"Saya terima nikah dan kawinnya pulanah binti pulan dengan mas kawin tersebut dibayar, tunai!" teriakku lantang.
Aku sungguh bahagia akhirnya aku menikah juga. " Ci*um! ... Ci*um!... Ci*um!" Para hadirin meneriaki agar aku mencium pengantin wanitaku. Kumoncongkan bibirku bermaksud mencium kening istriku, tapi entah kenapa dia tiba-tiba saja menamparku. Plaakk!! "Hadiiii, apa apa-apaan kamu ini? ngapain kamu mencium Mamah, hah?" Suara cempreng yang sangat has itu membuyarkan semua keindahan yang sedang kualami. Perlahan aku mengerjapkan mata, samar-samar bisa kulihat wajah perempuan di depanku, yang ternyata adalah Mamah. " He he, Mamah, kirain istriku, Mah," ujarku sambil cengengesan, ketika kulihat sosok wanita yang sangat kukenali sedang berdiri sambil berkacak pinggang di depanku. " Dasar mesum!, kamu mimpi mesum, ya?" tanyanya padaku, masih sambil berkacak pinggang. "Yee, Mamah, Hadi gak mimpi mesum, Mah, cuma mimpi nikah aja, hi hi," jawabku sambil cekikikan. Mama teelihat tertawa dan kini dia sudah menurunkan tangannya. Dia berjalan menuju ranjangku yang kini terlihat bak kapal pecah karena mimpiku semalam. "Hadeuh! jadi anak Mama ni udah pengen nikah to? Ya udah, dari pada berkhayal dan bermimpi terus, lebih baik anterin Mama, yu! Mama mau ke undangan." Hmm sudah kuduga, mamahku ini pasti ada maunya. benar saja, dia mengajakku ke ondangan teman sejatinya. "Oaahhh... undangan siapa, Mah?" Aku bertanya sambil menepuk nepuk mulutku yang tak berhenti menguap karena menahan kantuk. "Itu Teh Shiena, yang nolong Mama waktu Mama kecelakaan dulu. Kamu ingat, kan? Sekarang dia mau nikah lagi, dan Mama diundang, makanya Mama minta kamu temenin Mama. Ayo siap-siap gih! Mama pengen sampe saat acara Akad," ujar Mama panjang kali lebar. Aku hanya mampu mengangguk pasrah. Percuma mau membantahnya juga, aku tak mungkin mampu melawan bidadari tak bersayapku ini. Apalagi kalau soal wanita yang pernah menolongnya itu, dia pasti akan selalu mengutamakannya. Teh Shiena adalah wanita yang menolongnya sewaktu ia mengalami kecelakaan tunggal. Aku sebenarnya belum pernah bertemu dengannya, karena sewaktu aku tiba di rumah sakit saat Mama kecelakaan dulu, wanita yang bernama Shiena itu sudah pulang. Setelah hampir 3 jam aku menyetir, akhirnya kami sampai juga di kampung orang yang mengundang Mama. Ternyata rumahnya berada di kampung daerah Tangerang. Karena gangnya sempit, dan mobil tak bisa masuk, terpaksa kami berjalan kaki menuju rumah mereka. "Alhamdulilah,akhirnya kita sampai juga ya, Had," ungkap Mamah dengan nafas Senin kamis alias ngos-ngosan karena tadi kami berjalan cukup jauh juga. Kami melangkah masuk ke dalam, tapi saat kami sampai di halaman , kami dibuat heran dengan pemandangan di rumah ini karena kami menyaksikan orang-orang menangis histeris. " Kenapa ini harus terjadi sama kamu, Naak?" jerit seorang wanita yang sedang menangis dan dikerumuni oleh orang yang terlihat berusaha menghiburnya. Disisi lain, kulihat Pak Penghulu sedang bersiap pergi. " Ma, kita gak salah tempat kan, Ma?, kok, ini pada nangis gini sih?" bisikku pada Mama " Gak, kita gak salah, tapi kelihatannya ada sesuatu yang terjadi, Mama maucoba pergi ke dalam, ya? mau nanyain apa yang terjadi," jawabnya sambil melangkah menuju kamar pengantin. Sementara aku, aku mengamati Pak Penghulu yang mau pergi, tapi masih ditahan oleh keluarga pengantin. "Pak, karena pengantin prianya udah pergi, saya permisi dulu, ya? soalnya saya harus hadiri acara pernikahan di kampung sebelah," ujar Pak Penghulu itu pada keluarga pengantin sambil mengemasi berkas-berkas yang dia bawa. "Pak, tolong tunggu bentar ya, Pak, lima menit