Mendengar pertanyaan Alissa, seketika membuat Erick gugup dan memalingkan wajahnya. Wajah Erick tampak memerah, seperti menahan amarah, juga tangannya terkepal kuat. Namun, sejenak kemudian Erick mencoba mengendalikan dirinya dan bersikap seperti tidak tahu apa-apa. Erick menoleh lagi ke arah Alissa dengan senyum merekah di bibirnya. "Aku tidak tahu, Sayang. Tidak mungkin ada yang berani menyakitimu," ujar Erick.Tanpa Erick sadari, semua gerak gerik Erick sebelumnya tak luput dari perhatian Alissa. Alissa dapat melihat jelas dengan perubahan yang terjadi pada Erick. "Tapi Mas ... kalau memang tidak ada, kenapa aku bisa terluka?" desak Alissa.Desakan Alissa membuat Erick semakin geram. Erick menjadi berpikir, kenapa Alissa semakin lama semakin terlihat sehat. Erick yang tak ingin terlalu memikirkannya pun mencoba untuk melimpahkan kesalahannya pada Riana. "Coba nanti aku tanyakan pada Riana, Sayang. Jika sampai dia terlibat, aku pasti akan memberinya pelajaran."Lagi-lagi Alissa te
Setelah mendengar semua percakapan Erick dan Riana, Alissa segera pergi meninggalkan ruang kerja Erick menuju meja makan. Tubuhnya sedang berjalan, namun pikirannya seakan di tempat. Ia terus terpikirkan oleh ucapan Erick yang ingin memastikan perihal obat yang harusnya ia minum. Alissa tidak menyangka, ternyata sikapnya telah membuat Erick curiga. Akhirnya Alissa pun tiba di meja makan. Ia duduk di salah satu kursi meja makan seraya menunggu Erick dan Riana. Tak sampai lama ia menunggu, Erick tampak datang seorang diri. "Kamu dari mana saja, Mas? Aku cari-cari, kok tidak ada?" bohong Alissa."Aku tadi dari ruang kerja, Sayang. Aku harus periksa berkas proposal yang akan aku ajukan pada klien lebih dulu." "Ooh ...." Alissa hanya menganggukkan kepalanya mengerti. "Ya sudah, ayo kita makan, Mas!" Erick bergegas mengambil centong makan dan menyiapkan makanan untuk Alissa, namun tiba-tiba tangan Alissa terangkat mencegah Erick melakukan itu. "Jangan, Mas! Kamu siapkan untuk dirimu se
Erick hampir saja membuka pintu ruang kerjanya, tetapi gerakannya terhenti kala tiba-tiba ia mendengar suara Riana dari belakang. "Tuan!" Seketika Erick menoleh. "Riana! Kapan kamu pulang? Bukankah seharusnya kamu mengantar Ellena?" "Iya, Tuan. Saya sudah mengantarnya dan baru saja kembali. Saya ada di belakang Tuan saat Anda masuk gerbang tadi." "Ooh ... baguslah, kebetulan ada yang mau aku bicarakan. Ayo kita masuk!" Erick pun membuka pintu ruang kerjanya, lalu melangkah masuk dan diikuti ole Riana. Di dalam ruang kerja, Alissa sudah tidak terlihat di sana. Ternyata saat Riana dan Erick berbicara, di gunakan Alissa untuk bersembunyi.Erick berjalan menuju mejanya dan duduk di kursi kebesarannya, sementara Riana berdiri di depan Erick. "Maaf, Tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Riana seraya menundukkan kepalanya. Erick menatap Riana dari ujung kepala hingga ujung kaki Riana sembari mengetuk-ngetuk mejanya. Selama ini, Riana lah yang sudah membantunya dalam segala hal. E
"Reyvan, Rena, apa yang kalian rencanakan?" Risa yang baru saja datang melihat kedua anaknya tampak aneh. Hal itu pun membuat Risa bertanya-tanya. "Rencana apa sih, Ma? Ini lho ... rencana perkembangan kerja sama dengan PT Adiguna. Aku butuh bantuan Reyvan untuk menanganinya kali ini," bohong Rena. Rena tidak ingin mamanya mengetahui bahwa ia menyuruh Reyvan untuk menyelamatkan temannya. Tanpa Rena ketahui ternyata hal itu dimanfaatkan oleh adiknya sendiri.Risa yang tidak mengerti tentang masalah perusahaan hanya mengangguk saja. "Ooh, aku kira apa. Oh ya, Rey! Bagaimana penawaran Mama kemarin, kamu mau, kan?" "Penawaran apa, Ma?" Reyvan pura-pura tidak mengerti ucapan sang Mama. Ia sebenarnya tahu kemana maksud arah pembicaraan mamanya, namun ia sengaja tak ingin membicarakannya. "Mama tahu kamu hanya pura-pura, kan? Mau tak mau, kamu harus melakukannya," putus Risa yang sudah tidak ingin didebat lagi. "Aku pun sama, Ma ... tetap pada keputusanku. Mama tidak bisa memaksaku." teg
