cantik juga ya," puji Sulis. Sedangkan Damian, tentu saja memasang wajah datar tanpa ekspresi."Sha, kenapa sama sepatu kamu? Kenapa kamu malah menentengnya? Bukan malah dipakai?" bisik Bu Hani pada anak perempuannya."Patah Bu, Ibuu sih nyuruh aku pakai beginian. Udah tau aku nggak terbiasa pakai," jawab Asha dengan entengnya, namun membuat Bu Hani merasa sedikit malu pada Sulis dan juga Damian.Mereka pun makan siang bersama. Bu Sulis dan Bu Hani ngobrol banyak hal, tapi berbeda dengan Asha dan juga Damian. Rupanya Asha masih sedikit kesal dengan cowok kulkas di hadapannya ini. "Damian!" Bu sulis memanggil putranya."Ya Ma," jawab Damian singkat."Nanti kamu pulangnya tolong antar kan Asha ya! Mama ada urusan sebentar sama Bu Hani, kami kan udah lama nggak ketemu," perintah Bu Sulis."Tapi Tante, aku bisa pulang sendiri kok," jawab Asha cepat.Asha mendongak, tak bisa ia bayangkan kalau harus pulang bersama cowok kulkas ini, awal pertemuan mereka saja tadi ada
Asha memutar bola mata malas, namun akhirnya ia mau masuk juga ke dalam mobil, begitu pula dengan Damian yang langsung masuk saja tanpa membukakan pintu mobil untuk Asha."Memangnya kamu pikir aku sopir kamu?" Damian berucap dengan wajah datarnya saat mereka berdua sudah dalam mobil. Asha bingung 'Bukannya tadi dia sendiri yang menyuruhnya untuk masuk? Kenapa sekarang malah bilang begitu? Dasar cowok aneh!"Asha masih tidak mengerti, kalau bukan Damian yang menyetir mobil, lantas siapa yang akan jadi sopir, sedangkan ia tidak tau caranya mengendarai mobil."Turun!" perintah Damian."Hey! Cowok aneh! Maksud kamu apa, hah? Kalau nggak mau antar ya bilang aja dari awal! Kenapa baru sekarang? " Asha sungguh merasa kesal dengan cowok di depannya ini.Damian melirik sekilas pada Asha, ia bisa melihat wajah gadis itu yang merah padam menahan amarah. Dari sekian banyak perempuan yang dijodohkan dengannya, hanya Asha yang sikapnya sedikit bar-bar. Namun sayang, kebanyakan dari mereka mau dijo
Asha menyusul Damian, ia berlari kecil agar tidak ketinggalan. Ketika sudah hampir dekat jarak diantara mereka, Damian berhenti secara mendadak, membuat Asha menabrak tubuhnya."Aw! Hei, kamu suka sekali sih bikin aku nabrak!" Asha kesal, sudah 2 kali ia menabrak si cowok dingin itu hari ini."Makanya, kalau jalan pakai mata!" sahut Damian ketus. Bukannya meminta maaf, ia malah lanjut jalan lagi. Sepertinya Damian suka sekali membuat Asha merasa kesal. Menuju sebuah store yang menjual sepatu, berbagai macam dan merk sepatu terjejer rapi. Asha mengikuti saja langkah kemana Damian pergi."Pilihlah yang kamu suka!" ucap Damian dengan wajah datarnya. Tanpa menjawab, Asha lalu berjalan dan melihat-lihat, ada banyak sepatu di sini. Tapi ia bingung akan memilih yang mana."Hah? Yang benar saja? I–ini harganya segini?" Asha begitu kaget melihat harga yang tertera untuk sepasang sepatu, ia pun berbalik dan menghampiri Damian yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya."Sudah?" tanya Damian
Dengan santainya, Damian membayar belanjaan Asha, sementara Asha sendiri ketar-ketir memikirkan banyaknya nominal yang harus ia ganti nanti. 'Satu juta lebih cuma dapat 2 pasang sepatu? Ah, menyesal sekali tadi aku ikut saja dengan cowok aneh ini, ini terlalu mahal, dan bagaimana aku bisa menggantinya nanti? Daripada buat beli sepatu mahal-mahal begini, lebih baik uangnya aku tabung buat nonton konser.'Asha masih memikirkan uang tadi, sampai ia tak menyadari kalau Damian sudah lebih dulu berjalan. Ia memang sedang menabung, namun untuk membeli sepatu itu rasanya ia tak rela saja. Uang itu rencananya ia kumpulkan untuk membeli tiket konser idolanya. "Harusnya tadi kita–"Ternyata Asha berbicara sendiri, Damian sudah agak jauh meninggalkan dirinya. Hanya kasir saja yang sepertinya melihat Asha seperti orang yang kebingungan. Asha menggaruk kepalanya yang tak gatal, terlihat seperti orang yang bod*h. Lalu ia pun menyusul Damian, jangan sampai dia ditinggal pulang oleh cowok itu kare