Share

Tidak Diperbolehkan Masuk

Melva tipe orang yang mudah mengantuk dan bisa cepat tertidur. Tapi di tempat ini sepertinya pengecualian baginya. Kamar ini sangat bagus dan luas. Seprainya lembut dan kasurnya nyaman. Tapi di luar tidak aman. Ini adalah rumah Zeon. Dengan sifat yang belum semuanya diketahui oleh Melva, Melva perlu cemas berada dalam teritori Zeon.

Sudah pukul sepuluh saat perut Melva berbunyi. Dia lapar. Melva memakai sandal lembut berbentuk kelinci lalu keluar dari kamar.

Keadaan rumah sangat gelap. Melva tidak berniat menyalakan satupun lampu. Dia membawa ponselnya sebagai penerangan. Tujuannya tentu dapur, matanya menyapu isi kulkas. Semuanya bahan mentah yang perlu diolah. Bagaimana mungkin kulkas sebesar ini tidak menyediakan camilan?

Baru saja hendak menutup pintu kulkas, suara pintu dibuka terdengar. Melva mematikan senter di ponsel dan memasuki toilet dapur.

Mendengar langkah kaki lebih dari satu, Melva menebak itu adalah pelayan pribadi yang memang tinggal di rumah ini.

"Aku masih tidak mengerti mengapa Tuan Zeon membawa asisten pribadinya tinggal bersama."

"Benar, tapi aku perhatikan wanita itu bukan tipe penggoda. Mungkinkah Tuan Zeon sendiri yang memintanya?"

"Jangan lihat dari luarnya. Sekarang penampilan seseorang bukan penentu isi hatinya juga secantik wajahnya. Memang kamu pikir aku baru satu atau dua bulan di sini? Aku sudah paham bagaimana watak Tuan. Dia sama sekali tak tersentuh. Jadi kemungkinan terbesar pasti wanita itu ahli menggoda. Tuan sangat kaya, siapa yang tidak mau memiliki kesempatan merebut hatinya?"

"Ada benarnya juga."

Suara air yang dituang dalam gelas terdengar jelas di kesenyapan malam. Hingga langkah kaki semakin kurang terdengar sampai hening kembali, Melva baru keluar dari persembunyiannya.

Melva mengepalkan tangannya. Melva hanya tidak menyangka dia sudah digosipkan sedemikian rupa. Dua pelayan wanita itu memang menginap. Hanya tukang kebun dan juru masak yang pulang pergi.

Kalimat yang mereka bicarakan mengenai penampilan bisa menipu sepertinya lebih cocok untuk mereka sendiri. Saat baru tiba di rumah ini, kedua pelayan itu senantiasa tersenyum hangat. Melva menandainya sekarang bahwa mereka hanya pandai menutupi sifat aslinya.

Perut Melva semakin terasa lapar. Dia tidak makan banyak saat makan malam dengan Zeon dan menyesalinya sekarang.

"Aku ingat ada supermarket di samping gerbang perumahan."

Dengan nekat Melva mengambil kunci rumah di laci samping tempat sandal. Dia mengetahuinya karena sejak memasuki rumah ini, apa yang Zeon lakukan akan ia perhatikan.

Udara lumayan dingin, Melva tidak bisa kembali ke kamar lagi untuk mengambil jaket ketika melihat pos satpam kosong. Ini adalah kesempatan. Melva dengan mudah keluar dari gerbang.

Lingkungan komplek ini sangat sepi. Khas rumah-rumah para penggila kerja yang jarang di rumah. Beruntung rumah Zeon tidak jauh dari gerbang utama. Dia menyelinap diam-diam saat penjaga lengah.

"Selamat datang."

Melva mengangguk kecil menerima sapaan kasir. Dia segera mengambil beberapa makanan ringan tanpa banyak pertimbangan. Karena tidak membawa keranjang belanjaan, Melva sedikit kesulitan memegang barangnya.

Lalu sebuah kejadian berlangsung cepat, wanita tua yang menggendong anak di depan Melva mundur tiba-tiba. Melva yang tidak siap berakhir menjatuhkan beberapa belanjaannya termasuk ponselnya.

"Maaf. Anakku sedang rewel."

"Tidak apa-apa."

Melva meletakkan barang di tangannya ke meja kasir lalu membungkuk memungut yang jatuh. Ponselnya segera ia masukkan ke dalam saku.

Nasib buruk sepertinya akan datang. Penjaga sudah berpatroli dan berdiri di gerbang utama komplek.

Melva memberanikan diri mendekat. Dia datang dengan Zeon, jadi mereka pasti mengenalinya. Yang tidak Melva duga adalah penjaga sudah berganti shift. Jadi sekarang mereka belum tahu bahwa Melva penghuni baru di rumah Zeon.

"Mohon maaf. Kami belum pernah melihat kamu sebelumnya. Tolong berikan tanda pengenal."

Ini adalah kawasan mahal yang keamanannya sangat ketat dan terjamin.

"Aku belum punya itu. Aku tinggal baru sampai sore tadi. Aku tinggal di rumah Zeon."

