Pamela meninggalkan ruang sidang setelah dua jam mengerahkan segala daya upaya untuk menjebloskannya Damian ke penjara. Keseluruhan energinya renggut dari jiwa. Binar matanya buyar, saking lelahnya, ia perlu menyadarkan punggungnya di tembok dan memasrahkan diri saat tungkainya sudah tidak mampu lagi menopang diri.Damian menyusul kemudian. Lelah, mereka berhadap-hadapan, dan bukan perkara mudah bagi keduanya berbicara setelah fakta perselingkuhannya dengan Sassy di bongkar habis-habisan oleh Damian.Pamela memalingkan wajah. “Pergi!” Damian dapat melihat luka di matanya, ketidaksukaannya dan banyaknya alasan yang sudah bisa tertebak. “Urusanmu mungkin selesai di hari ini, Mela. Tapi aku belum. Miranti dan perusahaan menungguku di Jakarta!” tutur Damian, sendu.Pamela memberanikan diri menentang tatapannya. Racun dunia memang itu orang, akal sehatnya tidak kunjung menyentil kepekaannya untuk peduli terhadap perasaannya sekarang. “Aku harap Sassy nemenin kamu seperti waktu kalian b
Ace mendorong pintu kamar hotel seraya kembali memapah Pamela menuju ranjang kamar suite yang dipilihnya untuk memulihkan kesadaran Pamela. Ace merebahkan tubuhnya dengan hati-hati seraya berkacak pinggang. Ada gejolak untuk menguyel-uyel pipinya selagi Pamela menyaksikannya sambil tersenyum-senyum kenes. Pamela meringkuk seperti anak kucing yang nyaman di ranjang pemiliknya.“Ace... sini...” Pamela melambaikan jemarinya pelan-pelan. “Sini... Mela kasih tau sesuatu.” serunya manja.Ace menggelengkan kepalanya seraya menggumamkan nama Tuhan. Tingkah Pamela membuat kepalanya nyut-nyutan. Mabuk di sore hari, tersenyum-senyum sendiri lalu meracau tidak jelas dan merayunya supaya tidak seperti Damian. Pamela tidak suka Damian yang pembohong, dan ia tidak boleh menjadi pembohong, tidak boleh selingkuh, tidak boleh memiliki sekertaris nakal. Tapi yang lebih sakti dari berbagai permintaan itu. Ace hanya boleh memiliki hasrat padanya atau sumpah serapah yang di tujukan untuk Damian ikut men
Selapis kecemasan tampak menyelimuti wajah Pamela setelah kesadarannya menyeruak dari mimpi panjang yang menenangkan sebelum fajar menyingsing keesokan paginya. Namun, yang pertama-tama ia lakukan hanyalah termenung. Wajah Ace yang dianugerahi kesempurnaan menguasai pandangan matanya. Persinggahan terakhir itu memeluknya dengan erat. Leluasa dan terpejam dengan nyaman di sisinya seakan-akan prasasti yang bernama Natasha sudah raib dan tak mengganggu kemesraan.Pamela mengerjapkan mata. Kesempatan kemarin bersama Ace tidak terasa mengagumkan sebelum cerih-cerih kejadian semalaman mengalir deras di ingatannya.Pamela melempar sorot terima kasih. Ace memberi tempat melampiaskan kegundahannya karena kecemburuannya pada Sassy tanpa memberi nasihat seperti kebiasaannya saat melakukan kesalahan.“Selamat pagi, Ace.” Senyumnya yang ranum mengawali ritual paginya yang setara dengan menyirami tanaman kesayangan Joice.Pamela mengusap hidungnya yang bangir dengan ujung hidungnya sambil merasak
Ace mencondongkan badannya seraya mengecup sekilas dada Pamela Kandhita Kilmer. Ia terus tersenyum saat matanya menangkap gadis itu memejamkan mata. Mencoba untuk memahami raut gamang Pamela, Ace mengakhiri pengamatannya dengan mengecup rahangnya.“Ada bagian-bagian dari dirimu yang ingin aku biarkan tetap misterius! Seperti isi hatimu.”Ace kembali merebahkan diri. Dia belum siap memulai hari dengan kesibukan di luar kamar, dia belum siap membagi Pamela dengan dunia luar. Dia ingin... berlama-lama di sana untuk merenungkan masa depannya. “Aku tahu kita bersama karena satu dua sebab yang mengharuskan adanya jalan tengah, Mel.” Ace menggunakan kedua tangannya untuk bantalan kepala.“Jika aku tidak pernah mengucapkan cinta, bukan berarti aku tidak mencintaimu. Aku menempatkan segala tentangmu di ruang baru di hidupku. Aku membutuhkan pengertian.” Saat Pamela tidak mengatakan apa-apa, Ace merelakannya bergelut dengan isi kepalanya tanpa mendesaknya untuk mematuhinya ucapannya.Tapi mel
