"Kang, alhamdulillah akhirnya datang juga. Ayo, sini, Kang, ketemu sama Non Luisa! " Nisa mengajak kakaknya yang bernama Abdi langsung masuk ke dalam lift. "Akang teh lapar, Neng. Waktu bus berhenti di rest area, Akang pules. Jadinya ini belom makan. Akang makan dulu ya?" pemuda berusia dua puluh tiga tahun itu menatap adiknya dengan wajah memohon. "Bungkus aja ya, Kang. Gak enak sama Non Luisa. Ya udah, mau makan apa?""Makan nasi campur aja deh." Nisa mengangguk. Ia kembali menekan tombol lift turun untuk bisa segera sampai di kantin rumah sakit. Abdi memang tidak banyak bicara, karena anaknya sedikit pemalu, tetapi dapat dipastikan kakang dari Nisa itu adalah jawara di kampungnya. "Nisa, telornya dua ya," kata Abdi sambil menunjuk telur ceplok balado yang ada di etalase. Gadis itu menoleh kaget. "Bukannya udah punya dua?" Abdi terbahak mendengar seloroh adiknya. "Iya tahu, mentang-mentang sudah paham dunia dua bola, ha ha ha... " Nisa ikut tertawa pelan. "Empat puluh ribu, Mb
Luisa melihat status terbaru yang di posting oleh Bu Hera. Ada perasaan sedih dan juga kecewa karena foto resepsi Levi dan gadis muda bernama Rana. Namun, ia bisa apa karena takdir membawanya pada situasi sulit seperti ini. Berarti mereka memang belum berjodoh dan ia tahu pasti akan selalu ada hikmah di balik setiap kesulitan. Lelah membayangkan kesulitan yang ia alami satu per satu beberapa bulan belakangan ini, membuat wanita itu akhirnya terlelap juga. "Non kalau mau pulang, istirahat di rumah, pulang aja, Non. Nanti gantian, setelah Non, baru saya pulang untuk mandi dan ganti baju," kata Nisa pada Luisa, setelah mereka baru saja terbangun. Suara Nisa pun masih sangat berat, suara khas orang bangun tidur.Luisa masih dengan mata menyipit, memperhatikan jam di tangannya. Sudah jam tujuh pagi. Pantas saja perutnya terasa lapar dan Nisa memintanya pulang. "Apa? Pulang?" tanya Luisa lagi. "Iya, Non pasti capek habis acara kemarin dan dari kemarin belum ada pulang lagi ke rumah. Mend
"Sudah jelas ini disengaja, Mbak. Tidak mungkin ada banyak ular di dalam, maupun di luar rumah. Ini ada yang iseng. Musuh atau orang yang ga suka sama Mbak Luisa," kata Pak RT Harun. Mereka tengah memperhatikan CCTV komplek yang sangat jelas memperlihatkan dua orang naik sepeda motor sambil membawa karung. Satu di depan motor, satu lagi bagian belakang. "Ya, Pak, ada yang memang sedang tidak suka dengan saya dan keluarga saya. Terima kasih atas perhatian Pak Harun dan bapak yang lainnya terhadap rumah saya. Meskipun sudah dinyatakan steril oleh pihak Damkar, tapi saya masih takut untuk tinggal di sana. Ayah saya juga sedang dirawat . Untuk sementara waktu saya akan mengontrak saja, Pak. Saya juga tidak mau urusa saya membuat warga perumahan tidak tenang. Saya minta rekaman ini ya, Pak. Saya mau lapor polisi saja." Luisa tersenyum penuh keyakinan. Ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan. Selama ini ia hanya diam dan menerima apapun yang dilakukan Edmun padanya, termasuk mencuri semua
"Puas kamu, setelah apa yang kamu lakukan pada saya dan Luisa? Hm? Apa yang kamu dapat dari sikap sok jujur dan sok jagoan kamu? Rumah sakit? Alat kelamin yang tidak bisa membuahi? Kamu sudah tidak menjadi pria sejati lagi, Edmun. Ini adalah sedikit balasan bagi orang yang selalu pintar membuat kebohongan besar." Levi tertawa di balik jeruji besi. Di seberangnya, sudah ada Edmun yang terduduk di lantai dingin hanya mengenakan baju kaos jelek dan juga sarung. "Sudah benar kamu pura-pura mati, malah muncul kembali. Sama saja kamu mengantar nyawa kepada buaya yang lapar, " lanjut Levi lagi dengan penuh kesinisan."Pak, sampai kapanpun saya tidak akan mau kalah dari siapapun. Jika saat ini saya ada dibalik jeruji ini, pasti suatu saat saya akan keluar dan menuntut balas," jawab Edmun sambil mengepalkan tangannya. "Udah kena hukum, masih ada sombong!" Hardik Levi masih dengan ketawa sinis. "Lima tahun gak lama, Pak. Saya akan segera keluar dan membeli orang-orang yang sudah membuat saya
