Edgar terlihat begitu angkuh. Darel tukang Selingkuh. kalian pilih yang mana? 😌
Darel menghembuskan napas kasarnya. Bingung, bagaimana cara menjelaskan soal hilangnya Zola pada Dessy. Lebih tepatnya, kesalahan Darel sendiri yang sudah begitu terlambat saat menjemput Zola di Rumah Sakit. Ingin pergi ke rumah orang tua Zola, namun ia sangat yakin jika dirinya menginjakkan kaki ke rumah itu. Sesuatu yang tidak diinginkan akan terjadi. Darel belum siap untuk dihina, lagi. “Apa benar, kalian bertengkar?” pertanyaan Dessy membuyarkan lamunannya. Darel kembali menatap wajah wanita yang telah melahirkannya itu. riwayat penyakit jantung yang dimiliki oleh Dessy membuat Darel harus begitu berhati-hati saat mengatakan suatu. bisa saja, hal itu membuat Dessy kembali dirawat di Rumah Sakit.“Tidak ma, kami baik-baik saja. aku akan kembali lagi, untuk menjemput istriku. Mama istirahat saja di rumah,”Belum sempat Darel keluar dari rumah, pria itu mendapati bahwa Zola sudah kembali.“Zola?” Dessy menyambut kedatangan anak mantunya itu dengan perasaan bahagia.“Ma,” Zola melang
“Baiklah, aku setuju dengan syarat yang kau inginkan.” Ucap Darel sesaat sebelum dirinya keluar dari kamar. Zola menarik napas dalam-dalam, lalu merebahkan tubuhnya pada kasur. suasana hatinya berubah bahagia saat mendengar Darel menerima tawarannya. syarat yang diberikan Zola tidaklah mudah. Ia sangat begitu mengenal Darel. Pria itu begitu menjunjung tinggi martabat dan harga dirinya. selalu pamer tentang pekerjaan dan status sosialnya. sekarang, jabatannya sudah turun drastis. entah apa yang akan ia lakukan kedepannya agar bisa kembali menjadi GM kembali. Tapi, Zola tidak ingin banyak berpikir. yang harus ia lakukan saat ini adalah beristirahat sejenak dan kembali lagi melakukan aktifitas seperti biasa, besok tentunya. *** Keesokan harinya, Zola kembali memulai aktifitas sehari-hari. sarapan bersama dengan suami dan mertuanya, menjadi rutinitas hariannya. “Kalian akan berangkat bersama?” Dessy mengawali pembicaraan. suasana yang terlalu kaku membuat Dessy semakin penasaran denga
Edgar membuang napas kasar ke udara. Tatapannya kembali pada Zola yang masih setia duduk di hadapannya.Ia pikir, wanita ini akan memohon agar bisa bekerja sama dengan Travel Agency yang dimilikinya. Namun, sepertinya pemikirannya salah besar. “Anda terlalu sensitif, saya hanya baru mengatakan pointnya. Tapi, anda sudah tersinggung.” Zola menarik napas panjang, lalu berkata “Maaf atas sikap saya, tapi seperti yang anda katakan. Sepertinya Hotel kami tidak memiliki standarisasi yang anda inginkan!” Edgar melambaikan tangannya pada seorang waiters. Seperti tidak memperdulikan ucapan Zola. “Kita bicara lagi, setelah memesan minuman.” Tanpa melihat daftar menu, Zola nampak begitu malas-malasan dan hanya memesan kopi Gayo kesukaannya. “Anda penikmat kopi?” tanya Edgar. Zola mengangguk mengiyakan tanpa menjawabnya. Saat Edgar mengalihkan pandangannya ke arah lain, diam-diam Zola mengamati wajah pria berwajah tampan itu. Hidung mancung, bibir sedikit tebal dan manik hitam seperti burun
Bab 13 Zola menepikan mobilnya tidak jauh dari area Cafe tempat janjiannya. Ia bergegas turun dari mobil, saat melihat bagian kap mesin mobil mengeluarkan asap lumayan banyak. “Apa yang terjadi?” Zola merasa kebingungan. walaupun jalanan ramai dilewati dengan kendaraan, tapi tak satupun dari mereka yang berniat membantu Zola. saat akan menelepon Darel, sebuah mobil keluaran terbaru barwarna hitam berhenti tepat di depan mobilnya. “Butuh bantuan?” Zola membulatkan matanya, tak menyangka jika pemilik mobil tersebut adalah Edgar. Pria berwajah tampan sekaligus datar itu, nampak jelas menatapnya dengan tatapan yang Zola sendiri tidak dapat mengartikan hal itu. “Ya, aku bingung. Biasanya juga tidak pernah kejadian seperti ini. tapi, tenang saja aku sudah mencoba menghubungi suamiku. mungkin sebentar lagi, ia akan datang.” Sahut Zola, walaupun teleponnya belum terhubung dengan Darel. entah mengapa pria itu tidak langsung menjawab panggilannya. walau sebenarnya Zola sendiri berencana un
