"Saya harus mencari cara untuk membungkam Quen. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Mumpung tidak ada siapa-siapa dirumah, alangkah baiknya saya mengobrol dengannya." Jeanne merasa gusar karena Quen tahu bahwa ia telah berkhianat dengan suaminya.Ia berjalan perlahan menuju ruang kerja Quen. Bukankah ini waktu yang sangat tepat. Ibu mertuanya pergi karna ada urusan, seperti biasa suaminya juga pergi untuk bekerja. Ia dilarang untuk ikut bekerja untuk menjaga bayi dalam kandungannya.Jeanne membuka pintu perlahan. Namun, ia tidak menemukan siapa-siapa diruang kerja itu. Jeanne berjalan menuju dapur. Terlihat Quen sedang sibuk membuat adonan kue."Quen, disini kamu rupanya. Ada hal yang perlu kita bicarakan. Sebagai sesama wanita saya hanya ingin kamu mendukung saya." Ia menggeser tempat duduk tepat, mendudukan dirinya tepat di depan Quen.Sangat terlihat jelas, Quen sama sekali tidak tertarik dengan perkataan istri keduanya suaminya tersebut. Jeanne atau Berenice menurutnya sama saja
"Ternyata benar kata Mama, jika saja saya dulu mengikuti apakata mereka tentunya, tidak akan seperti sekarang," gumam Quen.Ia termenung mengingat pertengkarannya dengan orang tuanya. Beberapa tahun sebelumnya ketika ia berniat meminta restu. Orang tuanya sama sekali tidak mengizinkan untuk menikahi Edward. Banyak alasan tidak masuk akal menurut Quen yang dikemukakan."Tapi, Pa. Saya mencintainya, saya yakin dia bisa bertanggung jawab terhadap kehidupan yang akan kami jalani." Quen berusaha meyakinkan papanya ketika hendak memutuskan menikah dengan Edward."Keluarganya bukan keluarga yang baik. Kenapa kamu begitu keras kepala dan tidak mau mendengarkan Papa?!" Nada suara meninggi dari lelaki dengan rambut yang telah memutih semua. "Kamu belum kenal siapa orang tua lelaki itu dan dengan yakin memutuskan menikah? Apakah kamu sudah gila?!""Tapi, Pa ... dia tulus mencintai saya, tanpa memandang latar belakang keluarga ..."Lelaki itu memotong perkataan Quen yang masih berusaha menyakinka
"Quen! Dimana dirimu?!" Suara serak mengisi seluruh ruangan. Mendengar namanya disebut, Quen tergopoh berlari. Baru saja ia selesai memanggang kue terakhirnya. Ada saja yang mencarinya."Ada apa? Kenapa kamu seperti terburu-buru?" tanya Quen kepada Edward yang sedang terduduk di sofa ruang tamu."Kamu tahu? Kania, si artis besar itu meminta saya membuatkan gaun untuk acara Met Gala tahun ini. Apakah kamu bisa membantu saya sekali ini? Kamu akan dikenal sebagai perancang busana terbaik jika bersedia merancang kali ini. Tidakkah itu bagus untuk dirimu kedepannya? Bayangkan, kamu berjalan dipanggung megah diikuti oleh model-model yang memperagakan gaun-gaun indah yang kamu buat. Bukankah itu mimpimu selama ini?"Quen menelan ludahnya membayangkan betapa sangat inginnya ia menjadi perancang busana yang hebat. Ia kembali memikirkan perkataan Edward soal rancangan untuk si artis. Namun, ada rasa takut jika Edward kembali mengakui karyanya adalah rancangan milik pribadinya."Apa tema untuk M
"Nenek, saya mau gula-gula seperti yang dibawa anak itu," rengek Edward ketika diajak pergi ke supermarket oleh Neneknya. Ketika itu ia baru berusia 7 tahun.Mamanya sengaja menitipkannya kepada Nenek karna harus bekerja diluar negeri. Penghasilan yang mamanya dapatkan tidak mencukupi kebutuhan hidup untuk mereka berdua. Dengan berat hati Berenice meninggalkan Edward kecil pada mamanya."Lihat, uang yang mamamu kirimkan hanya cukup untuk membeli kebutuhan pokok kita. Jika kamu mau gula-gula itu, seharusnya kamu membantu mamamu bekerja! Berhenti merengek untuk meminta hal-hal yang tidak mungkin akan kamu dapatkan!" Wanita tua dengan setelan rapi berwarna coklat, memakai kacamata dengan rantai kecil mengikat menyeret Edward menuju kasir dan membayar semua belanjaan dengan cepat.Ia adalah Marlyne Barclay, seorang pengusaha berlian yang namanya tersohor di Kanada. Kini ia harus menjalani hidup yang menyusahkan dimasa tuanya. Anak keduanya dengan tega menipu semua harta yang ia miliki dan
