Share

Bab 5 ( Bertemu, lagi! )

“Sayang, akhirnya kau datang juga!”

Rosa menghambur memeluk tubuh Darel. Pria itu tak lantas membalas pelukan sang wanita. Pikirannya masih tertuju pada tubuh lemah Zola yang masih terbaring di ranjang rumah sakit. Ia sengaja datang ke rumah Rosa, untuk memberitahu keadaan Zola.

“Rosa, ada yang ingin aku katakan. Ini tentang Zola, sepertinya kita harus menunda pernik-” Darel tidak dapat meneruskan ucapannya, karena bibir tebal Rosa sudah berhasil membungkamnya. Rosa sengaja tidak ingin mendengar rangkaian kata Darel yang akan menyinggung soal Zola. Ia tidak peduli, apa yang terjadi pada wanita sombong itu.

Awalnya, Darel seperti hendak menolak ciuman Rosa. Namun, lama kelamaan, pria itu merasa tidak kuat. Ia menyambut lidah Rosa yang sudah menerobos masuk kedalam mulutnya.

Tidak hanya sekedar ciuman, lebih dari itu. Keduanya telah terbang menuju lautan kenikmatan yang mampu membuat tubuh keduanya menempel satu sama lain. Gerakan-gerakan tersebut dapat menghasilkan erangan panjang yang begitu memabukkan.

“Kau puas, sayang?” tanya Rosa yang kini tengah memimpin permainan.

“Ini yang aku suka darimu. Kau mampu membuatku menjadi pria sesungguhnya. Kau sangat baik untuk urusan ranjang. Berbeda sekali dengan Zola.”

***

Perlahan-lahan Zola membuka kedua matanya. Ia butuh waktu cukup lama untuk bisa menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya.

Ruangan serba putih dan sebuah selang infus yang terpasang rapi pada pergelangan tangannya. Tanpa diberitahu, Ia sadar bahwa dirinya saat ini tengah berada di Rumah Sakit. Tanpa seorang pun yang menemaninya. Zola tersenyum masam, menyadari bahwa Darel tidak berada disisinya. Pria itu, pasti tengah asyik berduaan dengan Rosa.

Zola menghembuskan napas kasarnya, lalu merubah posisi tidurnya menjadi duduk bersandar pada kepala Ranjang pasien.

Saat akan menekan tombol perawat, seseorang masuk ke dalam ruangannya.

“Eh, anda?”

Kening Zola mengernyit, heran dengan kehadiran pria yang Ia temui di Pantai.

“Anda?” Zola tidak tahu, siapa nama pria itu.

“Maaf, sepertinya saya salah kamar. Tapi, tidak ada salahnya untuk mencoba bertanya. Apa yang terjadi dengan anda, dan dimana suami, maksud saya Pak Darel?”

Ada sesak menyelimuti hati Zola, saat pria berwajah tampan itu menanyakan keberadaan Darel.

“Suamiku, sedang pergi sebentar. Mungkin, beberapa menit lagi dia akan kembali.” Jawab Zola, menutupi kebodohan suaminya. Lebih tepatnya, rasa malunya yang diabaikan oleh suami disaat sakit seperti ini.

Walaupun tidak mengenal pria yang saat ini tengah berada di ruangannya. Zola tidak merasa takut sama sekali, mungkin karena pria itu mengaku sebagai kenalan Darel.

“Baiklah, kalau begitu. Saya akan keluar. Tidak nyaman, jika berada-”

“Tunggu!” Zola mengutuk keras dirinya. Untuk apa, mengatakan hal itu. Bahkan dengan sadar, dirinya telah melarang pria yang tidak dikenalnya untuk tetap tinggal.

Zola meneguk ludahnya susah payah. Merasa tidak nyaman, Ia memalingkan wajahnya ke arah lain beberapa saat. Lalu, kembali menatap ke arah pria yang belum mengalihkan pandangannya pada wajahnya.

“Po-ponselku mati.” Ucapnya berbohong. Zola sendiri, tidak tahu keberadaan ponselnya saat ini.

“Apakah anda, bisa menghubungi suamiku?”

“Dengan senang hati!”

***

Darel langsung berlari keluar kamar Rosa, beberapa kali dirinya mengumpat dalam hati. Rosa yang melihat kekasihnya lari tunggang langgang, bergegas menyusul Darel yang nampak memakai pakaiannya dalam keadaan berlari. Entah siapa yang sudah berani menelpon kekasihnya itu sampai ketakutan seperti ini.

“Jangan bertanya sekarang, aku harus pergi menemui Zola sekarang juga!” ucap Darel, sesaat tubuhnya memasuki mobil.

Walaupun merasa kesal, tapi Rosa tidak dapat membantah jika saat ini Zola memiliki kasta tertinggi dalam hidup Darel. Lebih tepatnya, Darel takut jika sampai Zola menceraikannya. Rosa tidak dapat berbuat apa-apa, karena pada kenyataannya. Kekayaan keluarga Zola melebihi Darel.