aja, Pak!" Mohon salah satu dari keluarga pengantin itu. Tak lama kemudian, kulihat Mamaku datang menghampiriku dan menarik tanganku menjauh dari kerumunan orang banyak. Sepertinya ini ada hal yang bakal menghebohkan entah apa itu. "Had, Mama punya permintaan, kalau kamu merasa sebagai anak Mama dan masih menganggap Mama ini Mama kamu, kamu harus penuhi permintaan Mama, ok ?" bisiknya di telingaku. Aku kaget bukan main mendengar kalimat yang ia ucapkan. Kalimatnya making membuatku yakin dia akan memintaku melakukan sesuatu yang aneh. "Mama apa apaan sih , ngomong kaya gitu? Emangnya ada apa sih ? Dan apa permintaan Mama?" jawabku kesal. "Kamu tahu, pernikahan ini akan dibatalkan karna pengantin prianya gak mau dinikahkan? mereka pergi ninggalin pesta tadi,".. "Oh, terus apa hubungannya sama Hadi, Ma?" tanyaku keheranan sambil menggaruk kepalaku yang tak gatal. "Mama ingin kamu menikahi Teh Shiena sebagai pengganti pengantin pria," ungkap Mama yang sontak membuatku syok dan hampir limbung. " Apa?" Aku terlonjak kaget mendengar perkataan Mama. Semoga saja aku cuma salah dengar. "Mama, Mama jangan bercanda! masa sih, Mama nyuruh Hadi buat nikah sama orang yang gak Hadi kenal?" protesku dengan suara agak naik satu oktaf, tapi Mama dengan sigap membekap mulutku. "Jangan keras-keras! Mama gak mau tahu, pokoknya kamu harus nikahi Teh Shiena. Kamu ingat, kan , dia yang nyelamatin Mama. Kalau dia gak nolong Mama waktu itu, mungkin sekarang kamu udah gak punya Mama lagi," crocos Mama panjang lebar membuatku tambah pusing tujuh keliling. "Tapi Ma, kenapa harus Hadi?” Aku masih mencoba menolak. "Terus, siapa yang Mama mintain tolong selain kamu? Dengar, ya, Had, kalau kamu gak mau nikah dengan Shiena, Mama lebih baik gak pulang selamanya dan gak mau nemui kamu, dan harta Papamu akan Mama sumbangkan ke panti asuhan." Kali ini mama mengancam dengan nada serius. "Tapi kan, Ma. Kita gak bawa apa apa dari rumah. Yang buat mas kawin juga gak ada," rayuku sekali lagi. Berharap Mama mau mendengarkan aku dan membatalkan rencananya. "Gak usah cari alesan, mama ada cincin berlian ni, kamu bisa pakai buat mas kawin. Kan katanya tadi kamu dah pengen nikah, ya udah sekarang kamu Mama nikahkan." "Ya pengen nikah juga sama gadis, Ma. Masa anak ganteng gini mau dinikahkan sama janda tua tang beranak satu," gerutuku dengan suara pelan, tapi rupanya terdengar juga oleh sang bidadari ini. Dia mulai berkacak pinggang. "Kamu mau Mama benar-benar gak pulang ke rumah?" tanyanya sambil meyipitkan matanya. "Aduh! gimna ini? Apa ku turuti aja, ya? Nanti, kan, bisa cerai. Ya sudah lah, lebih baik aku turuti," gumamku dalam hati. " Iya, baiklah. Ma, Hadi nurut ,deh. Mama jangan ngancem lagi, ya!" Akhirnya aku setuju dengan ide konyol Mama. Kami pun pergi ke tempat Pak Penghulu yang sepertinya tetap mau pergi "Pak, Pak penghulu, tunggu dulu, pernikahan ini akan dilanjut Kok," seru Mama dengan noraknya. Semua orang melihat ke arah Mama, terutama keluarga pengantin. ***** ""Maaf Bu, memangnya siapa yang akan nikah? ini pengantinnya udah pergi kok," tanya salah seorang tamu. "Ini Bu, yang akan jadi pengantin prianya ini, anak saya," jawab Mama sambil menepuk pundakku. Kini semua mata memandang ke arahku. Duh, dagsigdug juga jadi pusat perhatian. "Ibu gak bercanda, kan? anak ibu Marna mau nikahi anak saya?" tanya seorang wanita seumur Mama, sepertinya ini mamahnya Teh Shiena karena dia yang tadi pingsan. "Yang bener, Bu?" tanya orang-orang itu secara bersamaan. Ya iyalah siapa yang tak heran, si pengantin wanita kan udah janda dan udah tua, mereka pasti heran kenapa yang mau menikahi janda tua itu adalah laki-laki seganteng aku. Jangankan mereka, gue juga heran, kenapa mama gue justru nikahkan gue sama janda. "Ya udah, kalau memang Masnya serius mau nikah, ayo duduk, biar saya langsung nikahkan soalnya saya udah ditunggu yang lain," ujar Paak Penghulu sambil kembali duduk. Aku tadinya masih tetap berdiri mematung, tapi mamaku menyenggol l