Mengenakan gaun putih bergaya bell-sleeve dari butik ternama yang di belikan Hamidah untuk lawatan ke restoran untuk acara lamarannya, Pamela menarik napasnya dalam-dalam dan menghentikan langkahnya di ambang pintu.“Aku deg-degan parah, Pa.”Anang Brotoseno heran, putrinya bertingkah aneh setelah pulang dari Bali. Pamela lebih banyak diam, tapi tersenyum-senyum lalu meragu, cemas, dan seperti ini. Keberaniannya pupus, seakan ia tidak mewarisi darah juang darinya. Anang Brotoseno melirik anak tirinya, dua laki-laki remaja yang menjadi pengawal pribadi Pamela malam itu. “Bawa kakak kalian ke dalam, jangan sampai dia kabur. Papa sudah bayar mahal restoran Itali ini hanya untuk panen cucu!”Dimas dan Kenzo sigap meraih lengan Pamela, merengek-rengek lah calon istri Ace itu. Bersama dua adik tirinya yang sudah merasakan bagaimana ayahnya memberi jadwal rutin ke gym untuk latihan fisik sebelum mereka masuk ke sekolah militer, Pamela tetap kalah meski adik tirinya lebih pendek darinya.“Mb
Ace melonggarkan dasinya dengan kesal. Bukan gerah karena cuaca Jakarta yang tidak henti-hentinya menebar kehangatan siang malam di musim kemarau. Ia sedang di belakang rumah, di taman keluarga dekat kolam renang untuk menemui Wiratmaja setelah menemani Berlian tidur di kamarnya.“Berhentilah membahas mantan mertuaku, Pa. Mereka bukan prioritas utamaku lagi, dan aku tidak punya kapasitas memberitahu mereka aku akan menikah!” bentak Ace sambil mencampakkan dasinya. Wiratmaja pun ikut melonggarkan dasinya, panas merajah dadanya setelah putranya resmi melamar gadis yang ia puji memiliki banyak kelebihan di beberapa bagian tubuhnya dan personalianya. “Baby strawberry adalah gadis yang panas, Ace.” Ace menggumamkan nama Tuhan dengan bola mata yang membulat. Setega itu ayahnya memuji kecantikan Pamela di depan mukanya langsung. Rasanya seperti dilempar kotoran ayam, walau ia bungkam, tak berniat merevisi ucapan ayahnya. “Akan sangat menyakitkan jika papa sampai membayangkan Pamela untuk
Usai sarapan, Pamela berpamitan untuk pergi ke halaman rumah. Di sana ia menemukan Ace sudah berdiri di dekat mobil, menantinya sembari membawa buket bunga mawar merah yang merekah sempurna. Pamela mengulum senyum seraya meneruskan langkahnya menyisir halaman rumah untuk menubruk tatapan Ace dari dekat. Dan ia melakukannya dengan dramatis sekaligus praktis.Pamela mengendus kelopak-kelopak bunga yang menguarkan pekatnya aroma ke udara sebelum mengecup pipinya.“Selamat pagi.” tuturnya pada Ace. ”Ganteng banget sih hari ini. Lebih ganteng dari tadi malam. Cie... yang mau ketemu mantan.”Ace sampai memalingkan wajahnya untuk meraih dan menghirup udara segar saat Pamela menatapnya dengan takjub.“Mel, hentikan. Sesak dadaku.” keluh Ace saat Pamela mencuri-curi pandang ke padanya. Ace seakan tidak sanggup menerima kenakalan kekasihnya di pagi itu. Kenakalan yang dapat mengubah perasaannya pagi itu.“Terima kasih.” Pamela meraih buket mawar yang Ace berikan. “Romantis banget sih, pasti ad
Pamela menoleh sewaktu pintu ruang kerja Ace berbunyi, menandakan kekasihnya telah kembali dari rapat kerja mingguan bersama para direksi dan komisaris perusahaan. “Bosan?” Ace memeluknya dari belakang, mengistirahatkan dagunya di puncak kepalanya sambil menatap pemandangan gedung-gedung di sekelilingnya dari jendela panjang yang terpatri di beton.“Kondisi seperti ini yang menyebabkan Natasha bosan dan membisu.” Pamela menangkup tangannya yang melingkari pinggangnya dengan lembut. “Natasha bucin banget kali sama kamu, Ace. Jadi dia maunya sama kamu terus.” “Bucin?” Ace menaikkan kedua alisnya. “Sepertimu dengan Damian? Cinta buta? Budak cinta?” godanya sebelum mencium ubun-ubunnya dan terkekeh karena Pamela mencubit kecil punggung tangannya. “Hubungan kita gimana sih? Kenapa kita mudah sekali membahas masa lalu tanpa rasa cemburu!”“Masa lalu yang mempertemukan kita, kenapa harus cemburu? Atau...” Ace memutar tubuhnya, kini ia menatap Pamela. “Kamu diam-diam cemburu?”“Ya kali-ka