Share

Dinikahi Tuan Muda Lumpuh
Dinikahi Tuan Muda Lumpuh
Penulis: Shinee

1. Lamaran Dadakan

1. Lamaran Dadakan

"Bagaimana, Sofia, apa kamu menerima lamaran kami?"

Sofia tidak tahu harus menjawab apa karena mendapat lamaran di hari kepulangannya ke tanah air tercinta. Terlebih, lamaran tersebut diajukan oleh sosok yang punya andil besar di hidupnya.

Mr. Amstrong, pria bule yang memutuskan untuk menetap di Indonesia beberapa tahun silam, berusia akhir 50-an. Pria itu, mengulurkan tangan, memberikan bantuan kepada ibunya yang lumpuh kala usia Sofia masih 14 tahun. Di usianya yang masih muda, kecil, dan rapuh, Sofia sudah harus mengurus ibunya yang sudah tidak bisa apa-apa lagi bahkan untuk sekedar buang air kecil, ibunya membutuhkan bantuan orang lain.

Sedang ayahnya, Doni Setiawan, pergi entah ke mana usai meninggalkan beberapa masalah dan hutang piutang. pria yang mempunyai andil besar atas lahirnya Sofia ke dunia ini. Tapi tidak cukup memiliki andil dalam perjalanan hidup Sofia. Yang Sofia tahu, Ayahnya tidak pernah lepas dari masalah.

Setelah semua kebaikan yang ditawarkan pria itu kepadanya, jawaban apa yang harus ia berikan kepada Mr. Amstrong atas lamaran dadakan ini? Haruskah ia menerima atau menolak.

Sofia terkekeh untuk menutupi rasa gugup dan tidak enaknya.

“Uncle terdengar sedang melamarku untuk dijadikan sugar baby.”

Mr. Amstrong tertawa mendengar kelakar Sofia. Tentu saja, kalimat Sofia tidak terjadi. Sebab, Mr. Amstrong melamarnya untuk Aland Amstrong, putra semata wayangnya yang sedang lumpuh.

“Aku sudah tua, Nak. Pikiranku sekarang hanya dipenuhi oleh Aland.” Mata yang sudah penuh kerutan itu memancarkan kesedihan.

Sofia tersenyum canggung. Pikirannya terlempar kembali kala pertama ia bertemu Aland. Saat itu, Aland berusia 26 tahun, baru keluar dari dalam toilet mengenakan jubah mandi sambil mengeringkan rambut menggunakan handuk kecil. Melintasi ruangan, berdiri di depan cermin besar, mengagumi pahatan wajahnya yang luar biasa indah.

Aland memang dianugerahi rupa yang mampu membuat wanita enggan berpaling. Selain itu, ia juga dianugerahi sifat mudah menyesuaikan sikap. Ditambah lagi, rekening gendut menjadi modal penguat magnet bagi para gadis matre yang tidak pernah puas dengan dunia.

Sofia harus akui, Aland memang sempurna untuk dirinya kala itu. Namun, yang membuat ingatannya mengakar soal pertemuan pertama mereka adalah reaksi Aland kala melihatnya tengah bergelantungan di dahan pohon mangga yang tengah berbuah.

Sofia tiba-tiba tergelak.

"Apa yang membuatmu tertawa?" Pertanyaan Mr. Amstrong mengembalikannya ke masa kini. Untuk sesaat dia lupa bahwa di hadapannya ada Mr. Amstrong yang baru saja melamarnya.

"Aku teringat saat pertama kali kami bertemu, Uncle. Dia begitu marah karena aku mencuri mangganya.” Sofia tidak menutupi kenangan nostalgia dari Mr. Amstrong. “Sekarang, bagaimana rupanya? Apakah aku tetap jadi seekor monyet betina di matanya?"

Mr. Amstrong ikut tertawa, "Tidak ada monyet secantik dirimu."

"Oh, Uncle." Sofia tersipu malu.

"Jadi, bagaimana?" tanya Mr. Amstrong kembali pada topik utama mereka.

"Uncle, aku tidak tahu harus menjawab apa. Ini … terlalu tiba-tiba."

"Kamu tidak harus buru-buru menjawabnya," Mr. Amstrong tersenyum hangat. "Kamu juga tidak harus merasa tertekan dengan lamaran kami, Sofia. Uncle tidak memaksamu harus menerima lamaran ini. Semua keputusan kembali padamu. Tidak akan ada yang berubah, andai kau menolak lamaran ini. Kau tetap putriku," ucap pria tua itu dengan nada yang sangat menenangkan.

