Tok! Tok! "Permisi!" Ratih menoleh ke arah depan rumahnya . Suara pagar diketuk cukup keras, membuatnya yang sedang menyuapi anaknya berusia dua tahun. Tok! Tok! "Permisi!""Ya, sebentar!" Ratih bangun dari duduknya dan dengan tergopoh berjalan untuk membuka pintu. "Ma, titip Kevin ya. Saya mau lihat tamu di depan." Mamanya mengangguk. Melanjutkan menyuapi cucunya makan nasi. Ratih berjalan menghampiri tamunya yang ada di balik pagar. Dua pria berbadan tegap menatap Ratih dengan tajam. "Cari siapa, Pak?" tanya Ratih bingung karena ia belum pernah melihat dua pria di depannya. Asing dan sedikit menakutkan. "Apa Mbak Ratih benar saudara dari Edmun, suami dari Luisa?" pria berbadan tegap yang kulitnya lebih gelap mengeluarkan sebuah foto dari dalam saku jaket kulitnya. "Iya benar, Edmun adik saya. Yang di foto ini benar adik saya." Ratih mengangguk. "Boleh kami masuk?""Oh, baik, Pak, silakan! Maaf, saya gugup, jadinya lupa membuka pagar. Mari, Pak, silakan masuk!" Ratih menunt
Luisa panik bukan main saat ia mendapatkan kabar bahwa papanya mendapat serangan jantung saat sedang memimpin rapat. Bersama Pak Yadi dan Nisa, Luisa pergi ke rumah sakit tempat papanya dirawat. Wanita itu cemas karena sebelumnya papanya sehat-sehat saja dan ia khawatir ini ada kaitannya dengan peringatan Levi tadi. "Sudah, Nisa, kalau kamu nangis, aku juga jadi takut. Kamu tenang, papa pasti kuat kok dan sudah ditangani dokter. Jangan khawatir ya." Luisa menenangkan Nisa. Bagaimanapun status Nisa sebelumnya, tetaplah saat ini Nisa sudah menjadi ibu sambungnya, meskipun papanya menikahi Nisa diam-diam tanpa sepengetahuan dirinya dan juga kakaknya. "Tapi saya beneran takut, Non. Sudah lebih dari tiga tahun saya kerja sama Bapak, tapi baru kali ini kena serangan jantung. Apa karena menikah dengan saya? Semalam apa kelelahan ya?" kalimat polos Nisa membuat Luisa menahan tawa. Tampak Pak Yadi sudah menyeringai amat lebar mendengar ucapan konyol Nisa. "Memangnya papa kamu apain semala
Levi murka saat foto tanpa busana Luisa tersebar ke pelosok negeri, melalui media sosial. Meskipun ia sudah meminta untuk di-take down, tetap saja foto itu terlanjur banyak disebarkan lagi oleh orang lain. Luisa bisa kena jerat pasal pornografi, padahal ia tidak mengetahuinya. "Bagaimana? Aku masih bisa melihat foto itu di telegram. Semua link harus di take down atau kamu saya pecat!""B-baik, Bos, ini saya sedang mengusahakannya. Saya akan kabari bos untuk perkembangan selanjutnya."Brak! Pria dewasa itu melemparkan semua benda yang ada di atas meja kerjanya. Ia begitu marah terhadap apa yang dilakukan oleh Edmun. Ia benar-benar tidak menyangka foto itu benar-benar disalah gunakan oleh suami dari Luisa sendiri. Kring! Kring! "Halo, gimana, apa kamu sudah dapat jejak Edmun?""Edmun di Yogya, Bos. Ini saya sedang menyusuri kos-kosan yang ada di sekitaran terminal dan stasiun. Semoga Edmun tidak pergi keluar kota lagi.""Jangan telepon saya kalau kamu belum mendapatkan apa-apa. Hono
Edmun sudah sangat lemas. Ia tidak sanggup lagi meneruskan aktivitas panas yang sudah delapan jam ia lewati bersama Cristy. Pria itu sudah memohon ampun, tetapi Cristy sama sekali tidak peduli. Dengan kedua tangan yang terikat di sisi kanan dan kiri ranjang. Cristy mencekoki Edmun dengan obat kuat. Sudah tiga gelas air bercampur obat kuat yang ia berikan pada lelaki itu selama delapan jam mereka bercinta. Benar-benar pria yang menyedihkanBukan hanya Edmun, Cristy pun melakukan hal yang sama, agar ia tetap bisa mengimbangi kekuatan Edmun. "Sudah cukup! Aku gak sanggup lagi!" Lirih pria itu saat mereka baru saja selesai mengarungi samudra yang entah sudah keberapa kali. "Gak mau, aku pokoknya mau satu kali dua puluh empat jam!" Cristy menggeleng manja. Edmun ingin menangis dan berteriak minta tolong, tetapi pasti tidak akan ada yang mendengar teriakannya. "Aku bisa mati kelelahan, Cris. Kenapa kamu lakukan ini padaku? Bukan hanya aku yang mati jika kita terus melakukan ini, kamu pun
