Zola pernah tenggelam? dimana? 🤔
“Apa yang sudah kau lakukan pada wanita ini?” tanya seorang pria berpenampilan rapi yang saat ini tengah memeriksa keadaan Zola.Doni melirik sekilas ke arah Edgar, tanpa berani berkata-kata. ia memilih bungkam dan sebenarnya tidak ingin berada di ruang Edgar, namun ia dipaksa. catat, dipaksa dan bukan karena penasaran sebabnya Zola jatuh pingsan. Edgar hanya mengedikkan bahu, tidak memberikan penjelasan apapun.hal itu, membuat pria yang memeriksa Zola, mendesah pasrah dan kembali melakukan hal yang harusnya ia lakukan, seperti dokter pada umumnya.“Mungkin sebentar lagi, dia akan bangun. aku harap, kau tidak melakukan hal yang sama lagi. wanita ini, nampaknya syok berat dan hal itu yang membuatnya jatuh pingsan.”Doni menajamkan pendengarannya, sesekali kembali melirik ke arah Edgar yang masih nampak duduk tenang di kursi kebesarannya. Doni menyimpulkan, jika Edgar sudah berani bermain kasar pada Zola. kalau tidak, mana mungkin wanita itu langsung pingsan begitu saja?“Apa kau mengaj
“Tamu penting, Bu?” Dania mengangguk mengiyakan, lalu kembali menyisir rambut panjang Zola. “Nah, anak ibu cantik sekali. Jadi, sepakat ya untuk menemani ibu?”Zola menatap wajah ibunya dari pantulan cermin riasnya. seperti terhipnotis wajah teduh sang ibu, Zola mengangguk begitu saja tanpa menanyakan lebih jauh lagi, siapa tamu spesial ibunya itu.Satu jam kemudian, setelah menunaikan shalat magrib. Zola bergegas turun ke lantai bawah, sedikit penasaran dengan tamu sang ibu.Saat sudah berada di ruang tengah, ruangan khusus untuk menjamu para tamu, tatapannya justru bertemu dengan pria yang pagi tadi telah mencuri kesempatan untuk bisa menikmati bibirnya. tatapannya bertemu dengan Edgar dan saling mengunci.Dania mengikuti arah pandang Edgar, hingga ia mendapati Zola tengah berdiri mematung menatap wajah Edgar. “Zola sayang, kemari temani ibu dan Edgar makan malam,” Dania mencoba untuk mencairkan suasana. Ia yakin, jika Zola terkejut dengan kedatangan mantan calon suaminya itu.Zol
“Jangan mimpi!” Zola mendengus kasar, berbalik menatap ke arah kolam renang, memunggungi Edgar yang masih setia menatapnya.“Kau belum menjawab pertanyaan ku,” Edgar melangkahkan kakinya mendekat pada Zola dan berdiri tepat di samping wanita itu. Zola memejamkan matanya, mengingat kejadian pagi tadi. “Aku benci padamu, dan tidak ingin bertemu lagi denganmu. tapi, dengan bangganya kau datang kian memperburuk keadaan. lalu, kau mempertanyakan hal yang sama sekali tidak aku mengerti.” Zola menoleh, melihat ke samping. tepat disaat itu, Edgar juga melakukan hal yang sama dan membuat tatapan keduanya terkunci.“Mungkin kau lupa, tapi akan aku ingatkan kejadian beberapa tahun lalu. dimana ada seorang gadis berponi hampir saja tenggelam dan menangis karena boneka kura-kuranya yang berukuran mini, hilang.” Zola membelalakkan matanya, tidak percaya bahwa Edgar mengetahui cerita masa lalunya yang sudah ia pendam lama, tanpa sepengetahuan orang tuanya. melihat ekspresi wajah Zola yang begitu t
Setelah membuat suasana semakin tegang, Edgar memutuskan untuk duduk di kursi yang berada di samping pintu keluar ruang operasi. Pria tampan itu nampak melipat tangan kepada, duduknya seperti patung, tatapannya lurus mengunci orang-orang yang kini pasti tengah menilainya sebagai pria berperilaku buruk.“Zola, kita perlu bicara.” Tegas Darel, berusaha untuk tenang walaupun dadanya bergemuruh ingin meluapkan kekesalannya pada Edgar yang bertindak seperti suami Zola. mendengar hal itu, membuat Edgar menatap wajah Zola yang masih tampak tenang. wanita itu terlihat menggeleng pelan, berusaha untuk menolak dengan menekan egonya.“Lebih baik, kita tetap disini. Mama membutuhkan support system dan doa kita bersama, jadi tolong bersikaplah layaknya seorang manusia, kali ini saja Darel. dan tolong nasehati kekasihmu itu, untuk tidak melakukan apapun. cukup diam saja, paham?”Darel seperti terhipnotis oleh kata-kata Zola. pria yang tampak tak terurus itu, mengangguk pasrah. Zola sedikit iba deng