Darel segera masuk ke dalam rumah megah di kawasan perumahan elit. setelah mendapat kabar bahwa Rosa sakit, pria itu tanpa pikir panjang pergi meninggalkan Hotel dan tidak memperdulikan ponselnya yang terus saja berdering. Saat ia tengah menyetir mobil. mungkin saja, itu hanyalah karyawan hotel yang meminta bantuan, pikirnya. “Rosa!” teriaknya, sambil terus melangkahkan kakinya menuju pada kamar Rosa yang terdapat di lantai dua. “Ros-” ucapannya tertahan saat melihat wanita berambut sebahu itu tengah duduk di tepi kasur. Rosa terlihat begitu indah dipandang. Lingerie seksi berwarna merah menyala itu, nampak begitu cocok ia kenakan. Darel meneguk ludahnya berulang kali, menahan sesuatu yang siap meledak dalam dirinya. Rosa sengaja melebarkan kakinya, agar paha mulus wanita itu nampak jelas di hadapan Darel. “Aku sakit, sayang.” Rosa memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulutnya. membuat gerakan memasukkan, mengeluarkan dan menjilati jarinya sendiri. seperti seseorang yang tengah men
Zola hanya dapat pasrah, saat mobil yang dikendarai Edgar, memasuki area halaman Hotel miliknya. “Apa kau berharap agar aku membukakan pintu mobil?” Zola menggeleng, sebelum ia keluar dari mobil. wanita berwajah cantik itu berusaha untuk bersikap sedikit sopan dengan berterima kasih pada Edgar. ya, walaupun hatinya masih kesal dengan tingkah Edgar yang hampir saja menurunkannya di tempat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Zola. saat akan melangkahkan kakinya menjauh dari mobil Edgar, telinganya mendengar pintu mobil yang ditutup lumayan keras. Zola menolehkan kepalanya,menatap tak percaya saat Edgar nampak ikut turun dari mobil. “Seharusnya kau basa-basi padaku, untuk bisa melihat fasilitas Hotel ini.” Kata Edgar, pria itu kini sudah berada di samping tubuh Zola. Zola tidak mungkin bisa menolak permintaan Edgar, jika ia tidak ingin dilabeli sebagai wanita sombong dan tidak tahu cara berterima kasih. Zola hanya mampu tersenyum tanpa berkata-kata. Ia mengisyaratkan agar
Edgar mengedarkan pandangannya, menatap tiap benda yang berada dalam ruangan kerja Zola. Ia duduk dengan santai, tanpa memperdulikan tatapan aneh Zola dan juga Isa yang berada di hadapannya. “Apa kita harus bicara saat ada orang ini?” dagu Edgar sedikit maju kedepan, menunjuk ke arah Isa. “Tentu saja, karena Isa adalah GM di Hotel ini. kehadirannya sangatlah penting.” Sahut Zola sambil tersenyum menatap wajah Edgar yang terlihat sekali tidak menyukai kehadiran Isa. “Apa sudah ada kesepakatan bersama?” Isa melemparkan pertanyaan itu pada Zola. karena merasa Edgar tidak menyukainya, Isa terpaksa menanyakan hal itu pada Zola. “Bukankah GM di Hotel ini, suamimu sendiri?” Edgar begitu penasaran soal jabatan yang tiba-tiba saja sudah berubah. Isa dan Zola saling bertatap muka, lalu kembali memfokuskan pandangannya pada Edgar. “Sudah, tidak lagi. tapi anda tenang saja, Isa sudah sangat mahir dalam urusan perhotelan. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Sebelum Edgar kembal
Darel hendak bersuara, namun Zola kembali mengutarakan isi hatinya. "Haruskah aku yang menjadi kedua, diantara hubungan terlarang kalian selama ini?" Zola bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan ke arah jendela ruangan. menatap ke bawah, dimana lalu lalang kendaraan terlihat begitu jelas dari atas. "Kenapa harus aku? jika memang dari dulu kau begitu mencintai mantan sahabatku itu, harusnya kita tidak menikah. kau bebas memilih kehidupan mu, tanpa kasihan padaku, Darel Mananta!"Darel memejamkan matanya, mengingat masa lalu mereka. ia tidak menyangkal, kalau dulu pernah memiliki hubungan dengan Rosa, sebelum kenal dengan Zola. "Aku ingin kita cerai, jika kau tidak ingin. aku akan menggugat sendiri ke Pengadilan!" “Zol-”“Aku tidak sanggup, jika membayangkan kau pernah melakukan hal menjijikkan itu. kau sudah menorehkan luka pada hatiku, entah kapan luka ini akan sembuh.” Zola menghembuskan napas kasarnya, lalu kembali duduk di kursi kebesarannya. menatap dingin wajah Darel yang