Ya, Mr. Amstrong sudah menganggap Sofia seperti anak keduanya.

"Bagaimana dengan Aland?"

Sofia perlu tahu pendapat pria itu sebelum memberi jawaban. Apalagi masa lalu Aland yang agaknya tidak terlalu mulus jika berurusan dengan hal pernikahan.

3 tahun lalu, usai kecelakaan terjadi dan menyebabkan Aland lumpuh, sang istri meninggalkannya begitu saja. Ia yang dulu punya teman banyak pun, sekarang memilih mengurung diri dari dunia luar, ditemani sepi yang berkepanjangan.

"Aland?" Mr. Amstrong sedikit terkejut dengan pertanyaan tersebut.

"Uncle belum menanyakan hal ini padanya?" tebak Sofia. "Kurasa Aland juga tidak menyukai ide ini, Uncle."

Sofia yakin itu. Sama seperti dirinya, Aland akan menganggap tawaran pernikahan ini adalah hal yang konyol dan gila. Bagaimana ceritanya dia dan Aland akan menikah? Aland jelas tidak menyukainya. Setidaknya, Aland tidak pernah menganggapnya sebagai wanita.

"Bagaimana jika kita mendengar keputusanmu dulu, Sofia? Setelah itu baru Uncle akan bertanya padanya."

"Dan dia akan tertawa mengejekku."

"Bisakah kusimpulkan bahwa kamu menerima lamaran ini, Sofia?"

"Oh, tidak... tidak... Bukan seperti itu, Uncle. Aku masih perlu waktu. Ini terlalu mengejutkan dan jujur kukatakan, Aland bukan tipeku, bukan suami yang kuimpikan. Maksudku..." Buru-buru ia meralat sebelum Mr. Amstrong salah sangka. "Bukan karena kondisinya, bukan begitu maksudku, Uncle.” Sofia menarik napas dalam dan menatap Mr. Amstrong sungguh-sungguh. “Ada banyak pertimbangan yang harus kupikirkan. Kuharap, kamu mengerti maksudku, Uncle."

"Baiklah, kami menunggu kabar baik darimu, Nak."

"Seingatku, ini tidak ada unsur paksaan."

Mr. Amstrong tertawa, inilah yang ia sukai dari Sofia. Ketegasan dan keberanian wanita itu.

"Kamu benar, tapi aku sebagai seorang ayah, hanya mengutarakan keinginan terbesarku. Masalah kamu mau menerima atau tidak, sepenuhnya adalah hakmu. Kebahagiaanmu, hanya kamu yang tahu, Nak. Aku juga tidak ingin melihatmu sengsara, percayalah."

"Akan kupikirkan."

"Maafkan aku, sudah membebani pikiranmu di hari kepulanganmu. Harusnya, aku tidak terburu-buru dan membiarkanmu istirahat terlebih dahulu."

"Bagiku sama saja. Lamaran ini disampaikan hari ini atau besok atau mungkin lusa, tetap berhasil membuatku terkejut, Uncle."

Mr. Amstrong kembali tertawa, "Ya sudah, sebaiknya kamu istirahat. Aland belum tahu tentang kepulanganmu. Apakah kamu akan menjenguknya sekarang?"

"Kurasa, saat ini tidur lebih kubutuhkan, Uncle. Aland juga mungkin tidak ingin melihat wajahku yang lecek dan penuh minyak."

"Kamu terlihat cantik, dia pasti pangling."

"Aku meragukannya."

"Berani bertaruh?" Tantang pria tua itu.

"Oh, Uncle, aku lelah sekali. Bolehkah aku kembali ke kamar. Aku merindukan ranjangku yang super empuk."

Mr. Amstrong mengangguk, "Kita akan bertemu saat makan malam. Istirahatlah yang cukup."

Sofia mengangguk dan segera berdiri dari kursi.

"Sofia..." Panggil Mr. Amstrong saat dirinya sudah hampir mencapai pintu. Sofia berbalik, menunggu Mr. Amstrong menyelesaikan kalimatnya.

"Aku berharap kau benar-benar mempertimbangkan lamaran ini."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
kak via
anyeonghaseyo ......
goodnovel comment avatar
🇳 🇱 🇿
akhirnya Ketemu disini wkwkwk izin baca yakkkk bang🫰...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status