“Cinta dan persahabatan bukanlah sebuah pilihan. Kita bisa memiliki keduanya bahkan kehilangan keduanya secara bersamaan.”
Anantya, dalam mencari jati dirinya hampir saja kehilangan keduanya yakin cinta dan persahabatannya. Geng “Trio Kwek-kwek” yang beranggotakan dirinya beserta kedua teman karibnya yakni Dewi dan Lusi sempat terpecah. Anantya dan Lusi mencintai seorang pria yang sama, Rendra seorang siswa baru juga merupakan tetangga baru Tya itulah yang menjadi salah satu sumber perpecahan persahabatan mereka yang dibangun sejak sekolah menengah pertama.
Rendra selaku anak baru di SMU Bhineka mempunyai teman karib, Dika yang merupakan teman pertamanya walau mereka tak duduk satu bangku.
Dika yang usil di kelas dan hampir selalu membikin gaduh suasana kelas pun seketika berubah 180°. Akibat terjadi konflik yang sama pula yakni tentang cinta pertamanya dan persahabatannya. Permusuhan Dika terhadap Rendra sempat meruncing hingga terjadi perkelahian
“Maksud loe apa ngasih uang ke adek gue?” Tanya Dika sembari menarik kerah baju Rendra.
“Sabar Bro, sabar... Gue gak ada maksud apa-apa, gue cuman kasihan sama adik lo,” Jelas Rendra.
“Keluarga gue tak butuh belas kasihanmu.” Dika emosi karena dan tidak ingin dikasihani.
“Terus mau loe apa?” Rendra menantang karena kesal juga dengan tingkah Dika akhir-akhir ini.
Tanpa disengaja ataupun reflek Dika menghantam muka Rendra. Terjadilah saling baku hantam antara kedua sahabat itu. Para siswa yang menyaksikannya pun ada yang bersorak dan ada yang berlari keruang guru untuk melaporkan kejadian tersebut.
“Sudah berhenti.” Pak Cipto selaku wali kelas melerai mereka setelah mendapat laporan dari salah satu siswa. “ikut ke kantor” lanjut perintah pak Cipto.
Merekapun berdua menuju kantor dengan wajah terdunduk. Setibanya di kantor mereka diinterograsi asal mula kejadian perkelahian tadi. Tapi mereka tidak menceritakan sebab masalah yang terjadi, mereka hanya meminta maaf dan tidak akan mengulang kembali.
“Baiklah kalau kalian tidak mau menceritakan mengapa perkelahian itu terjadi. Ini peringatan pertama bagi kalian, jika terulang lagi kalian akan dihukum bahkan diskors. Kalian mengerti,” ucap Pak Cipto tegas.
“Mengerti Pak,” jawab mereka kompak.
Namun, atas nasihat sang ayah, Dika mulai mengerti dan mengikhlaskan cintanya. Toh, cinta Dika pun bertepuk sebelah tangan, sang pujaan hati tak menyambut cintanya. Hingga Dika merelakan cinta pertamanya, dirinya lebih senang melihat senyum kekasihnya mengembang walau senyum itu bukanlah untuknya.
Tya yang dimusuhi Lusi pun kini lebih mengenal keagamaan dari sahabat barunya, Zulfa. Banyak perubahan yang ditimbulkan Zulfa terhadap Tya. Dari mulai cara berbusana hingga beradab. Berawal dari celotehan Tya yang tak sengaja terucap dan keluar dari bibir mungilnya.
"Asri tampak anggun yah setelah mngenakan kerudung?" celoteh Tya tatkala Zulfa berada disampingnya, telah usai ritual menghadap Sang Khalik.
Zulfa memulai membalas celoteh Tya dengan senyumannya, kemudian berkata, "Kamu mau mengenakkan hijab juga, Ty?"
Tya kaget dengan pertanyaan Zulfa, dirinya kini diam dan berfikir sejenak. Berfikir betapa ribetnya jikalau dirinya mengenakkan hijab. Membayangkan gerah jikalau rambut hitam nan indahnya tertutup sehelai kain itu.
