Happy Reading 💞
Ternyata benar dugaan Darel. Zola sudah tidak berada di Rumah Sakit. wanita cantik itu pasti sudah ada yang menjemput. Jika dipikir lagi, tidak mungkin Zola dijemput oleh orang tuanya. Semenjak menikah dengannya, Zola membangun tembok pembatas dalam hubungannya dengan orang tuanya. Zola lebih memilih dirinya ketimbang harus menerima perjodohan bisnis yang orang tuanya lakukan. Lalu, siapa yang menjemput istrinya itu? Rumi pun, setahu Darel tidak berada di Balikpapan. sahabat istrinya itu sudah berada di Bandung semenjak dua bulan lalu. Darel ingin menghubungi ponsel Zola. Namun, Ia juga baru sadar bahwa ponsel istrinya saat ini ada padanya. Tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi, Darel bergegas untuk keluar dari Rumah Sakit dan tancap gas menuju rumahnya. Kemana lagi istrinya, kalau tidak pulang ke rumah? Darel juga yakin, tidak mungkin Zola kembali pulang ke rumah orang tuanya. Itu mustahil. “Aku harus segera sampai di rumah.” gumamnya sambil memasuki mobilnya. *** “Wah, cob
“Jadilah wanita tangguh.” Ucap seorang wanita berhijab yang saat ini tengah mengelus lembut rambut panjang Zola. wanita itu tidak lain adalah Dania Joyokusumo, ibu kandung Zola. saat ini keduanya tengah berada di gazebo yang berada di belakang rumah. Zola hanya mampu menundukkan wajahnya. Rasa malu begitu menggerogoti isi kepalanya. Pria pilihannya ternyata tidak layak menyandang status sebagai suaminya. Keputusannya untuk menikah dengan Darel juga telah menorehkan luka pada hati orang tuanya. dan kini, ia justru terpuruk dalam pilihannya sendiri. “Jangan merasa bersalah, karena manusia tidak dapat melihat isi hati seseorang. Kau adalah korban dari keegoisan suamimu. Jangan bebankan hal itu pada dirimu. Kau masih memiliki kesempatan untuk bisa mendapatkan apa yang telah dirampas olehnya,” Zola menggeser posisi duduknya lebih dekat pada Dania. Ia memposisikan dirinya duduk berhadapan langsung dengan sang ibu. “Aku sudah berdosa, sepertinya Tuhan sedang menghukum diriku. maafkan aku,
Darel menghembuskan napas kasarnya. Bingung, bagaimana cara menjelaskan soal hilangnya Zola pada Dessy. Lebih tepatnya, kesalahan Darel sendiri yang sudah begitu terlambat saat menjemput Zola di Rumah Sakit. Ingin pergi ke rumah orang tua Zola, namun ia sangat yakin jika dirinya menginjakkan kaki ke rumah itu. Sesuatu yang tidak diinginkan akan terjadi. Darel belum siap untuk dihina, lagi. “Apa benar, kalian bertengkar?” pertanyaan Dessy membuyarkan lamunannya. Darel kembali menatap wajah wanita yang telah melahirkannya itu. riwayat penyakit jantung yang dimiliki oleh Dessy membuat Darel harus begitu berhati-hati saat mengatakan suatu. bisa saja, hal itu membuat Dessy kembali dirawat di Rumah Sakit.“Tidak ma, kami baik-baik saja. aku akan kembali lagi, untuk menjemput istriku. Mama istirahat saja di rumah,”Belum sempat Darel keluar dari rumah, pria itu mendapati bahwa Zola sudah kembali.“Zola?” Dessy menyambut kedatangan anak mantunya itu dengan perasaan bahagia.“Ma,” Zola melang
“Baiklah, aku setuju dengan syarat yang kau inginkan.” Ucap Darel sesaat sebelum dirinya keluar dari kamar. Zola menarik napas dalam-dalam, lalu merebahkan tubuhnya pada kasur. suasana hatinya berubah bahagia saat mendengar Darel menerima tawarannya. syarat yang diberikan Zola tidaklah mudah. Ia sangat begitu mengenal Darel. Pria itu begitu menjunjung tinggi martabat dan harga dirinya. selalu pamer tentang pekerjaan dan status sosialnya. sekarang, jabatannya sudah turun drastis. entah apa yang akan ia lakukan kedepannya agar bisa kembali menjadi GM kembali. Tapi, Zola tidak ingin banyak berpikir. yang harus ia lakukan saat ini adalah beristirahat sejenak dan kembali lagi melakukan aktifitas seperti biasa, besok tentunya. *** Keesokan harinya, Zola kembali memulai aktifitas sehari-hari. sarapan bersama dengan suami dan mertuanya, menjadi rutinitas hariannya. “Kalian akan berangkat bersama?” Dessy mengawali pembicaraan. suasana yang terlalu kaku membuat Dessy semakin penasaran denga