"Kania sangat suka dengan rancangan yang kamu buat." Binar bahagia memancar dari wajah Edward. "Benarkah? Ini sangat luar biasa." Tidak ketinggalan dengan Quen. Ia memang telah yakin bahwa artis tersebut pasti akan menyukai desain yang ia buat.Dari kejauhan, sepasang mata indah menatap tajam kedua manusia yang sedang bersuka cita atas keberhasilanya membuat satu pelanggan besar puas dengan rancangan yang dibuat. Ia merasa risih dengan melihat keakraban Edward dan Quen. Perlahan ia mencoba mendekati."Ada apa ini?" tanyanya sinis. Pandangannya hanya terfokuskan kepada Quen. "Oh ... baby, Kania menyukai rancangan gaun untuk Met Gala.""Wah ... benarkah? Dengan begitu kamu tidak perlu mengeluarkan dana lebih banyak lagi untuk promosi. Selamat sayang." Jeanne mendekap mesra suaminya. Pelukan hangat itu berhasil membuat wanita disampingnya menunduk dan melangkah mundur perlahan.Quen menuju ke kamarnya. Perasaan nanar menyebar dengan cepat ke seluruh tubuhnya. Hatinya seperti ditusuk de
"Menurut kalian, apakah istri Edward yang sekarang baik?" tanya Quen kepada sahabatnya."Jeanne maksud kamu?" tanya Sarah balik.Sesuai janji mereka bertemu disalah satu kafe milik Michelle. Sangat sulit untuk Quen bisa keluar rumah. Kebetulan hari ini adalah jadwal belanja bulanan, sehingga ia bisa bertemu dengan sahabat-sahabatnya."Jeanne adalah orang yang baik, pacarnya pernah bekerja di kantor Papa. Setelah mamanya meninggal, tidak butuh waktu lama papanya menikah lagi. Dia harus menuruti semua keinginan mama tirinya," terang Sarah.Kini Quen memaklumi, pantas saja Jeanne merasa takut ketika berhadapan dengan Berenice. Selama ini, ia juga menyimpan trauma karna mama tirinya. Rasa iba kembali menyerang Quen."Michelle lebih tahu banyak soal Jeanne. Kita tunggu dia selesai dengan urusan kafenya." Quen dan Sarah bersamaan memandang Michelle yang sedang sibuk memberikan arahan kepada pegawainya. Melihat dua sahabatnya telah menunggunya, ia segera menghampiri."Sudah sampai mana obro
"Ini kesempatan emas untukmu dekat dengan putri dari Crowndlier. Mama tidak peduli bagaiamana caranya, kamu harus menyingkirkan dua wanita tidak berguna itu." Berenice dengan anggun meminum teh yang ada di depannya diikuti lirikan tajam menghadap ke jalanan."Tapi, Ma. Bagaimana dengan Jeanne? Bukankah dia adalah anak sahabat Mama? Tidakkah itu akan jadi masalah jika saya menyingkirkannya?" Edward menatap Berenice dengan seksama."Justru ide ini dari dia. Papa dari Jeanne mengikuti semua perkataan istrinya. Jadi jangan khawatir."Dalam kehidupan keluarga Barclay, cinta bukanlah hal utama yang harus dicari dan dikejar. Edward yang sama sekali tidak pernah merasakan adanya cinta dihidupkan, tidak peduli dengan pengorbanan orang lain. Baginya, menjadi tidak terhina adalah lebih penting.Setelah selesai berbincang dengan mamanya di restoran. Edward pamit untuk pulang. Bagaimanapun jalan satu-satunya adalah menceraikan kedua istri bodohnya. Ia melajukan mobilnya dengan cepat. Sudah tidak
"Saya sudah bercerai dengan dua wanita bodoh itu." Edward meneguk kopinya perlahan-lahan."Lo ... kenapa?" tanya Vinn heran.Edward menceritakan semua rencananya tanpa ragu kepada Vinn. Di dalam hati kecilnya, Vinn merasa sangat bahagia. Setidaknya ia ada kesempatan untuk mendekati mantan istri dari sahabatnya.Bukannya itu bukan masalah besar, toh pernikahan mereka hanya atas dasar cinta sepihak saja. Vinn mencoba mengontrol ekspresi bahagianya. Ia terus menanyakan perihal apa yang membuat Edward begitu yakin akan mendapatkan putri dari Crowndlier grup."Edward tidak mungkin tidak bisa mendapatkannya, tinggal tunggu saja. Saya sangat menantikan kerjasama ini." Dengan angkuh Edward merasa bahwa dirinya adalah memang ditakdirkan sebagai penakluk wanita."Baiklah. Jadi bagaimana keberlanjutan soal fashion show yang akan kamu buat?" tanya Vinn sambil menatap tajam ke arah Edward."Tinggal perekrutan model-model. Menurut kamu apakah perlu memiliki model sendiri atau bekerjasama dengan sal