"Hei, ko bengong?" tangan Zulfa mengibas ke wajah Tya. "Gimana?" lanjut Zulfa menyenggol bahu kanan Tya dengan bahu kirinya.
"Gak dulu dah," ucap Tya singkat diiringi dengan senyum manisnya.
"Hei, mengenakan hijab itu wajib loh, jadi bukan sekedar sunnah lagi. Tau kan bedanya?"
Pernyataan Zulfa membuat Tya tersentak, dirinya mengiyakan argumen yang dilontarkan sahabatnya itu, akan tetapi hatinya masih belum siap menerimanya. Tya beranggapan dirinya masih banyak kekurangan, malu jikalau mengenakan hijab.
"Tingkah laku gue masih jauh dari baik, malu lah Zul."
"Ini bukan masalah akhlak, apa kamu pikir diriku lebih baik darimu? Tidak, Tya. Semua orang punya kesalahan, dan jikalau mengenakkan hijab saja dirimu beranggapan harus suci dahulu, itu takkan terjadi," tegas Zulfa.
"Tapi, Zul."
"Udah, gak ada tapi-tapi."
Tya enggan berdebat dengan Zulfa, ingin menghindar namun Zulfa terus mencecarnya. Kini dibenaknya terbersit suatu alasan yang dianggapnya dapat mematahkan pendapat Zulfa, dengan mengatakan," Klo pke jilbab katanya susah cari kerja. Dulu juga ada tetangga gue, dia dulunya berhijab namun setelah bekerja dirinya melepaskan hijabnya. Dan aku tak mau seperti itu, Zul."
"Bekerja di mana? Apa kamu mengetahui betul bahwa dirinya melepaskan hijab karena pekerjaan atau keinginannya sendiri?"
Tya hanya diam membisu mendengar jawaban yang terlontar dari mulut sahabatnya itu. Tak disangka Zulfa begitu menganggap serius akan hal ini.
"Kenapa diam, Ty? Kalaupun dia tidak diperbolehkan berhijab ditempat kerjanya, itu pilihan dia, tetap dengan keyakinannya memakai hijab atau menuruti aturan Bosnya. Toh pekerjaan bukan disitu saja, itu kalau menurut aku." Zulfa mulai serius, menyakinkan bahwa anggapan Tya selama ini salah.
"Gue pikir-pikir dulu lah, Zul," jawab Tya, berharap menghentikan perdebatannya mengenai hijab dengan Zulfa.
"Aku tunggu loh jawaban kamu secepatnya."
Dan lagi-lagi persahabatan Tya diuji. Namun, kali ini Tya memilih tak memiliki keduanya dan menghindar jauh.
Akankah Tya dapat memiliki cinta berserta persahabatannya, walau entah kapan? Hanya waktu yang dapat menjawab.
Memang Tuk menikmati indahnya pelangi harus melewati hujan, bahkan kadang disertai petir dan badai.
