Mengalahkan gengsi yang mati-matian saya lakukan, si botak benar-benar memapah saya tanpa sungkan menuju resort terdekat dari bibir pantai. Resort itu berdinding bambu, ada yang berbentuk segitiga atau lingkaran yang seperti rumah-rumah jaman dulu. Terlihat asri dan sejuknya nuansa menjadi Sejenak, saya tertegun sewaktu berdiri di atas pasir putih yang menggelitik kaki saya. Saya membisu memandang rusa, monyet, bahkan babi hutan berkeliaran dengan santai di atas pasir putih yang sama.Anna, masih kurang ramai apa hidup kamu? Kau benar-benar mengambil risiko yang meminta saya untuk menekuk lutut di hadapanmu atau saya kurang memahami mu? Saya bergidik ngeri membayangkan kamu tergesa di kejar babi hutan, kesusahan membawa barang-barangmu, apalagi anak kita yang sudah membuat punggungmu ngilu, atau kamu sedang membohongi diri saya? Saya mengembuskan napas lelah. "Ayo, bos. Lihat-lihatnya nanti lagi ajalah keburu di samperin monyet! Aku males ribut sama hewan liar, ribet urusannya." c
"Kamu minta cinta kayak minta gorengan aja mas, gampang banget ngomongnya!" omel Anna sambil berbalik. Saya yang tidak ingin dia sendiri di pulau yang semakin gelap semakin terasa liar ini menahan tangannya. Anna terdiam."Aku menagih cinta sama seperti saat kamu menagih gelora di atas ranjang, Anna. Tidak berlebih, sama, saya meminta cinta kamu." kata saya sambil mendekat, menghirup aroma sampo kelapa dari rambutnya yang ikal lembut sebahu. "Kali ini saja, tolonglah, jangan membahayakan keselamatanmu dan anak kita, Anna. Izinkan saya menemanimu!" Anna menatap saya, berangsur-angsur matahari yang semakin menghilang di ufuk barat membuat saya tidak betah berlama-lama di pinggir pantai."Saya akan berdamai dengan omelanmu, saya akan mendengar semuanya, senang hati, tidak akan membantah, terserah apa katamu tentang saya. Saya akan menerima, tapi di sini, biar saya menemanimu sebagai suamimu!" kata saya penuh harap juga paksaan, sebab jika tidak begitu mana mempan ini perempuan hanya den
"Gimana, enak?" tanya saya sewaktu Anna menyantap mi komplit itu dengan penuh penghayatan. Waktu saya coba tadi enak, cita rasa yang memang dari resep pabriknya begitu. Cuma perlu di garis bawahi, untuk ibu hamil yang istimewa seperti dia, rasa yang enak belum tentu enak. Begitu juga sebaliknya.Anna mengerucutkan bibir, meski semangkok mi komplit yang sudah tak bersisa itu ia habiskan. Saya menyipit. "Kenapa, kurang banyak?" tanya saya memastikan, saya sanggup memasaknya lagi, tapi masih ada sup buah yang belum dia sentuh, jadi apakah mi buatan saya tidak enak tapi lapar?Saya mendengar perut Anna berbunyi, bergerak lalu dia menutup mulutnya. Bersendawa dengan malu-malu."Banyak banget sih bikinnya, aku bilang komplit bukan berarti porsi dobel. Jadi kebanyakan kan!" Anna mendesis jengkel, "aku coba sup buahnya, awas kalo susunya nggak manis!"Saya menahan senyum, sambil duduk bersila, saya melihatnya kembali makan dengan penghayatan. Saya yakin enak, pasti, saya bisa masak, apapun,
Puas menatap Anna dan menggoda Alinka di dalam rahim ibunya. Saya ikut merebahkan diri di sampingnya. Menatap remang-remang keadaan sambil termenung sendiri.Jeda yang ajaib, perempuan ini slalu berkata seperti itu tapi kata saya, “aku menemui satu persinggahan yang menerima sisi gelap ku, tanpa banyak cela dan pada harapan ini, perempuan ini, memegang rela janji untuk tetap bersama.”Saya memiringkan tubuh, memeluk si pemilik raga yang akan slalu berada di bawah kedudukan Farah, si apa adanya yang slalu tampil ceria di mana saja, saya yakin, dia akan slalu menjadi yang pengertian. "Ardi, Anna, Alinka. Harmonisasi nama yang indah, meski tidak seindah perjalanan yang akan kita lewati nanti bahkan hingga ujung waktu."•••Saya merasakan resah di penghujung mimpi, ketidaktenangan ini semakin lama semakin menjadi-jadi. Saya membuka sebelah mata tanpa benar-benar terbuka, hanya menyipit. Bisa saya saksikan samar-samar Anna duduk bersila sambil memandangi saya. Dia memasang muka datar mes