Angin malam berhembus lembut sekaligus menghasilkan udara dingin yang begitu terasa menusuk ke kulit putih Zola. wanita itu, kini tengah duduk di taman Rumah Sakit. aroma khas Rumah Sakit, sedikit membuatnya kewalahan, entah mengapa perutnya terasa begitu mual mencium wangi obat-obatan. Zola mendekap erat tubuhnya dengan kedua tangannya. saat datang ke Rumah Sakit, ia lupa mengenakan pakaian tebal. yang digunakannya saat ini hanyalah kaos lengan pendek dan celana kulot panjang. Batin Zola saat ini, begitu terluka karena sikap Darel yang sudah begitu keterlaluan. untuk luka yang diberikan oleh Darel, soal perselingkuhannya dengan Rosa, mungkin akan hilang dengan berlalunya waktu. Namun, ini soal Dessy, wanita paruh baya yang tengah berjuang melawan penyakitnya, harus terluka karena sikap Darel sendiri, anak yang sudah dilahirkan oleh Dessy. tak dapat dibayangkan, bagaimana perasaan Dessy saat harus berdebat dengan darah dagingnya sendiri. tentu saja, wanita itu sakit hati.“Sudah cukup
" Jangan disini, Darel!” Ucap wanita yang memiliki paras ayu dengan potongan rambut sebahu. Wanita itu, kini tengah berada di sebuah toilet sekolah. Walaupun toilet dalam keadaan sepi, tapi wanita itu nampak begitu gelisah. “Kenapa,Rosa? aku sudah lama menunggu momen ini.” Sahut Darel, pria berwajah tampan yang kini tengah menatap lekat wajah wanita yang bernama Rosa. “Ini terlalu berbahaya, Darel. Bagaimana kalau ada orang yang melihat kita berada di dalam toilet?” Rosa berupaya menolak, walau dalam hatinya ia juga berharap bisa berduaan dengan Darel. “Tidak, karena aku yakin mereka semua sedang menikmati puncak pestanya.” Ucap Darel, tak ingin kalah berargumen dengan wanita yang memiliki warna rambut coklat itu. “Bagaimana dengan istrimu?” lagi, Rosa masih bersikukuh dengan pendiriannya. Lebih jelasnya, ingin melihat bagaimana reaksi Darel saat ia menyinggung soal istrinya. Ada jeda sebelum suara pria itu terdengar lagi. Otaknya mulai memikirkan Zola, istri sahnya yang saa
“Hai, Zola!”Zola menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap wajah seseorang yang tadi memanggil namanya. Kedua alisnya bertaut saat menyadari siapa yang telah menyapanya. Walaupun tidak ingin berurusan dengan wanita yang kini tengah menatapnya penuh minat itu, namun Zola tak dapat langsung menolak kehadiran wanita itu. Ia tidak ingin Rosa curiga, jika dirinya tengah menghindari situasi bersama dengannya.“Apa kabar?” tanya Rosa dengan sikap seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu antara dirinya dan Darel.Zola menarik kedua sudut bibirnya, berusaha untuk tetap tersenyum.“Baik, seperti yang kau lihat. Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan di Hotel Suamiku?” Zola sengaja menekan kata suami, agar Rosa bisa sadar akan posisinya.“Aku dapat panggilan telepon, untuk bekerja disini.”Zola menyipitkan matanya, mencoba untuk memahami situasi dan pernyataan Rosa.“Siapa?” tanyanya dengan perasaan yang tak menentu. “Darel,”***Zola membanting pintu masuk ruangannya. Tidak peduli dengan
Setelah insiden ciuman paksa oleh Darel, Zola memutuskan untuk pergi dari Hotel. Tidak peduli dengan rentetan kata kesal yang keluar dari mulut Darel. Ia takut jika moodnya yang sudah semakin berantakan akan Ia lampiaskan kepada orang lain. Zola mengendarai mobil tanpa arah tujuan. Ingin pulang, tapi ia sedikit takut menghadapi mertuanya. Jahatkah? Tidak, justru Zola sangat terbantu memiliki mertua yang begitu baik padanya. Kesal, akhirnya Zola memutuskan untuk pergi ke Pantai. Ya, Pantai merupakan tempat ternyaman menurutnya.Setelah memarkirkan mobilnya, Zola bergegas menuju ke jejeran tempat makan dan minum yang sudah disediakan oleh pihak pengelola Pantai. Zola menikmati air kelapa muda yang begitu menyejukkan tenggorokannya. “Zola?” Zola menoleh, melihat ke arah pria yang baru saja memanggilnya. Pria dengan rambut hitam serta wajah yang begitu tampan itu, nampak jelas tersenyum manis pada dirinya.Zola mengarahkan jari telunjuknya pada wajahnya. Ia takut saja, jika ada kesalah