Anantya Lestari Gunawan adalah nama panjangku, aku biasa dipanggil Tya. Namun, hanya Kak Andi, saudara laki-lakiku yang memanggilku dengan sebutan Brownies. Katanya biar hitam tapi aku manis seperti kue brownies kesukaannya. Dia orangnya sangat usil, jago basket dan sebenarnya banyak juga cewek yang naksir padanya, tapi entah mengapa sampai saat ini masih saja jomblo.Oh, iya, aku punya sahabat kental yakni Dewi dan Lusi. Saking lengketnya, kami kemana-mana selalu menempel seperti perangko, makanya banyak yang menyebut kita seperti Trio Kwek-kwek.🍂🍂🍂Minggu pagi walau cuaca cerah, aku belum beranjak dari tempat tidurku. Seperti biasa memang aku sering bangun siang, apalagi sekarang hari libur sehingga ingin bermalas-malasan saja di kamar.Sampai-sampai sinar mentari yang akan masuk pun takku ijinkan, terhalang oleh jendela yang berselimutkan tirai biru di kamarku. Namun, akhirnya aku pun beranjak dari tempat tidur, terpaksa membuka jendela.Bet
Suara adzan subuh menggema ditelingaku. Tak biasanya aku beranjak dari tempat tidur, menuju arah balkon dan mengintip suasana rumah seberang.Senyumku mengembang, melihat sosok pria bersarung dan mengenakan peci di balkon sebrang. Sudah dipastikan sang pria itu telah melaksanakan sholat fajar atau apa itu lah, aku sendiri kurang paham. Rendra, pria yang membuat penasaranku itu sedang mengamati lingkungan barunya."Busyet ... dah bangun itu cowok, masih pake sarung lagi. Wih, dah ganteng ternyata sholeh juga. Cucok neh," kelakarku dalam hati sembari memperhatikan gerak-geriknya.Tak sengaja Rendra tersenyum melihat tingkahku yang mengendap-endap, mengintipnya dari balkon. Aku kaget setengah mati karena ketahuan sedang mengintai dirinya. Pria itu melambaikan tangan padaku. Reflek aku langsung kembali masuk ke dalam kamar sambil tersipu malu.Aku mengutuk kebodohanku mengintai pria itu hingga tertangkap basah, ketahuan sedang mengamatinya. kedua ta
“Eh, dia sekolah dsini juga?” gumamku lirih.“Dia? Dia siapa Ty?”usut Lusi yang samar-samar mendengar perkataanku sambil celingukan melihat sosok yang aku dimaksud.Sedangkan Dewi masih sibuk mengerjakan PR, eh ... menyalin PR-ku dalam buku tugasnya. Bell sekolah berbunyi, menandakan dimuainya pelajaran hari ini. Dewi pun mulai mempercepat menyalinnya.Teeettt.. [Bel masuk berbunyi]Semua anak sudah berkumpul dan duduk di bangkunya masing-masing sambil menunggu guru mata pelajaran datang. Oia, aku sekolah di SMU swasta favorite di kota Semarang, berakreditasi A. Itu sebabnya sekolahku mempunyai peratuaran dan disiplin yang lumayan ketat, tapi tak seketat pakaian renang para model bikini.Tak berselang lama bell berbunyi, Pak Cipto selaku guru mata pelajaran sejarah, beliau juga merupakan wali kelas kami datang bersama seorang anak, ya bisa ditebak itu anak baru.“Assalamu'alaikum anak-anak.” Pak Cipt
Sejak ada penghuni rumah kosong itu, yang tak lain kini ditempati Renra, Tya selalu bangun pagi. Bu Mirna pun terkejut dan kini tak ada kegaduhan akan acara membangunkan anak gadisnya.Tya mengintip dari jendela, masih ingin mengetahui apa yang dilakukan Rendra. Dan seperti biasa kamar Rendra terang benderang yang menandakan dia sudah beraktifitas dipagi hari. Itu salah satu yang membuat Tya kagum disamping ketampanan Rendra.“Busyet pria idaman banget, pagi-pagi dah ngelakuin aktifitas.” intip Tya dari jendela kamarnya pelan-pelan karena Tya takut kepergok lagi sedang memperhatikan Rendra.Tak lama berselang Tya turun kelantai bawah menuju dapur untuk membantu mamahnya menyiapkan sarapan.“Mau masak apa Mah?” sapa Tya kepada Bu Mirna yang sedang mengupas bawang.“Ini mau bikin nasi goreng, nasinya masih banyak mubazir kalo dibuang. Itu si papah pake ada acara makan malam di luar. Kak Andi juga ikut-ikutan, katanya dia