Edgar membuang napas kasar ke udara. Tatapannya kembali pada Zola yang masih setia duduk di hadapannya.Ia pikir, wanita ini akan memohon agar bisa bekerja sama dengan Travel Agency yang dimilikinya. Namun, sepertinya pemikirannya salah besar. “Anda terlalu sensitif, saya hanya baru mengatakan pointnya. Tapi, anda sudah tersinggung.” Zola menarik napas panjang, lalu berkata “Maaf atas sikap saya, tapi seperti yang anda katakan. Sepertinya Hotel kami tidak memiliki standarisasi yang anda inginkan!” Edgar melambaikan tangannya pada seorang waiters. Seperti tidak memperdulikan ucapan Zola. “Kita bicara lagi, setelah memesan minuman.” Tanpa melihat daftar menu, Zola nampak begitu malas-malasan dan hanya memesan kopi Gayo kesukaannya. “Anda penikmat kopi?” tanya Edgar. Zola mengangguk mengiyakan tanpa menjawabnya. Saat Edgar mengalihkan pandangannya ke arah lain, diam-diam Zola mengamati wajah pria berwajah tampan itu. Hidung mancung, bibir sedikit tebal dan manik hitam seperti burun
Bab 13 Zola menepikan mobilnya tidak jauh dari area Cafe tempat janjiannya. Ia bergegas turun dari mobil, saat melihat bagian kap mesin mobil mengeluarkan asap lumayan banyak. “Apa yang terjadi?” Zola merasa kebingungan. walaupun jalanan ramai dilewati dengan kendaraan, tapi tak satupun dari mereka yang berniat membantu Zola. saat akan menelepon Darel, sebuah mobil keluaran terbaru barwarna hitam berhenti tepat di depan mobilnya. “Butuh bantuan?” Zola membulatkan matanya, tak menyangka jika pemilik mobil tersebut adalah Edgar. Pria berwajah tampan sekaligus datar itu, nampak jelas menatapnya dengan tatapan yang Zola sendiri tidak dapat mengartikan hal itu. “Ya, aku bingung. Biasanya juga tidak pernah kejadian seperti ini. tapi, tenang saja aku sudah mencoba menghubungi suamiku. mungkin sebentar lagi, ia akan datang.” Sahut Zola, walaupun teleponnya belum terhubung dengan Darel. entah mengapa pria itu tidak langsung menjawab panggilannya. walau sebenarnya Zola sendiri berencana un
Darel segera masuk ke dalam rumah megah di kawasan perumahan elit. setelah mendapat kabar bahwa Rosa sakit, pria itu tanpa pikir panjang pergi meninggalkan Hotel dan tidak memperdulikan ponselnya yang terus saja berdering. Saat ia tengah menyetir mobil. mungkin saja, itu hanyalah karyawan hotel yang meminta bantuan, pikirnya. “Rosa!” teriaknya, sambil terus melangkahkan kakinya menuju pada kamar Rosa yang terdapat di lantai dua. “Ros-” ucapannya tertahan saat melihat wanita berambut sebahu itu tengah duduk di tepi kasur. Rosa terlihat begitu indah dipandang. Lingerie seksi berwarna merah menyala itu, nampak begitu cocok ia kenakan. Darel meneguk ludahnya berulang kali, menahan sesuatu yang siap meledak dalam dirinya. Rosa sengaja melebarkan kakinya, agar paha mulus wanita itu nampak jelas di hadapan Darel. “Aku sakit, sayang.” Rosa memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulutnya. membuat gerakan memasukkan, mengeluarkan dan menjilati jarinya sendiri. seperti seseorang yang tengah men
Zola hanya dapat pasrah, saat mobil yang dikendarai Edgar, memasuki area halaman Hotel miliknya. “Apa kau berharap agar aku membukakan pintu mobil?” Zola menggeleng, sebelum ia keluar dari mobil. wanita berwajah cantik itu berusaha untuk bersikap sedikit sopan dengan berterima kasih pada Edgar. ya, walaupun hatinya masih kesal dengan tingkah Edgar yang hampir saja menurunkannya di tempat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Zola. saat akan melangkahkan kakinya menjauh dari mobil Edgar, telinganya mendengar pintu mobil yang ditutup lumayan keras. Zola menolehkan kepalanya,menatap tak percaya saat Edgar nampak ikut turun dari mobil. “Seharusnya kau basa-basi padaku, untuk bisa melihat fasilitas Hotel ini.” Kata Edgar, pria itu kini sudah berada di samping tubuh Zola. Zola tidak mungkin bisa menolak permintaan Edgar, jika ia tidak ingin dilabeli sebagai wanita sombong dan tidak tahu cara berterima kasih. Zola hanya mampu tersenyum tanpa berkata-kata. Ia mengisyaratkan agar