“Le-lepaskan aku…,” rintih Amanda, setelah Pangeran Apollo melepaskan ciuman paksanya. “Pangeran Hitam akan membunuh Anda!” ancam gadis itu lagi saat Pangeran Apollo mendekatkan wajahnya kembali.
Tawa keras terngiang di telinga Amanda saat pria bersurai coklat itu tergelak begitu puas. “Kau benar-benar tak percaya sudah ditinggal olehnya? Kau tak seberharga itu di mata Pangeran Hitam, Amanda sayang!”
Sebelum Pangeran Apollo mengambil kesempatan lagi pada tubuh Amanda, gadis pemilik netra ungu itu melihat pisau pengupas buah di samping ranjangnya.
Dengan sigap Amanda mengambil benda tajam itu dan langsung mengarahkan ke perutnya. “Pergi kau atau aku akan membunuh diriku di sini! Kemudian kau bisa melihat bagaimana reaksi Pangeran Hitam!” ancam Amanda.
Kila
Terima kasih telah membaca. Dukung penulis dengan VOTE novel ini ya ^^
“Karena akulah yang benar-benar mencintaimu, Amanda.” Senyum menawan khas Pangeran Apollo terlihat mengerikan di mata Amanda. Tapi kali ini gadis itu tak lagi menunjukkan rasa takutnya. “Pergi!” usir Amanda sambil menunjuk pintu keluar kamarnya. Pangeran Apollo tertawa meremehkan. “Kau, mengusirku, di istanaku sendiri Amanda?” tanya pria menawan itu dengan nada bercanda. Tapi tak ada tawa di muka Amanda menyambut candaan itu. Ini pertama kalinya Pangeran Apollo melihat keberanian yang tampak nyata berikut kebencian yang sudah sering Amanda tunjukkan padanya setelah peristiwa malam itu. ‘Biasanya ia selalu melihatku dengan ketakutan, sekarang ia menatapku dengan keberanian ditambah kebencian. Kau semakin menarik Amanda.’
Bunyi dentuman meriam disusul dengan alunan merdu hymne kematian memenuhi suasana pagi itu di Istana Hitam. Illarion Black menatap pedang besi milik pengawal kesayangannya dimasukkan perlahan ke dalam liang lahat sebagai simbol jasad pengawal yang selalu setia menemaninya, Jenderal Andreas. Setelah tanah mulai ditutupi bunga mawar hitam lambang kematian, Illarion menepuk dada kemudian membungkukkan tubuhnya diikuti oleh seluruh pengawal Kerajaan Hitam dengan khidmat. Sebuah gesture penghormatan tertinggi untuk seseorang yang telah banyak berjasa. Beberapa prajurit tampak tak bisa menahan tangis kesedihan, sisanya mencoba menerima kehilangan. Illarion menatap gundukkan tanah yang sekarang diisi pedang milik Jenderal Andreas dengan ding
Kedua pria itu tercekat mendengar pengakuan Illarion Black. “Itu karena ia berkhianat padaku.” Illarion menatap tajam pada kedua orang di hadapannya. “Hal itu berlaku juga untuk kalian jika melanggar apa yang akan kita sepakati.” Duke Gala dan Duke Fang mengangguk dengan cemas. Senyuman kembali terbit di wajah Illarion. “Kalian tahu kan apa yang kalian minta?” Kedua pria bangsawan itu mengangguk. “Jika Pangeran Hitam bisa mengatasi masalah daerah Green, maka aku, Duke Gala sebagai penguasa wilayah itu akan tunduk dan setia pada Pangeran Hitam,” janji Duke Gala setelah menelan salivanya mencoba meyakinkan Pangeran Hitam. “Aku juga sebagai penguasa wilayah Kaliska bersedia unt
“Pengkhianat!” jerit Ratu Minerva dengan geram dan melemparkan vas bunga yang berada di atas mejanya. Duke Alantoin yang menjadi lawan bicara wanita itu langsung menghindari pecahan kaca dengan menutup mukanya kesal. ‘Ia semakin parah setiap kali menumpahkan amarahnya.’ “Mereka menolak tabib yang aku bawa dan malah datang ke anak sialan itu! Apa kau tak bisa mencari penawar penyakit yang lebih ampuh dari milik si brengsek itu?” tanya Ratu Minerva ke kakak kandungnya dengan muka garang. “Para tabib pun tak bisa, apalagi yang bisa aku lakukan…,” jawab Duke Alantoin begitu putus asa. “Kau memang tak berguna! Pantas saja ayah lebih memihak padaku padahal kau adalah satu-satunya anak lelaki di keluarga kita! Kau benar-benar