Anna mengangguk sambil menarik tangan saya buru-buru ke resort. Saya yang tahu pasti maksudnya apa menyunggingkan senyum lebar. Anna mau melepas pakaian saya, ajaib, akhirnya setelah berbulan-bulan saya menunggu dengan sabar untuk merasakan bagaimana mencicipi Anna dalam keadaan hamil terwujud. Akhirnya, bisa saya pastikan Anna kembali luluh dengan apa yang saya lakukan. Anna mendorong daun pintu lantas menutupnya sambil tersenyum lebar. "Jadi?" tawarnya sambil melaju ke kamar mandi, mengambil handuk.Saya tersenyum karena pertimbangannya yang baik. Cukup baik karena pergi ke pulau ini jadi tidak sia-sia. "Jadi, kamu tidak keberatan?" Anna menyampirkan handuknya di sofa, lalu mengangkat wajahnya. "Aku ambil bagianku hari ini mas, nanti malam kamu udah jadi bagian Mbak. Lagian aku tau, berbagi cinta emang akan nggak enak. Tapi lebih nggak enak jadi Mbak, jadi biarkan aku menjadi Anna. Tidak perlu jadi nyonya Ardi, bisa kan?" katanya dengan muram. "Kamu tau mas, ada bagian-bagian t
Setelah menyudahi harmonisasi percintaan yang tidak cukup memuaskan raga. Saya dan Anna keluar dari kamar mandi. Duduk-duduk santai di lantai sambil menyantap logistik yang Anna beli, membunuh waktu dengan bercengkrama tentang hari kemarin yang terlalui dengan banyak mengalihkan atensi, melebur dengan alam, berharap, setiap energi baik yang tercipta dari sang khalik bisa membuat dahaga akan perasaan ini membaik. "Kita pulang jam berapa, Anna?" tanya saya sembari memainkan ujung rambutnya yang sedikit lembab. Anna mengunyah roti croissant kemasan, menghabiskannya lalu meneguk susu ibu hamil kemasan. Saya menghela napas, tadi sudah habis satu buah apel, masih lanjut lagi sepertinya rasa lapar itu."Habis ini ada trip lihat terumbu karang mas, tapi aku nggak berani. Takut dikira anak gajah lagi berenang, takut membahayakan jantung semua orang yang lihat. Jadi aku nggak setega itu."Saya jadi menyunggingkan senyum, dia ini memang merepotkan, saya setuju kok kalau dia tidak perlu berena
Saya tersenyum lemah di hadapan Anna yang membersihkan bibir saya dengan tisu basah di pinggir dermaga setelah saya memuntahkan lagi isi perut untuk kesekian kali."Kayaknya jadi petualangan yang tak terlupakan nih, mas. Selamat ya, semoga jadi kenangan." Anna bersikap seperti ibu-ibu yang sedang memberi semangat pada anaknya setelah melakukan berbagai kegiatan out door dan pulang dengan badan meriang. Saya meneguk air rasa-rasa yang dia berikan sebelum menekan ulu hati yang terasa ngilu."Makan dulu sebelum pulang! Saya harus kembali berenergi."Sigap, semuanya langsung pergi ke tempat parkir. Naik ke kendaraan masing-masing dan bergerak keluar dari wilayah taman nasional ujung kulon ini.Saya menghela napas, tujuh jam paling cepat saya dan Anna akan kembali ke rumah. Bertemu Farah dan kembali harus menjalani kehidupan yang riil. Menjadi orang kantoran, padahal ternyata jalan-jalan seperti kemarin lumayan bikin saya enjoy dan melihat hal-hal baru. Anna menepuk pundaknya, "Sini sand
"Ya ampun, Annaaaaaa...." teriak mama sambil mencubit lengan Anna dengan gemas. "Anak nakal, bisa-bisanya pergi ke ujung kulon sendirian, bisa-bisanya pergi ke sana waktu hamil besar. Ar-Ar, rasanya mama mau pingsan."Tubuh mama berayun mundur, membetur pintu, Anna yang di cubit tetap memasang wajah cengengesan sambil mengipasi wajah mama dengan mengibaskan tangannya."Mama jangan pingsan, nanti Alinka sedih." kata Anna, "Alinka siapa?" tanya mama sambil memegang dadanya."Alinka cucu mama. Kata mas Ardi artinya berharga." Anna menjelaskan sambil menggandeng tangan mama, "masuk yuk, ma. Aku mau rebahan di kasur. Punggungku capek."Mama menatap Anna tak berdaya. Dari wajahnya seperti terjadi pergulatan batin yang kuat."Ayo, ma. Alinka udah puas jalan-jalan." aku Anna dengan muka datar.Mama kemudian berjalan lemah ke dalam rumah dan ambruk di sofa."Ya Tuhan, kalian ke ujung kulon hanya untuk membicarakan nama anak. Ardi! Apa kamu tidak bisa mengatur istrimu? Kalo tidak bisa mama aka