"Ren, Aku nggak menyangka kamu akan datang kemari? Terima kasih, ya," ucap Alissa seraya menggiring Rena berjalan menuju ruang tamu"Maaf ya, aku akhir-akhir ini sangat sibuk, jadi baru sempat ke sini sekarang." "Nggak pa-pa, Ren. Kamu ke sini sekarang aja aku dah seneng banget, kok." Alissa ingin sekali mengatakan sesuatu pada Rena, namun ia harus memastikan bahwa Riana tidak boleh mendengarnya. Ia pun melirik ke arah belakang. Ia melihat ada Riana yang sedang mengikutinya, membuat ia mengurungkan niatnya. Alissa dan Rena duduk bersebelahan di sofa ruang tamu dan sedang bercanda bersama. Akan tetapi, Riana yang sejak tadi mengikuti mereka, seakan tidak mau pergi dan itu membuat mereka merasa tidak nyaman. Riana seakan sengaja mengawasi mereka. "Kamu sampai kapan sih, berdiri di sini, Riana? Pergi dari sini! Buatkan minum untuk temanku?" tegur Alissa."Maaf, Nyonya! Baik, akan saya buatkan." Riana pergi meninggalkan Alissa dan Rena dengan wajah di tengkuk ke depan. Ia seakan tidak t
"Sayang! Kok, kamu di luar. Bukankah harusnya kamu istirahat, sekarang?" seru Erick bernada seolah khawatir. Erick yang baru saja datang, segera menghampiri Alissa dan duduk di samping Alissa. "Kamu sudah pulang, Mas? Bukannya kamu baru saja pergi, kenapa cepat kembali?" Alissa menatap Erick dan Riana bergantian, curiga bahwa kepulangan Erick ada hubungannya dengan Riana. ""Tadi aku baru saja selesai meeting. Entah kenapa perasaanku tidak enak, makanya aku pulang. Ternyata benar, kamu kebanyakan aktifitas, harusnya kamu istirahat, Sayang." Ucapan Erick seakan membuat Alissa semakin jijik, ia memalingkan wajahnya dan meringis geli menghadap Rena. Namun, sedetik kemudian ia berbalik lagi menghadap Erick dengan senyumannya. Bahkan, Rena yang baru saat ini melihatnya pun nampak ikut merasa geli dengan tindakan Erick."Aku tidak apa-apa, Mas." Alissa tersenyum palsu. "Lagian, bukankah sudah kubilang aku tidak mau minum obat saat siang hari.""Sayang, kondisimu sudah mulai pulih. Harusnya
Erick baru saja keluar dari ruang kerjanya. ia berjalan menuju ruang tamu, tetapi sampai di sana ia tidak melihat siapapun. Akhirnya ia pun memutuskan untuk ke dapur mencari Riana. Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba ia mendengar bel pintu rumah berbunyi. Ia pun memutuskan untuk melihat siapa yang datang dan mengurungkan niatnya pergi ka dapurnya. Erick baru saja membuka pintu rumahnya, namun ia terkejut saat mendapati seseorang dengan pakaian yang menurutnya aneh dan tidak dikenalinya."Siapa kamu?" tanya Erick. Reyvan yang sebelumnya berdiri membelakangi pintu, segera menoleh kepada Erick. Dengan gaya tengilnya, ia memperkenalkan dirinya pada Erick. "Maaf, Pak. kenalkan saya Roni, saya dapat pesan untuk memperbaiki AC di rumah ini. "AC? Aku merasa tidak pernah memanggil tukang servis AC. Sepertinya Anda salah alamat, jadi silakan pergi sekarang!" Erick pun tidak memedulikan Reyvan lagi, dan segera menutup pintunya kembali. Namun, saat pintu belum tertutup sempurn
Riana yang telah selesai membuat minuman untuk Alissa dan Rena, segera pergi membawa minuman itu untuk diantar ke kamar Alissa. Di saat Riana hampir sampai pintu dapur, tiba-tiba Reyvan datang dan sengaja menyenggol Riana.Seketika nampan di tangan Riana terlepas dari tangan. gelas berisi minuman itu jatuh dan tak berbentuk lagi hingga belingnya berserakan di mana-mana. "Maafkan saya! Saya tidak sengaja, saya tidak melihat Anda tadi," ucap Reyvan pura-pura khawatir. Riana melihat orang yang menabraknya tampak asing. "Siapa kamu? Kalau jalan tuh lihat-lihat!" bentak Riana. Ia mengerang marah, minuman syang sudah itu buat jatuh begitu saja. Kini ia harus membuat minuman lagi, belum lagi membersihkan lantai akibat pecahan gelas dan minuman yang tempat itu "Saya tukang servis AC, saya ingin melihat mungkin di sini dipasang AC.""Mana ada dapur dipasang AC? Pergi dari sini! Cari ke ruangan lain, sana!" bentak Riana lagi. Reyvan pun berbalik dan pergi meninggalkan dapur dengan senyum d