Penjaga itu terkekeh, "Nona, sudah banyak yang mengaku demikian. Kalimat itu adalah yang selalu kami dengar dari berbagai wanita yang datang kemari. Pak Zeon memberitahu kami untuk tidak menerima tamu yang mengaku-ngaku padanya. Jadi jika kamu tidak bisa membuktikan bahwa kamu memang tinggal dengannya, kami tidak bisa membiarkanmu masuk."

Melva berpikir cepat.

"Aku memiliki nomornya. Aku akan menyuruhnya menjemput."

Penjaga di depannya menyeringai remeh. Sepertinya hal ini memang terbiasa terjadi sampai Melva juga dicurigai.

Melva merogoh mengambil ponsel. Alisnya mengerut ketika ponselnya tidak menyala. Ini pasti akibat jatuh di supermarket.

Melva mencoba negosiasi, "Ponselku baru saja jatuh dan tidak bisa menyala. Kalian pasti punya kontak Zeon, bisakah kalian memanggilnya?"

"Ini sudah malam. Sebaiknya kamu pulang saja, tidak baik menganggu tidur seseorang."

"Tapi..."

"Beri dia jalan masuk."

Semuanya menoleh ke sumber suara. Sosok dalam balutan piyama satin berwarna biru keluar dari mobil. Melva merasa terselamatkan. Dia tidak pernah sanggup memikirkan bagaimana dia tidur malam ini jika saja dia benar-benar tidak bisa masuk.

"Pak Zeon." Dua penjaga membungkuk untuk menyapa.

"Dia tinggal di rumahku. Baru datang sore ini dan belum memiliki tanda pengenal. Penjaga shift siang sudah melihatnya namun kalian baru kali ini. Harap ingat untuk membiarkan dia masuk."

"Baik Pak. Maafkan kami."

"Tidak apa-apa."

Zeon sudah berdiri di depan Melva, tangannya ternyata memegang mantel. Dia memakainya pada Melva.

"Masuk ke mobil," katanya.

Dalam perjalanan kembali, keadaan mobil sangat hening. Melva menimbang-nimbang sesuatu sebelum akhirnya berucap, "Terimakasih."

"Mm, satpam melapor kunci gembok tertinggal di gerbang rumah. Ponsel kamu tidak bisa dihubungi. Jadi aku mencarimu."

"Itu jatuh dan tidak bisa menyala."

Kebenaran yang lebih lengkap adalah Zeon panik dan memeriksa kamar Melva. Mengetahui tidak ada kehadiran Melva, Zeon mengecek lemari pakaian dan baru bernafas lega ketika apa yang dia khawatirkan tidak terjadi. Zeon mengira Melva kabur dari rumah. Dia meneleponku puluhan kali dan tidak mendapat respon. Hanya suara operator wanita yang terus dia dengar.

Zeon tetap mencari keluar rumah, karena pergantian shift jaga, dia khawatir Melva tidak mendapat izin keluar dan masuk dengan mudah.

"Besok aku buatkan tanda pengenal dan bawalah setiap saat."

Melva hanya mengangguk sebagai tanggapan.

Baru sekarang Zeon memperhatikan apa yang Melva bawa. ada sekantung besar belanjaan di kaki Melva.

"Kamu lapar. Kenapa tidak mengetuk pintu kamarku? Jadwal belanja bulanan besok dan kulkas hanya tersisa bahan mentah."

Melva memilin jarinya. "Selain urusan bebersih, tidak ada siapapun yang boleh naik ke lantai dua."

Alis Zeon menukik tidak senang, dia bertanya dengan nada rendah, "Siapa yang mengatakan itu?"

"Kedua pelayan memberitahu aku."

"Memang benar, tapi kamu dikecualikan, kamu boleh ke lantai dua."

"Mengapa?"

Melva tidak mendapat jawaban. Mobil sudah memasuki garasi rumah. Zeon turun terlebih dahulu, berjalan ke pintu penumpang dan membukanya. Dia membawakan belanjaan Melva sambil tangan lainnya merapikan mantel yang Melva kenakan, memastikan Melva tetap hangat.

"Kenapa kamu memakai piyama tipis di malam hari saat keluar rumah?"

"Aku lupa," jawab Melva sekenanya.

"Lain kali jangan melupakannya."

Melva kira keduanya akan berpisah begitu memasuki rumah dan akan menuju kamar masing-masing. Ternyata Zeon membawanya ke dapur. Membongkar isi belanjaan lalu berdecak.

"Jangan makan makanan ringan terlalu banyak. Duduk, aku akan membuatkan kamu makanan."

Zeon menarik kursi untuk Melva, Melva menurutinya. Tangan Melva terulur untuk mengambil Snack sebelum tangan lain merampasnya.

"Aku sudah lapar," protes Melva.

Zeon memberinya kotak susu rasa pisang dari kulkas. Zeon bahkan membuka plastik sedotan dan menusuk sedotan itu untuk memudahkan Melva. Supaya gadis itu bisa langsung meminumnya.

"Aku bukan anak kecil." Melva protes lagi.

"Diam dan jadilah baik."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status