Edgar, nggak ada manis-manisnya waktu pengakuan Cinta sama Zola🥴
Zola tak menyangka jika tangan Edgar masih terulur untuk bisa berjabat tangan dengan dirinya. sekali lagi, ia menatap lekat wajah pria yang duduk disampingnya itu. saat pandangannya bertemu tatap dengan Edgar, Zola dapat melihat iris mata pria itu berwarna hitam pekat. tatapannya begitu tajam dan terkesan menuntut Zola agar mengikuti arah gerak bola matanya. wanita itu, seperti terhipnotis dengan keindahan mata yang dimiliki oleh Edgar. “Kita sudah berkenalan, tidak perlu seperti ini. lebih baik, sekarang antarkan saja aku pulang karena kau sendiri yang dengan bersuka cita ingin menjadi sopirku.” Zola harus mengakhiri ini. Ia tidak ingin terhipnotis oleh pesona pria tampan ini. Edgar menarik uluran tangannya, lalu kembali menyalakan mobil. “Ke rumah orang tuamu?” tanya Edgar, saat mobil telah membelah jalanan kota. Zola hanya menjawab dengan anggukan. bayangan wajah suaminya kembali menghiasi pikirannya. sakit yang diderita Darel saat ini, adalah ulah dari perbuatannya sendiri. Jad
“Maaf Tante, kedatangan saya kemari justru membuat-” “Tidak, dan jangan memakai bahasa formal seperti itu. kau sudah aku anggap keluarga, jadi bersikaplah seperti biasa, ya walaupun aku tahu sedikit sudah untuk memulainya.” Potong wanita berhijab itu. keduanya kini tengah berada di ruang tamu. kebetulan Daries Joyokusumo, suaminya sedang berada di luar Negeri. tentu saja jika pria itu mengetahui kedatangan Edgar, ia pasti juga akan berpendapat sama seperti Dania. “Jadi, kau tidak sengaja bertemu dengan Zola dan suaminya di Cafe dan mereka sedang bertengkar, begitu?” sekali lagi, Dania menuntut jawaban Edgar. mungkin saja, jika orang lain yang melihat hal ini akan beranggapan bahwa ini hanyalah kebetulan semata. Tapi tidak untuk Dania, ia sangat yakin ini bukanlah suatu kebetulan saja. Belum sempat Edgar kembali menjawab pertanyaan, Dania dan Edgar menoleh bersamaan ke arah tangga, dimana alas kaki yang digunakan oleh Zola beradu dengan lantai tangga sehingga menimbulkan suara. Zola
Berani berbuat, harus berani bertanggung jawab. itulah kata-kata yang tepat untuk Darel saat ini. mengikuti hawa nafsunya, akhirnya ia berakhir di tempat ini. sebenarnya, banyak kesempatan untuk bisa menjadi lebih baik lagi, namun dirinya justru dengan sadar terjun bebas ke lumpur yang membuatnya sesak tak dapat bernafas. Menikah dengan wanita cantik, populer dan kaya adalah impian semua pria. Darel sudah mendapatkan kesempatan itu, tapi hal itu dalam hitungan hari akan sirna begitu saja karena kebodohannya. “Sebelum mengambil urine anda, ada baiknya anda harus berpikir positif.” Dokter yang memiliki postur tubuh sedikit berisi itu, kembali mengingatkan Darel. Ya, saat ini Darel sudah berada di Klinik khusus Pria untuk melakukan serangkaian tes agar mengetahui perihal tentang penyakit yang dideritanya saat ini. “Semalam, saat saya berada di Cafe. hal itu, kembali terulang dan nanahnya cukup banyak,” Darel nampak begitu gelisah, ada rasa takut untuk melakukan tes ini. “Dimana istr
“Setelah melakukan serangkaian tes, kita bisa melihat hasilnya. dan benar saja, anda positif sakit Gonore, hal ini disebabkan oleh sebuah bakteri dan tentu saja, karena aktivitas seksual yang anda lakukan bersama pasangan anda.” Ucap dokter yang menangani Darel. “La-lalu, apa yang harus saya lakukan agar bisa sembuh dok? saya masih muda dan tidak ingin cepat mati!” Darel menatap nanar dua lembar kertas yang kini sedang digenggamnya. kertas itu, adalah hasil tes urine dan juga beberapa tes yang sudah ia jalani. “Saya akan memberikan antibiotik yang akan anda minum selama tujuh hari. namun ingat satu hal, dalam proses penyembuhan ini anda tidak boleh melakukan hubungan seks terlebih dahulu. ini untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan.” Lanjut sang dokter dengan sabar, serta telaten memberikan masukan untuk Darel. “Tidak masalah dok, yang penting saya bisa sembuh.” Darel begitu bersemangat, saat mendengar kata-kata dokter. “Satu hal lagi, kalau bisa anda membawa pasangan a