Wajah Luisa tegang. Tentu saja tidak ada orang yang akan baik-baik saja bila sudah ditelepon oleh polisi dan diminta untuk ke kantor polisi secepatnya. Luisa mencoba mengabaikan tatapan tajam serta ingin tahu Levi, tetapi tidak bisa. Satu-satunya orang yang saat ini mungkin bisa sedikit membantunya adalah Levi.Luisa tidak mungkin menceritakan tentang polisi itu pada papanya. Apalagi pada Nisa;ibu sambungnya. Gadis itu pasti tidak paham dengan masalah yang mengelilinginya saat ini."Kita bicara di kantin, mau?" tawar Levi. Luisa menelan ludah, lalu seketika itu juga ia mengangguk."Nisa, aku ke kantin dulu sama Pak Levi. Kalau nanti papa bangun dan tanya aku, bilangin ya," kata Luisa sembari berbisik pada Nisa yang ikut membaringkan kepalanya di samping tangan suaminya."Iya, Non, hati-hati." Luisa mengangguk. Levi sudah berada di depan pintu menunggu Luisa. Keduanya berjalan masuk ke dalam lift. Sesampainya di kantin, Levi memesan makanan dan minuman, sedangkan Luisa bingung tidak ta
"Siapa tadi namanya, Mom? Cristy?" tanya Levi antusias, seperti sangat familiar dengan nama itu. Bu Karin mengangguk sambil memberikan senyuman merekahnya. Ia yakin sekali, anaknya kali ini akan mau menuruti keinginannya. "Apa Mommy punya fotonya?" tanya Levi lagi. Wanita setengah baya itu membuka ponsel, lalu menunjukkan foto wanita cantik dari galeri ponselnya pada Levi. Dengan cekatan, Levi mengirimkan foto Cristy ke nomornya. Ia harus mencari tahu siapa wanita yang akan dikenalkan mamanya terlebih dahulu. "Gimana, mau gak?" tanya Bu Karin tak sabar. "Sabtu ini boleh, Mom. Kalau sekarang sampai hari jumat saya agak repot. Harus ke Bandung juga lusa. Mommy siapkan saja acara pertemuan saya dengan wanita ini." Bu Karin tersenyum senang. "Akhirnya, Levi, Mommy udah gak sabar mau gendong cucu. Semoga saja sama yang ini cocok." Levi hanya tersenyum menanggapi sikap antusias mamanya. Namanya seorang ibu yang sudah tua, tentulah ia ingin melihat anak lelaki satu-satunya segera menika
Melihat Cristy tidak sadarkan diri, Edmun bergegas memakai pakaiannya dengan asal. Dengan sengaja, ia mengambil ponsel wanita itu, menekan kontak dengan sidik jari. Satu jepretan, dua jepretan diambil oleh Edmun saat Cristy masih tidak sadarkan diri dalam keadaan tanpa busana. Pria itu tertawa sinis, foto itu ia kirimkan melalui pesan WA ke dalam ponselnya karena saat ini ponselnya mati. Edmun dengan liciknya membuka transaksi M-banking dengan menggunakan sidik jari wanita itu. Edmun mentransfer lima puluh juta, limit terakhir transaksi hari ini. Edmun tersenyum puas, setelah itu ia menghapus semua riwayat chat dan juga transaksi Cristy. Ia pernah mempelajari cara licik ini dari teman semasa kampus. Karena kamar dalam keadaan temaram, tentu saja aktivitas pria itu tidak diketahui oleh dua ajudan Cristy. Dengan mengendap-ngendap. Edmun keluar dari lubang angin yang ada di kamar mandi. Ia tidak tahu harus kabur lewat mana lagi selain tempat itu. Pintu depan sudah pasti dijaga. Hanya
Hari ini, Luisa pergi ke kantor polisi ditemani oleh pengacaranya. Edmun tertangkap dan wanita itu kembali dipanggil untuk dimintai keterangan berkaitan dengan penyebaran foto tanpa busana yang dilakukan oleh Edmun. Awalnya ia ragu untuk memberikan keterangan karena malu. Pasti petugas kepolisian ikut melihat fotonya, tetapi demi tegakny keadilan, maka ia pun harus memberikan keterangan lengkap. Pada awalnya Edmun tidak mengaku, tetapi karena terus didesak oleh polisi, maka Edmun menyerah dan akhirnya mengakui perbuatannya yang menyebarkan foto Luisa. "Apa Mbak Luisa mau bertemu suami?" tanya salah satu petugas. "Tidak, buat apa saya bertemu lelaki bajingan seperti itu. Saya serahkan semuanya pada pengacara saya, Pak. Lagian saya akan sidahlng cerai minggu depan. Urusan saya dengan suami saya akan segera berakhir." "Baik, Mbak, kami mengerti. Mohon untuk sementara jangan keluar kota dulu, sampai penyidikan ini selesai semua ya, Mbak.""Baik, Pak, terima kasih banyak." Luisa dan p