Share

Bab 2 ( Mari Bercerai)

“Hai, Zola!”

Zola menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap wajah seseorang yang tadi memanggil namanya. Kedua alisnya bertaut saat menyadari siapa yang telah menyapanya. Walaupun tidak ingin berurusan dengan wanita yang kini tengah menatapnya penuh minat itu, namun Zola tak dapat langsung menolak kehadiran wanita itu. Ia tidak ingin Rosa curiga, jika dirinya tengah menghindari situasi bersama dengannya.

“Apa kabar?” tanya Rosa dengan sikap seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu antara dirinya dan Darel.

Zola menarik kedua sudut bibirnya, berusaha untuk tetap tersenyum.

“Baik, seperti yang kau lihat. Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan di Hotel Suamiku?” Zola sengaja menekan kata suami, agar Rosa bisa sadar akan posisinya.

“Aku dapat panggilan telepon, untuk bekerja disini.”

Zola menyipitkan matanya, mencoba untuk memahami situasi dan pernyataan Rosa.

“Siapa?” tanyanya dengan perasaan yang tak menentu.

“Darel,”

***

Zola membanting pintu masuk ruangannya. Tidak peduli dengan ekspresi terkejut beberapa karyawan yang kebetulan lewat di ruangannya. Tidak seperti biasa, Zola bukanlah seorang wanita temperamental. Namun, kehadiran Rosa sudah membuat semua moodnya rusak begitu saja.

Dadanya naik turun menahan emosi yang bergemuruh. Ingatan akan kegiatan yang dilakukan suami dan Rosa di toilet kembali mengusik ketenangan hatinya. Zola mengepalkan kedua tangannya, menyalurkan rasa kesal karena tidak dapat langsung menyalurkan emosinya.

“Pagi, sayang.”

Tanpa mengalihkan pandangannya, Zola sudah sangat hafal akan suara itu. Zola menarik napas perlahan, mencoba untuk menenangkan diri agar tidak terlalu kentara sekali jika dirinya sedang dirundung kekesalan luar biasa.

“Tanpa memberi kabar, ternyata mas sudah berada di Hotel. Kenapa tidak pulang semalam?”

Saat Darel akan mengatakan sesuatu, Zola tidak lantas memberikan celah pada pria berhidung mancung itu. Wanita cantik itu, mengarahkan jari telunjuknya ke depan. Memberikan sebuah peringatan pada Darel, agar tetap diam.

“Jangan lupa, mas izin untuk membelikan obat untukku. Tapi, bukannya mendapatkan obat. Justru, aku menyadari bahwa suamiku tidak pulang semalaman. Bahkan, tidak memberikan kabar apapun pada diriku. Alasan?” Zola berhenti sejenak, lantas memindai penampilan Darel dari atas sampai bawah.

“Mas terlihat baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda terluka sedikitpun. Lantas, apa alasannya?”

Diam-diam Darel meneguk ludahnya berulang kali. Ia tidak pernah menyangka bahwa Zola dapat menebak isi kepalanya. Padahal, ia akan beralasan mengalami insiden kecelakaan. Namun, sepertinya ia harus memutar otak untuk mencari alasan lainnya.

“Sayang, dengarkan dulu ala-”

“Dan soal anak. Bukankah kau begitu menginginkan agar aku cepat hamil?”

Darel mengerutkan keningnya, ia harus waspada terhadap arah pembicaraan istrinya yang sejak dulu menghindari situasi ini.

“Aku sudah periksa ke dokter kandungan. Kau tahu, apa yang aku dapatkan mas?”

Darel tidak ingin ada seorang pun yang mendengar pembicaraan keduanya. Ia segera menutup pintu ruangan Zola, lalu mendekati wanita berambut panjang itu.

“Apa yang kau dapatkan?”

Zola menatap dalam mata suami yang dulu begitu ia cintai. Ada kilat kemarahan yang Zola tangkap dari tatapan Darel.

“Selama ini, kau hanya ingin menghancurkan impian Pernikahan ini.” Masih sangat jelas dalam ingatan Zola, saat dirinya berada dalam ruangan serba putih. Bau obat-obatan yang begitu menyengat, mampu membuat suasana hatinya kian bertambah tak menentu.