Zola menatap jam yang melekat pada pergelangan tangannya. pergerakan Zola juga tidak luput dari perhatian Edgar. “Maafkan karyawanku, aku pastikan dia akan mendapatkan balasan yang setimpal karena keterlambatannya. sebagai gantinya, akan aku antar kau berkeliling Hotel. bagaimana?” Zola mengangguk mengiyakan tanpa harus berpikir panjang. Ia tidak ingin melewatkan kesempatan ini. ada baiknya, Doni terlambat sehingga ia mendapat kesempatan ini. Jika dulu, Zola naif dengan pikirannya bisa berdiri dikaki sendiri saat sudah memiliki Hotel, kini pikirannya lebih terbuka lagi. Seharusnya ia lebih banyak belajar lagi soal bisnis, namun yang dilakukannya kala itu adalah merajut cinta beralas kepercayaan yang sekarang dipatahkan oleh orang yang ia cintai. “Ini ruang meeting yang kami sediakan.” Edgar membuka sebuah ruangan yang cukup luas. deretan kursi berjejer rapi, melingkari meja berbentuk bundar. Zola juga dapat melihat sebuah proyektor yang sengaja dipasang untuk mempermudah jalannya s
“Apa yang sudah kau lakukan pada wanita ini?” tanya seorang pria berpenampilan rapi yang saat ini tengah memeriksa keadaan Zola.Doni melirik sekilas ke arah Edgar, tanpa berani berkata-kata. ia memilih bungkam dan sebenarnya tidak ingin berada di ruang Edgar, namun ia dipaksa. catat, dipaksa dan bukan karena penasaran sebabnya Zola jatuh pingsan. Edgar hanya mengedikkan bahu, tidak memberikan penjelasan apapun.hal itu, membuat pria yang memeriksa Zola, mendesah pasrah dan kembali melakukan hal yang harusnya ia lakukan, seperti dokter pada umumnya.“Mungkin sebentar lagi, dia akan bangun. aku harap, kau tidak melakukan hal yang sama lagi. wanita ini, nampaknya syok berat dan hal itu yang membuatnya jatuh pingsan.”Doni menajamkan pendengarannya, sesekali kembali melirik ke arah Edgar yang masih nampak duduk tenang di kursi kebesarannya. Doni menyimpulkan, jika Edgar sudah berani bermain kasar pada Zola. kalau tidak, mana mungkin wanita itu langsung pingsan begitu saja?“Apa kau mengaj
“Tamu penting, Bu?” Dania mengangguk mengiyakan, lalu kembali menyisir rambut panjang Zola. “Nah, anak ibu cantik sekali. Jadi, sepakat ya untuk menemani ibu?”Zola menatap wajah ibunya dari pantulan cermin riasnya. seperti terhipnotis wajah teduh sang ibu, Zola mengangguk begitu saja tanpa menanyakan lebih jauh lagi, siapa tamu spesial ibunya itu.Satu jam kemudian, setelah menunaikan shalat magrib. Zola bergegas turun ke lantai bawah, sedikit penasaran dengan tamu sang ibu.Saat sudah berada di ruang tengah, ruangan khusus untuk menjamu para tamu, tatapannya justru bertemu dengan pria yang pagi tadi telah mencuri kesempatan untuk bisa menikmati bibirnya. tatapannya bertemu dengan Edgar dan saling mengunci.Dania mengikuti arah pandang Edgar, hingga ia mendapati Zola tengah berdiri mematung menatap wajah Edgar. “Zola sayang, kemari temani ibu dan Edgar makan malam,” Dania mencoba untuk mencairkan suasana. Ia yakin, jika Zola terkejut dengan kedatangan mantan calon suaminya itu.Zol
“Jangan mimpi!” Zola mendengus kasar, berbalik menatap ke arah kolam renang, memunggungi Edgar yang masih setia menatapnya.“Kau belum menjawab pertanyaan ku,” Edgar melangkahkan kakinya mendekat pada Zola dan berdiri tepat di samping wanita itu. Zola memejamkan matanya, mengingat kejadian pagi tadi. “Aku benci padamu, dan tidak ingin bertemu lagi denganmu. tapi, dengan bangganya kau datang kian memperburuk keadaan. lalu, kau mempertanyakan hal yang sama sekali tidak aku mengerti.” Zola menoleh, melihat ke samping. tepat disaat itu, Edgar juga melakukan hal yang sama dan membuat tatapan keduanya terkunci.“Mungkin kau lupa, tapi akan aku ingatkan kejadian beberapa tahun lalu. dimana ada seorang gadis berponi hampir saja tenggelam dan menangis karena boneka kura-kuranya yang berukuran mini, hilang.” Zola membelalakkan matanya, tidak percaya bahwa Edgar mengetahui cerita masa lalunya yang sudah ia pendam lama, tanpa sepengetahuan orang tuanya. melihat ekspresi wajah Zola yang begitu t