Pov Shiena. Salah satu resiko menjadi seorang pengajar adalah harus siap mental kalau kalau ada murid yang nakal atau bandel. Itu lah yang aku hadapi sekarang. Saat ini aku mengajar di sebuah kampus sebagai Dosen di Fakultas Ekonomi, kebetulan aku dipercaya menyampaikan mata kuliyah Etika berbisnis dan profesi dan juga PAI. Hari ini aku benar benar dibuat kesal oleh salah seorang mahasiswa yang selalu terlambat dan sering juga ceplas ceplos disaat aku mengajar. Kalau saja aku seperti dosen yang lain, mungkin anak itu sudah diberi nilai D, tapi aku masih memberi dia kesempatan, meski dia sungguh menyebalkan. Kali ini aku memberi mereka tugas untuk membuat makalah, tapi mahasiswa yang bernama Hadi ini selalu melakukan kesalahan dalam penyusunannya. Karena besok aku mau mengambil cuti sampai seminggu, hari ini aku berbuat baik pada para mahasiswa yang makalahnya masih perlu perbaikan. Ketika aku berada di kantin, aku mendengar Hadi dan Ilman menyebut-nyebut namaku, aku pun berg
Aku jatuh terkulai di lantai, sementara Mama jatuh pingsan. " Maa, kenapa Mama nangis, Maa?..Dan itu nenek, kenapa nenek juga jatuh, Maa?" Basmah menangis di sampingku sambil menggoyangkan tanganku. Aku berusaha menguatkan hatiku dan menjawabnya. " Gak ada apa-apa, Basmah jangan takut ya sayang!" Aku menarik Basmah ke pelukanku. " Na, sebaiknya kamu bawa masuk Basmah ke dalam, biar ibumu kami yang urus," Titah Bi Ijah padaku. BI Ijah adalah saudara jauh ibuku yang tinggal bersama kami karena beliau sudah tak punya keluarga lagi. Aku menuruti dan gegas membawa Basmah masuk kamar dan menidurkannya. Ceklek... Terdengar Pintu kamarku dibuka dari luar dan muncullah sosok wanita yang kukenal. " Assalamualaikum nak Shiena, " ujarnya seraya memelukku. " Wa alaikum salam wr wb. Bu Marnah, Ibu udah datang?" jawabku sambil berdiri dan menyalaminya. Beliau bertanya padaku tentang apa yang terjadi dirumah ini. Aku terpaksa menjelaskan pada Bu Marnah. Bu Marnah adalah orang yang pernah ak
Usai menerima ucapan selamat dari para tamu, kini saatnya acara adat yaitu 'makan spertemon' acara adat ini dilakukan di sebagian daerah Serang, di mana pengantin akan disuruh makan bersama dan saling menyuapi dipandu oleh ibu dukun branak, alias paraji. Kini aku dan Bu Lidiya duduk saling berhadapan, dan di depan kami ada sepiring nasi kuning lengkap dengan lauk pauknya. "Had, ayo suapin istrimu!" printah Ibu dukun padaku setelah selesai berdoa. Aku meraih sesuap makanan dan .. Blep.. Aku memasukan makanan yang cukup banyak ke mulutnya hingga dia tak bisa mengunyah. "Makan yang banyak, Bu! Ayo telen, ya Bu! Biar nanti malam Ibu kuat malam pertama hihi," bisikku di telinganya. Sungguh menyenangkan melihat Ibu dosenku ini tak berdaya mengikuti kemauanku. Entah kenapa dia memandangku dengan pandangan horror, sepertinya dia sedang merencanakan sesuatu untuk membalasku. "Suamiku sayang, makan ini, ya! Biar kamu juga kuat , he he he," ucapnya di sertai kedipan mata. Ah, gawat, sepe
