Share

Kedukaan Aya

"Ayo pulang, Ya!" Ajakanku ternyata diabaikan. Aya masih betah menebar bunga di sepanjang gundukan tanah di hadapannya, mengacak, lalu menebar ulang.

Kupikir, menggodanya sebelum turun menemui peti mati Bapak bisa mengurangi kesedihannya. Namun, jiwa histerisnya kembali mencuat di tengah para tamu yang bisa dihitung dengan jari. Aku sampai perlu memeganginya di sepanjang upacara pemakaman.

Kebanyakan yang datang hanya mengucap belasungkawa, lalu pergi.

Kematian ....

Orang sebaik Bapak enggak terlalu dikenal. Atau mungkin karena kebaikannya hanya untuk orang terdekat? Yang kuingat hanya para penggosip di tukang sayur dekat rumah Aya dan pemuda tetangga Aya yang menegur saat aku ke sana dulu.

"Manusia hanya mengingat kebaikan ketika seseorang berada dalam puncak kejayaan, Bra. Enggak banyak yang bakal ingat kebaikannya setelah terpuruk," kata Aya, menjawab pertanyaan dalam pikiranku setelah semua pelayat pergi dari kompleks pemakaman.

Ada benarnya. Mati ketika sedang jaya pun bukan hanya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status