Kembali Duke Alantoin dan Ratu Minerva membelalakan mata mendengar kabar yang terduga lainnya dari pelayan itu. “I-ini sangat aneh,” ucap Duke Alantoin tergagap karena tak percaya dengan hal yang ia dengar. “Pangeran Hitam dan istrinya sama-sama mengajukan perceraian dan gadis itu sudah tak ada di istana itu. Seolah-olah benar-benar menyelamatkan istrinya itu dari pembunuhan pihak kita jika gadis itu berani mengajukkan gugatan cerai? Ini benar-benar sangat aneh? Aku merasa ada yang janggal di sini.” Ratu Minerva menatap tajam pada kakak kandungnya itu, menganalisis apa yang terjadi. “Kau benar ini sangat aneh…,” ujarnya menggantung. “Aku jadi bertanya-tanya apa anak sialan itu siap untuk kudeta atau ia benar-benar memiliki hati pada gadis itu,” lanjut Ratu Minerva.
Iris mata Amanda langsung bergetar begitu melihat isi dari perkamen yang dibawa Pangeran Apollo itu. Kemudian ia melihat permohonan resmi itu ditujukkan pada Baginda Raja Abraham. ‘Ini bukan hal main-main atau candaan belaka, membawa nama Baginda Raja pada surat ini, Pangeran Hitam benar-benar ingin menyudahi hubungan ini.’ Setetes air mata lolos ke pipi pucat Amanda. Gadis itu membaca berulang kali perkamen itu, tanda tangan milik Pangeran Hitam terukir indah di sana, sebagai pihak suami. Permohonan itu harus ditandatangani oleh kedua belah pihak. Amanda selalu merasa ini akan terjadi, tapi di sisi lain hatinya tak menyangka ini benar-benar terjadi. Dadanya terasa sesak, seolah berlubang sekaligus terikat dalam waktu yang bersamaan. Air mata kembali menetes di kedua sisi mata Amanda sekarang, dan Pangeran Apoll
Amanda menatap nanar setelah mendengar pernyataan pria di depannya itu. “Tak kusangka Anda adalah pedang bermata dua.” Tawa sinis kembali keluar dari bibir tipis Pangeran Apollo. “Dan apa bedaku denganmu, bukankah kau juga pengkhianat keluarga? Kau mengkhianati keluargamu karena mencintai Pangeran Hitam! Kemudian jangan pernah berharap dia kembali Amanda, sekarang kau harusnya mulai belajar mencintaiku.” “Sayangnya, itu tak akan pernah terjadi,” tantang Amanda. “Hanya aku Amanda yang bisa menerima cacat dan lukamu,” ucap Pangeran Apollo sambil mencengkram dagu Amanda, menarik gadis itu mendekati wajahnya yang rupawan. “Lepas-hmpp!” Kembali Pangeran Apollo mencium paksa Amanda, dengan segenap tenaga gadis itu menolak kont
Kecupan itu hanya beberapa saat sampai manik mata bak batu obsidian itu terbuka dengan tatapan tajam. “Pergi!” usir Pangeran Hitam pada semua wanita yang memenuhi kamarnya. “Argh! Sialan,” erang Illarion sambil mengusak rambutnya kasar. Keesokan paginya, Pangeran Hitam diam-diam menuju tempat berlatih pasukannya. Jumlah mereka semakin banyak dari waktu ke waktu bahkan sudah memenuhi lembah di balik pegunungan Exilas. Legiun Hitam sebanyak itu, tapi belum sampai ke telinga Ratu Minerva merupakan rahasia yang tertutup rapat dari pihak manapun. “Anda tidak apa-apa, Tuan?” tanya Yurigov khawatir melihat lingkaran hitam di bawah mata Illarion Black kian pekat juga dari waktu ke waktu. “Anda terlihat kurang tidur, sangat kurang.” Illarion menghembuskan napasnya sebelum dud