Hadi terlihat mondar-mandir di kamarnya. Sementara Shiena masih khusyu dengan lantunan bacaan ayat Alquran setelah ia selesai salat isya."Kamu gak salat, Had?" Shiena mencoba mencairkan suasana di kamar pengantin yang kaku dan aneh itu.Hadi terlihat kesal dengan pertanyaan wanita yang sudah shah menjadi istrinya itu. Hadi mulai mendekat ke arah Shiena dia menghempaskan bokongnya di dekat Shiena dan mulai berbisik."Bukan urusan Anda, Bu Dosen. Dengar, ya, Bu Shiena atau Bu Lidya atau Bu siapa kek, saya gak perduli dengan nama Ibu.Saya tegaskan sama ibu, Ibu ini memang sudah sah menjadi istri saya, tapi ibu sama sekali tidak berhak mengatur saya, karena saya tidak akan pernah menginginkan ibu menjadi istri saya, Bagi saya Ibu ini hanyalah dosen saya, tidak lebih. Cam kan baik-baik, Bu Lidya!" tegasnya dengan suara setengah berbisik, karena Hadi tak mau Mamanya mendengar percakapan mereka berdua.Deg..Jantung Shiena terasa nyeri mendengar kata-kata murid nya yang kini telah men
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 lewat, tapi Hadi masih gelisah, Hadi berusaha memejamkan matanya, tapi tak jua bisa ia lakukan.Bagaimana pun dia adalah laki-laki normal, yang apabila berduaan dengan perempuan pastilah timbul perasaan aneh."Gila, kenapa aku kegerahan gini, padahal AC nyala, tapi kenapa terasa panas. Apa karena ada Bu Lidya?" Hadi bergumam sendiri sambil melirik ke arah istrinya yang sudah terlelap.Mungkin karena ini bukan hal pertama bagi Shiena tidur di samping suami, jadi dia tak merasa gelisah, lain dengan Hadi yang memang baru pertama kali tidur di samping perempuan.Perlahan Hadi mendekat ke arah Shiena dan dipandanya wajah Shiena dengan seksama. "Manis juga kalau lagi merem kek gini. Astagfirullah kenapa aku jadi tertarik dengan wanita ini? Iih amit-amit, tapi ... sekarang dia istriku. Meski aku ngucap amit-amit berjuta kali, kenyataannya dia sekarang istriku.. Hadeuh, apa aku kualat, ya? karena aku sering menghinanya."Hadi terus saja merutuki diri sendiri y
Dengan malas, aku pergi ke dapur dan sarapan bersama Mama dan Lidya."Had, kamu ke Resto hari ini, kan?" tanya Mama. Aku langsung mengangguk sambil memasukkan sedikit nasi goreng ke mulutku.Tadinya kukira tak enak, setelah kucicipi, ternyata sangat lezat.Ternyata Lidya bukan hanya pintar dalam akademik, tapi juga pintar memasak. Eh, kenapa aku jadi memuji wanita itu?Aku melirik ke arah wanita yang sudah sah menjadi istriku ini. Ada yang berbeda dari wajahnya, tapi entah apa. Setelah kuingat, ternyata dia tidak memakai kaca matanya."Ternyata tanpa kaca mata, wajah dia lebih terlihat muda," pujiku, tentunya hanya dalam hati. Kalau aku langsung mengatakan dia cantik, bisa-bisa besar kepala dia."Hadi! kok, malah bengong? Hmm, mentang-mentang pengantin baru, diliatin terus, apa belum puas semalaman berduaan?" sindir Mama, yang tentunya membuatku terkesiap. Sementara Lidya, kulihat ia melirikku, kemudian tersenyum ke arah Mama."He-he-he, Hmm Mama tadi nanya Hadi ke Resto, kan?" tany
Pov ShienaHari ini aku benar-benar dibuat jengkel oleh kelakuan laki-laki yang kini sudah sah menjadi suamiku ini.Seenaknya saja dia nyelonong masuk saat aku membersihkan Basmah. Aku paling tidak suka saat anakku mandi ditonton orang, meski itu keluarga sendiri. Seorang janda yang punya anak perempuan kemudian menikah lagi, harus hati-hati menjaga anak perempuannya. Meski seorang ayah tiri telah menjadi mahram dan haram menikahi, tapi sebagai ibu kita wajib hati-hati agar anak tak terlalu dekat dengan ayah tiri. Sudah banyak kejadian yang terjadi di masyarakat. Bukannya kita harus curiga pada suami, tapi kita wajib menjaga pergaulan diantaranya harus ada batasan tertentu antara anak kita dan ayah tirinya tidak tergoda oleh bujukan setan yang selalu saja mengambil kesempatan menggoda bani Adam.Aku ingin mengajarkan anak agar menutup aurat dan itu aku awali dengan cara tidak mempertontonkan bagian tubuh yang sensitif dimulai dari kecil.Setelah aku selesai dengan Basmah, aku gegas