Jadi untuk saat ini, Rosa harus bisa menahan diri. Ia tidak boleh melakukan tindakan yang membuat Zola marah. Terlebih, perselingkuhannya sudah diketahui. Pasti sedikit sulit untuk mencapai tujuan awal mereka, yaitu mengeruk kekayaan Zola.

***

“Jadi, aku boleh pergi sekarang? Sepertinya, suamimu sudah dalam perjalanan.”

Zola benci mengakuinya. Tapi, otaknya berpikir begitu cepat, bagaimana cara Darel menerima telepon pria ini. Tanpa banyak bicara, Darel segera mengiyakan ucapan pria yang belum diketahui secara pasti oleh Zola. Namun, sepertinya begitu berpengaruh terhadap Darel.

“Bisakah, anda menemaniku sampai Darel datang?”

Zola tidak dapat memahami, senyum tipis yang terpancar dari wajah pria itu. Ekspresi datarnya, begitu mengganggu dan terlihat tidak terlalu bersahabat.

“Oh, maaf. Jika anda keberatan, ti-”

“Tidak masalah, aku akan menunggu kedatangan suamimu.” Pria bertubuh tinggi itu, nampak berjalan ke arah Sofa dan dengan santai menduduki sofa tersebut. Pandangannya masih tidak lepas dari wajah Zola.

“Jika anda tidak keberatan. Kita belum berkenalan,” cicit Zola dengan senyum yang ia paksakan. Walaupun wajah pria ini tidak asing. Tetap saja, Zola belum bisa mengingat secara pasti.

“Edgar Valden, panggil saja aku Edgar.”

Kedua bola mata Zola terbelalak, ketika mendengar pengakuan pria dengan senyum tipisnya itu. Edgar Valden, ya tentu saja Zola mengetahuinya.

Walaupun tidak pernah bertemu, karena Edgar lebih suka bermain di belakang layar, namun nama itu dapat menjawab semuanya. Mengapa suaminya begitu ketakutan saat menerima telepon Edgar.

Zola tidak menyangka, jika dirinya bisa bertemu dengan Pebisnis muda dan tampan. Yang begitu dipuja oleh kedua orang tuanya.

Bahkan, orang tuanya sering membandingkan Darel dan Edgar. Pernah suatu ketika, Zola diminta untuk menghadiri acara ulang tahun Edgar, namun ia menolaknya mentah-mentah. Ya, alasannya karena dirinya sudah terlanjur mencintai Darel. Ia tidak ingin membuat masalah baru, dengan mengiyakan permintaan orang tuanya.

Dan bodohnya, saat ini justru dirinya secara tidak langsung. Meminta bantuan Edgar, dalam menarik perhatian suaminya agar datang menjenguknya di Rumah Sakit.

“Wajahmu tampak pucat, apa harus aku memanggil suster?”

Pertanyaan Edgar menyadarkan Zola dari lamunannya.

Zola menggeleng cepat sambil tersenyum.

“Aku baik-baik saja. Maaf, sepertinya saya sudah merepotkan anda,”

“Ini bukan akhirnya, jadi jangan sungkan. Kedepannya, kita akan saling membutuhkan!”

Zola ingin menanyakan maksud ucapan Edgar, namun saat akan mengeluarkan kata-kata. Pintu ruangannya terbuka lebar. Penampilan Darel yang cukup berantakan, membuat pandangan Zola menggelap. Ia yakin, Darel baru saja menemui selingkuhannya. Lihat saja, kancing bajunya yang tidak tertata rapi.

“Tuan Valden?” Darel tidak lantas menatap ke arah Zola, melainkan untuk menyapa Edgar yang nampak memperhatikan interaksi antara suami istri itu.

Edgar bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan ke arah Darel. Namun, tatapannya tertuju pada Zola. Hal itu,mampu membuat siapa saja berpikir, bahwa Edgar memiliki minat pada Zola.

“Suamimu, sudah datang. Aku harus pergi, menemui seseorang. Jaga dirimu, Maharani.”

Setelah mengucapkan hal itu, Edgar melewati tubuh Darel begitu saja. Tanpa memperdulikan tatapan Darel. Edgar memantapkan langkahnya dengan senyuman yang sengaja ia lakukan untuk Zola. diperlakukan seperti itu, tentu saja Darel sedikit tersinggung. Namun, sepertinya ia tidak dapat protes lebih jauh lagi. Darel sangat mengetahui bahwa Edgar Valden begitu berpengaruh dalam dunia bisnisnya, jadi Ia tidak dapat sembarangan mencari masalah dengan Edgar. tidak untuk saat ini.

Keheningan pun, tercipta saat Edgar sudah keluar dari ruangan.

“Apa hubungan antara kau dan Edgar Valden?” tanya Darel penasaran, yang tak mampu membendung rasa ingin tahunya. tentang hubungan istrinya dan Pria yang baru saja berada satu ruangan dengan keduanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status