Sore itu Kak Andi masih berkutatdengan motornya, motornyayang baru saja keluar dari bengkel. Saat dinyalakanmotor Kak Andi memang hidup tapi lama kelamaankoh knalpotnya ngebul asap hitam. Kak Andi pun memeriksanya lagi.“Motornya kenapa lagi Kak?” Tya menghampiri Kakaknya yang belepotan, tangannya hitam kerena oli dan semacamnya.“Ne, motor masih aja ada kendala,” jawab Kak Andi, masih sibuk dengan alat bengkel seadanya tanpa menoleh ke arah Tya.“Lah bukannya baru aja bener, keluar dari bengkel kan tadi?" tanya Tya, keheranan.“Iya, kata Bang Asep sehernya kena, sementara diakalin dulu katanya. Tadi Kakak coba di sana aman-aman aja, eh sampe rumah malah mbrebet lagi ne motor,” kilas cerita Kak Andi menjelaskan.“Ya minta dibenerin lagi ma Bang Asepnya."“Rencananya gitu kalo ne tak otak-atik gak hidup-hidup juga, ya terpaksa nginep lagi ne motor di bengkel Bang As
“Mau pulang bareng lagi?” Rendra mengagetkan Tya yang sedang menunggu angkot. “Ayo, dari pada nunggu angkot kelamaan,” lanjut Rendra menawarkan tumpangan.“Beneran neh? Boleh dah, jadi ngirit ongkos hehehe,” jawab Tya sembari menghampiri Rendra."Enak aja gratis, bayar dong,” ledek Rendra.“Iihhh, perhitungan banget dah. Loe pulang sendiri ya bensinnya habis segitu dan nebengin gue ya sama habisnya segitu juga.” Tya sambil sewot.“Iya ... iya, cuman becanda juga,” jawab Rendra dan merekapun mulai pulang bersama.Dalam perjalanan pulang dari sekolah mereka mengobrol dan sudah lebih akrab dari hari sebelumnya.“Kenapa loe pindah ke sini?” tanya Tya basa-basi membuka percakapan.“Kamu orang ke-21 yang menanyakan hal itu,” jawab Rendra datar.“Ko sepertinya kaga suka pindah yah, kenapa?” selidik Tya.“Emang kelihatan s
Merekapun sampai di rumah sakit dan Bu Mirnah langsung ditangani dengan baik. Bu Mirna ternyata cuman kecapean, dan harus rawat inap hingga pulih seperti sedia kala.“Ty, mamah dimana?” tanya Bu Mirna setelah sadar dari pingsannya.“Mamah sudah sadar? Mamah tadi pingsan di rumah dan Rendra mengantarkan mamah ke rumah sakit,” jawab Tya sambil menoleh kebelakang melihat Rendra .“Makasih ya Nak Rendra sudah menolong ibu ke Rumah sakit,” sapa Bu Mirnah kepada Rendra.“Iya bu, sama-sama,” ucap Rendra berterima kasih kembali secara sopan.“Udah, Mamah istirahat dulu aja,” kata Tya yang melihat ibunya terlihat kecapean.Mamah Tya pun menurti kata putrinya untuk istirahat, dan tertidur. Selagi Bu Mirna tertidur, Tya dan Rendra mengobrol di luar ruangan kamar Bu Mirna.“Makasih yah, udah ngebantu nganterin mamah ke rumah sakit,” ucap Tya, Rendra hanya tersenyum.&l
Kak Andi pergi ke rumah sakit diantar temennya, karena motor Kak Andi masih di Bengkel. Setibanya di Rumah sakit, temen kak Andi langsung pamitan. “Maksih ya sob,” ucap kak Andi selepas temannya akan berenjak pergi dan langsung mencari ruang tempat mamahnya dirawat inap.“Kamu pulang aja sama Rendra, biar kakak yang jaga mamah. Besok juga Kak Andi gak ada kuliah,” kata kak Andi kepada adiknya.“Iya kak, kabari ya ka kalau ada apa-apa atau butuh apa,” jawab Tya.“Iya, tenang aja. Baik-baik di rumah, kalau takut sendirian minta Dewi apa Lusi suruh nemenin,” ucap kak Andi sembari mengelus rambut adiknya.“Oia, Ndra. Tolong sekalian anter Tya yah. Dan makasih sudah nganter mamah ke rumah sakit. Kali lagi makasih sekali ya Ndra,” lanjut Kak Andi mengucapkan terima kasih kepada Rendra."Iya Kak, gak papa."Rendra pun mengantarkan Tya pulang. sesampainya di rumah Tya, Rendra membukakan pin