Wanita itu memutuskan untuk tidak mengangkat ponselnya. Setelah dering itu berhenti, Luisa buru-buru mematikan benda pipih miliknya itu. Ia benar-benar tidak mau diganggu oleh siapapun, termasuk Levi. Kini Levi adalah suami orang dan ia bukan wanita tidak punya pekerjaan yang iseng menggoda suami orang. Tok! Tok! "Luisa, ini Papa." Suara papanya terdengar di balik pintu kamar. Luisa bergegas membukakan pintu. "Ya, Pa." Papanya masuk ke dalam kamar sambil tersenyum. "Ada apa, apa Papa sakit?" tanya Luisa yang memang selalu khawatir dengan keadaan sang Papa sejak terakhir koma hampir tiga minggu. "Tidak. Papa baru saja dapat telepon dari Levi. Papa lupa memblokir nomornya waktu itu. Maafkan, Papa." Luisa mendesah kecewa. "Papa bilang apa?" tanya Luisa. "Papa bilang, kamu sudah tidur dan memang ganti nomor. Saat dia minta nomor kamu, Papa gak kasih karena Papa bilang, kamu ga mau diganggu dulu dan ingin menenangkan diri. Benar begitu kan?" gadis itu baru saja suudzon dengan papany
Flashback"Polisi? Maaf, sepertinya Bapak-bapak salah orang. Di sini saya dan.... ""Mari, ikut kami ke depan, Bu. Bisa dijelaskan di kantor polisi nanti. Lalu untuk Pak Edmun yang sekarang sedang sakit, akan ada petugas yang berjaga di depan. Anda juga akan dimintai keterangan Pak Edmun.""Pak, Bapak salah orang! Kalian salah tangkap. Siapa yang.... ""Mari silakan jalan sendiri keluar atau kami borgol dan jadi bahan tontona orang-orang?" ancaman itu membuat nyali Cristy bingung. Sekilas ia melihat ke arah Edmun yang masih tergolek pasrah. Suaminya belum pulih dan kini ia harus dibawa ke kantor polisi. "Bawa tas dan sita ponselnya!" kata petugas berbadan tambun pada salah satu anak buahnya. "Hei, apa yang kalian lakukan? Kalian gak bisa.... " percuma saja Cristy mencoba menahan gerakan petugas kepolisian itu karena tas dan ponselnya sudah disita. Wanita itu menggeram, saat ia melihat dua anak buahnya yang berjaga di luar kamar perawatan tengah menunduk dan dijaga ole seorang polisi
"Tuan mau makan? Biar saya ambilkan, " ucap Rana saat ia membuka pintu kamar dan melihat suaminya tengah sibuk di depan laptop. Karena tidak ada jawaban, Rana mengira bahwa suaminya tidak mendengar ucapannya. Gadis itu memutuskan untuk menghampiri Levi. "Tuan, apa Tuan mau makan?" "Saya gak suka dengar suara kamu yang jelek itu! Jangan bicara dekat-dekat saya! Sana jauh!" Levi mendorong keras tubuh Rana hingga gadis itu terhuyung dan jatuh duduk di atas ranjang. "Maaf, Tuan." Rana kembali bangun dari duduknya, lalu melesat keluar dari kamar. Bu Hera melihat apa yang dilakukan putranya pada sang Istri. Bukannya ia tidak tahu Levi itu galak, nekat, terlalu berani, dan tidak ada belas kasih, kecuali pada wanita bernama Luisa. Ia berpura-pura menata tanaman hias di atas bufet, saat Rana keluar dari kamar. "Ada apa, Rana?" tanya Bu Hera pura-pura tidak tahu. "Ah, tidak apa-apa, Nyonya. Saya mau ke dapur sebentar.""Mau apa? Pekerjaan rumah tangga ini sudah dikerjakan oleh bibik. Kam
"Kalian gila ya, menyekap perempuan yang lagi hamil?! Aku akan balas semua ini, lihat saja!" Cristy terus berteriak dari dalam ruangan kosong, tempat ia disekap. Ini adalah hari ketujuh ia di dalam sana. Meskipun ia diberikan makan, tetapi ia tidak bisa keluar ke mana pun. Terkurung di kamar yang hanya bisa dibuka dengan password. "Siapa kalian sebenarnya?! Hei, bangsat!" Wanita itu trus meracau kesal, terkadang disertai makian karena rasa marah dan tidak terima di ruangan kosong tanpa udara. Hanya ada kipas angin saja dan sebuah ranjang. Dua orang pria yang berjaga di luar hanya bisa menggelengkan kepala mendengar makian wanita yang mereka sekap. Keduanya juga tidak tahu, harus sampai kapan mereka menjaga wanita itu. "Bosen juga di sini nungguin perempuan berumur yang mulutnya pedes banget, " kata salah seorang dari dua penjaga itu. "Bisa dibayangkan yang jadi suaminya. Kayaknya tuh cewek dominan. Kenapa harus disekap ya? Disekap tapi di kasih makan. Aneh bos Levi mah.""Iya, nam