Halo sayang, terima kasih yang masih setia mengikuti cerita DDGRR hingga sekarang, jangan lupa tingalkan jejak ya. Jejak kalian sangat berarti untuk author remahan sepertiku, terima kasih .. Semoga harimu menyengkan.
"Jadi benar, Tiara memiliki anak dari Ziyan," tanya Wisnu pelan."Apa anda tidak mengetahui itu?" Thomas justru balik bertanya.Wisnu menggelang kepala, walaupun sebenarnya percuma ia lakukan itu, karena Thomas juga tidak melihatnya."Bapak baru menyadari itu sekarang, maafkan atas kelalaian bapak ini, nak" ujarnya penuh sesal."Hah! sudahlah pak, semuanya sudah terjadi. Saya hanya berharap, sekarang bapak bisa bersikap baik pada Tiara maupun Nana," balas Thomas. "Itu pasti akan bapak lakukan, Nak," jawab Wisnu, "Lalu, bagaimana dengan Bram? Apa dia bisa menerima anak Tiara?""Iya, karena anak itu begitu menggemaskan. Anda tenang saja, karena secepatnya aku pasti membawa Nana berkunjung ke rumah anda.""Benarkah!" sela Wisnu yang seketika berubah sumringah.Keharuan tidak bisa lagi pria paruh bayah itu sembunyikan, ia bahkan tersenyum sambil meneteskan air mata
"Mau kemana kamu?" tanya Thomas.Ia yang saat itu sedang duduk di kursi dekat kolam, memperhatikan ikan-ikan peliharaannya, seketika menegakkan tubuh begitu mendapati Sari hendak lewat di sampingnya"Kamu nanyak, kamu bertanya-tanya," jawab gadis itu.Thomas berdecit melihat Sari justru memajukan bibir.'Sial! bibirnya bikin otakku langsung traveling,' geramnya dalam hati."Gitu amat jawabnya Sar, tanya baik-baik loh ini," ujar Thomas."Iya mas Tom-Tom, aku mau bantu-bantu mbak di dapur siapin makan siang, mumpung Nana lagi belajar melukis di kamar," jawab Sari dengan suara dibuat sehalus mungkin dan disertai senyum kaku."Nah, gitu kan enak di lihat. Buatin kopi dong, terus, anter ke ruang kerjaku ya," pinta Thomas."Iya, mas Tom-Tom," sambung Sari masih bersikap terpaksa baik pada Thomas.'Ck, kalau saja kamu bukan adiknya tuan Bram, mungkin sudah aku nikah
Sari merutuki diri, merasa lancang karena sudah berani menanyakan urusan pribadi Thomas. Terlepas dari apa yang pernah dilakukan pria itu padanya, tapi Sari menganggap jika pertanyaannya barusan sudah berlebihan."Maaf mas, kalau aku sudah lancang bertanya." Sari spontan menarik kedua tangannya, lalu terjingkat bangun."Kamu mau kemana, sini biar aku obati dulu," terang Thomas seraya mendongak."Enggak apa-apa mas, ini hanya luka kecil, aku bisa obati sendiri dibelakang kok."Sejujurnya, Sari merasa kikuk bisa sedekat itu dengan Thomas, walaupun mereka sering bertemu selama dirinya tinggal di paviliun, tapi dengan jarak sedekat itu, baru pertama kali terjadi. Dan lagi, Sari juga cukup sadar diri siapa dirinya."Sudahlah, jangan membantahku. Duduk lagi, aku obati lukamu. Ini juga karena aku kedua tanganmu bisa merah begini," ucap Thomas."Ta-tapi–""Sudah, duduk saja," sela Thomas.