Tangannya sedikit bergetar saat menyerahkan pil berwarna putih pada wanita berkacamata yang sejak tadi, duduk diam dengan tatapan mata yang begitu tajam.

Zola memejamkan matanya, mengingat kejadian satu Minggu yang lalu saat dirinya bertemu dengan sahabatnya. Ada sesal dalam hati, mengapa harus mencari tahu informasi soal obat yang tiap hari Darel berikan. Jika saja rasa penasarannya tidak terlalu dalam, mungkin sampai detik ini Zola tidak akan pernah tahu hal apa yang membuat dirinya terkadang diabaikan oleh suaminya.

“Aku bertaruh, dengan mengabaikan keluargaku. Tapi, kau berencana untuk menghancurkan semuanya? Aku tidak bodoh, mas. Bahkan aku masih bisa mencium aroma tubuh wanita lain dari tubuhmu.” Zola dapat merasakan bagaimana bibirnya bergetar saat mengucapkan hal itu. Seharusnya hal ini ia simpan. Namun, hati nuraninya menolak itu semua. Hatinya tidak rela, jika Darel menambahkan luka baru pada dirinya.

“Kau-”

“Aku tahu perihal perselingkuhan dirimu dengan wanita itu. Jadi, tidak ada yang perlu kau sembunyikan. Lepas topeng yang saat ini kau pakai, mas. Karena sebentar lagi kita akan bercerai!”

“Zola!” Darel mengikis jaraknya dengan Zola. Pria itu dengan sengaja melingkarkan tangannya pada pinggang Zola, agar tubuh keduanya menempel. Kedua bola matanya bergerak gelisah, menatap wajah sendu istrinya yang terlihat begitu lelah.

Ia tidak pernah menyangka, jika kebodohannya bisa terbongkar begitu cepat. Rencananya yang sudah tersusun rapi, nyatanya tidak membuahkan hasil.

“Jangan mengarang cerita. Aku tidak pernah sekalipun berselingkuh dengan wanita lain.” Tangan kanan Darel tidak diam begitu saja, pria itu dengan cepat menyentuh pipi Zola, mengelusnya dengan lembut.

“Aku tidak sembarangan berbicara. Aku punya bukti dan akan aku jadikan bukti di persidangan nanti!” Zola balik menatap tajam pada wajah Darel. Ia tidak ingin sampai Darel melihat sisi lemahnya.

Darel memajukan wajahnya, “ Jadi, maksudmu kau ingin bercerai dariku?”

Zola dapat merasakan hembusan nafas Darel yang beraroma kopi. Mungkin saja, pria ini baru saja disuguhi kopi hangat oleh selingkuhannya.

“Kau mengenalku sudah sejak kita dibangku SMA. Aku tidak mungkin memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu.”

Seandainya saja Zola tidak menyaksikan langsung hal yang terjadi di Toilet itu, mungkin saat ini ia akan luluh dengan kata-kata manis Darel.

Zola menepis tangan Darel, wanita bertubuh mungil itu hendak meronta, namun kekuatannya jauh dibawah Darel.

“Zola Maharani! Lihat aku dan katakan sekali lagi, apa keinginanmu?” desis Darel yang sudah mulai terpancing emosi melihat ekspresi dan gerak tubuh Zola. Istrinya itu seperti jijik berhadapan dan berada dalam dekapannya.

“Aku ingin kita bercerai. Sudahi pernikahan—” Darel sudah tidak tahan lagi mendengar kata cerai yang diucapkan oleh Zola. Darel mencium Zola dengan kasar, berharap mulut wanita itu diam dan tidak lagi banyak menuntut.

Walaupun dirinya bersalah, tapi Ia juga tidak ingin langsung melepaskan status dirinya sebagai suami sah Zola. Harga dirinya seperti tercabik-cabik, saat Zola menuntut perceraian. Merasa kesal, akhirnya Darel membungkam bibir tipis Zola dengan ciumannya. Ia begitu menikmati bibir manis istrinya. Tidak ada yang bisa mengalahkan rasa manis bibir Zola, sekalipun itu adalah Rosa, selingkuhannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status