"Kau sudah pulang kak," tanya Thomas yang kebetulan berpasangan dengan Bram saat berada di tangga."Ada apa dengan wajahmu? apa kau baik-baik saja?" Begitulah Bram, di balik wajah datar dan sikap pendiamnya, sebenarnya pria itu memiliki kepedulian tinggi pada orang-orang terdekatnya."Apa kamu sudah melihat berita hari ini?" Thomas justru balik tertanya."Tidak, aku belum sempat membuka berita apapun hari ini.""Ck, memang begitu, kalau sudah berurusan dengan ranjang, tidak ada hal lain lagi yang ingin dilakukan," sindir Thomas.Tidak ingin menanggapi sindiran Thomas, Bram langsung merogoh ponsel dari dalam saku celananya. Dan dalam hitungan menit, pria itu-pun langsung membuka berita trending hari itu."Cih, sudah aku katakan, dia bukan wanita yang pantas bersanding denganmu, dan sekarang. Dia sendiri yang membuktikan siapa dia sebenarnya," cibir Bram.Pria itu seringai,
Tangan mungil Nana terus menggenggam erat jari telunjuk Bram. Keduanya berjalan beriringan saat memasuki pusat perbelanjaan. Ternyata, Bram memutuskan mengajak Nana ke tempat itu, daripada ke taman bermain seperti yang ia ucapkan sore tadi. Setelah makan malam, Bram langsung mengajar Nana keluar, agar gadis itu tidak lagi murung mengingat ibunya."Wah .. tempat ini besar sekali, paman. Apa kita nanti akan naik kesana?" tanya Nana seraya menunjuk eskalator."Iya, kita kesana sekarang."Mengenakan pakaian santai lengkap dengan kacamata hitam, Bram berjalan penuh percaya diri. Seolah, genggaman erat Nana di jarinya tidak membuat pria tiga puluh satu tahun itu risih sedikitpun. Bahkan, tatapan kagum para kaum hawa yang menyebutnya 'hot daddy' tidak Bram pedulikan. Pria itu tetap acuh, saat sesekali membenahi poni Nana yang menghalangi matanya.Sungguh, pemandangan manis layaknya seorang ayah dan anak perempuan pada umumnya. Walaupun sebenarnya, mamang itu-lah ikatan yang terjadi diantara
Begitu mobil berhenti, Bram keluar lebih dulu, lalu kembali membuka pintu depan, samping kemudi untuk menggendong Nana yang tertidur. Terlalu semangat bermain, bocah itu sampai kelelahan, dan akhirnya tertidur ketika mobil Bram baru beberapa meter meninggalkan pusat perbelanjaan.Bram, tampak begitu hati-hati saat mengeluarkan Nana dari dalam mobilnya. Seolah khawatir, bocah itu akan terbentur pintu ataupun yang lain."Biar saya saja, tuan," ucap Sari yang sigap mendekat begitu mendengar mobil Bram kembali."Tidak usah, biar aku saja," jawab Bram tanpa suara."Buka saja bagasi, ada beberapa mainannya di sana," jelas Bram yang kini bersuara pelan."Baik tuan."Tanpa menoleh kebelakang lagi, Bram langsung bergegas memasuki rumah melewati pintu penghubung yang terdapat di garansi."Ya ampun, aku lupa bertanya, bagaimana buka bagasinya," gumam Sari kebingungan.Gadis itu sibuk
"Iya," jawab Bram singkat."Sebegitunya kau menyukai anak tirimu itu, kak?" Bram acuh melihat Thomas menahan senyum, sebelum akhirnya ia menjawab, "Kau tahu jawabannya, kenapa masih bertanya""Iya, dan aku hanya ingin memberimu saran, lebih baik kau siapkan kamar sendiri untuk Nana. Agar, saat kamu memasuki kamarnya tidak ada wanita lain," cetus Thomas.Itulah alasannya, kenapa Bram membawa Nana ke kamarnya, karena di paviliun Nana masih tidur bersama Sari. Sementara Bram, setelah apa yang ia lakukan dengan Tiara dan juga Mawar dulu. Membuatnya merasa tidak nyaman berada di kamar wanita dewasa, meskipun hal itu mustahil terjadi, tapi Bram tetap tidak bisa melakukannya."Akan aku pikirkan nanti," jawab Bram, "Pergilah, aku juga ingin istirahat sekarang," sambungnya."Baiklah, selamat malam," ucap Thomas yang langsung berbalik badan dan melenggang pergi.Melihat Thomas sudah berlalu, Bram menutup pintu dengan pelan, khawatir akan mengusik tidur Nana. Setelah berada di kamarnya, Bram mem
Akhirnya, Bram mengakui kekalahannya, ia tidak bisa lagi melawan, pengaruh alkohol telah berhasil melemahkan sebagian besar fungsi saraf dalam tubuhnya. Bahkan, Bram nyaris kehilangan kesadaran. Namun, ia masih coba tahan dengan sedikit tenaga yang tersisa.Sebenarnya, Bram bukan seorang peminum handal, ia juga jarang mengunjungi klub malam jika bukan karena mendapat undangan dari rekan bisnis, maupun sahabatnya yang sedang mengadakan pesta. Sama halnya malam itu. Bram sengaja membawa Tiara, karena memang atas permintaan pemilik acara untuk membawa pasangan masing-masing. Dan, karena terlalu bersemangat bisa berkumpul, tanpa sadar Bram dan yang lain telah menghabiskan beberapa botol minuman beralkohol tinggi. Bahkan Ziyan, sampai di papah beberapa pria saat keluar dari klub, begitu juga yang lain. Hanya Bram yang terlihat benar-benar sadar, mengingat ada Tiara bersamanya. Tapi ternyata, semua itu hanya tampilan luar, karena kenyataannya kini, pria itu ti