Keinginan Melva Karenina Putri hanya sederhana, lolos wawancara kerja setelah lulus dari universitas dan menjalani dunia kerja yang normal, bahkan jika dia mendapat atasan yang bossy. Namun, pertemuannya dengan Zeon Pradipta mengajarkan Melva bahwa hidup memiliki waktu di mana dia harus membenci dan mencintai di saat yang bersamaan. Dan Melva tidak mengerti mengapa dia harus tinggal di atap yang sama dengan pria itu ketika hubungan antara keduanya adalah bos dan asisten. Takdir selalu punya cara untuk menyingkap rahasia kehidupan, kedatangan Zeon dalam hidup Melva adalah awal dari semuanya. Bagaimana Melva akhirnya tahu apa rahasia dibalik amnesia yang pernah dideritanya? Serta peran apa yang telah Zeon berikan padanya di masa lalu?
View MoreWalaupun matahari sudah hampir tenggelam di balik gedung-gedung perkantoran yang menjulang tinggi, suasana di dalam ruangan masih terasa hidup. Melva, dengan cepat dan tanpa suara, merapikan tumpukan kertas dan pena-pena yang tersebar di meja kerjanya. Dia merasa lega bahwa hari ini tidak akan terjadi lembur lagi, setidaknya untuk kali ini. Sementara itu, Zeon yang biasanya juga sering terlibat dalam lembur, tampaknya telah memutuskan untuk pulang lebih awal. Saat Melva duduk kembali, jemarinya menggeluti layar ponsel dengan bosan. Aksinya di toko online seolah menjadi semacam pelarian dari rutinitas yang monoton. Di tengah pencarian barang-barang yang tidak jelas, sebuah suara terdengar, lantang tapi lembut, menggelegak di belakangnya."Apa yang kamu lihat?" pertanyaan tiba-tiba itu seperti bumerang, memantul di udara dengan kejutan tak terduga.Secara refleks Melv segera mengunci ponsel, sebagai upaya untuk menyembunyikan apa yang sedang dilihatny. Matanya berbinar-binar dengan ket
Melva berdiri di depan meja Rere, memperhatikan bagaimana Rere dengan cermat merapikan meja kerjanya. Setiap buku dan dokumen disusun dengan rapi, sedangkan pena-pena dan perangkat kerja lainnya diletakkan dengan teratur di kotak. Meja Rere terletak strategis di samping pintu ruangan Zeon, yang membuatnya mudah terlihat bagi siapa pun yang melewati ruangan. Adalah hal yang kurang baik jika dibiarkan berantakan saat jam makan siang. Setelah memastikan bahwa meja kerja Rere sudah rapi, Melva dan Rere berjalan beriringan menuju kantin kantor. Rere memecah keheningan dengan menyebutkan tentang menu spesial hari itu. Melva, yang penasaran, segera menanggapinya dengan bertanya "Apa itu?" Rere mengaku tidak memiliki informasi yang cukup, namun dia mendengar bahwa menu spesial tersebut adalah makanan penutup. Meskipun belum tahu pasti apa makanan penutup tersebut, kedua wanita itu merasa tertarik dengan kemungkinan untuk menikmati sesuatu yang manis dan lezat setelah makan siang. Melva
Melva merasa perlahan sadar dari mimpinya yang terputus-putus oleh suara alarm yang nyaring. Dengan gerakan malas, dia mencoba menjangkau ponselnya yang biasanya terletak di bawah bantal. Namun, kebingungannya semakin bertambah saat tangannya hanya meraba kosong di bawah bantal.Akhirnya, dia terpaksa membuka mata, membiarkan cahaya pagi yang masuk menyesakkan matanya. Dengan perlahan, dia memungut ponselnya dari nakas, mematikan alarm yang terus berdering.Melva tahu bahwa jika dia tidak segera bangun, alarm akan mengganggu penghuni rumah ini. Dengan gerakan peregangan yang lambat, dia memulai ritual paginya, memilih pakaian yang sesuai untuk hari itu setelah membuka lemari. Melva menyibak tirai jendela, merenung sejenak, mengamati pria yang tengah bekerja dengan tekun di halaman rumah Zeon, memotong rumput dengan alat pemotong. Sudah sejak kepindahannya dia memperhatikan aktivitas rumah tangga yang berlangsung di sekitar tempat tinggal barunya. Sejak kepindahannya ke sini, dia mene
Seorang sopir pengganti yang menggantikan pamannya sementara itu bernama Adam, dia telah menyetujui tawaran tersebut dari Zeon. Meskipun awalnya ragu-ragu, Adam merasa terhormat dengan tawaran tersebut, dan dia bertekad untuk memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Setelah mengantar Adam ke pintu, Zeon berjalan menuju dapur, menemui Melva yang sedang makan di meja makan. Melva melihatnya dengan tatapan penasaran, mencermati setiap gerakannya dengan teliti."Sudah selesai? Apa kamu setuju dia jadi sopir sementara?" tanyanya, suara terdengar sedikit penasaran.Zeon hanya menjawab dengan anggukan pelan, "Mm," lalu membuka kulkas untuk mengambil air dingin.Di balik ekspresi tenangnya, Zeon merasa tegang dengan perubahan yang akan terjadi dalam rumah dengan kehadiran Adam sebagai sopir baru. Melva mengeluh, "Kenapa kamu tidak bilang dia akan segera pergi? Aku jadi tidak berpamitan. Itu kurang sopan."Sementara itu, Zeon membuka tutup botol, menenggak langsung dari botol miliknya. Melv
Pagi itu, sinar matahari merayapi kamar Melva, mengusiknya dari tidurnya dengan lembut. Tanpa tergesa, ia memulai ritualnya dengan membersihkan wajah yang masih lembab dari tidur, lalu menyikat gigi. Melva sengaja bangun siang di hari Minggu ini. Begitu langkahnya menghampiri ruang makan, kesunyian yang tak biasa menyambutnya. Dengan rasa penasaran, Melva melihat meja makan yang terlihat sunyi, hanya dihiasi oleh sajian yang terselimuti rapat di bawah penutup makanan. Karena perutnya belum merasa lapar, ia memutuskan untuk membuat jus wortel segar sebagai pendamping paginya. Dengan menggunakan blender, Melva meracik jusnya, membiarkan aroma segar memenuhi dapur. Setelah selesai, ia memutuskan untuk menikmati pagi di taman kecil di samping rumah Zeon. Dengan segelas jus wortel di tangan, langkahnya ringan melintasi pintu samping rumah. Sinar matahari menyapu taman kecil di samping rumah Zeon dengan kehangatan yang menyegarkan. Pepohonan yang menjulang tinggi memberikan teduh,
Karena sopirnya mengalami cedera kaki akibat kecelakaan, Zeon menjadi terpaksa harus mengendarai mobilnya sendiri. Sopir itu, bernama Pak Budi, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-harinya. Namun, kecelakaan itu mengharuskannya untuk beristirahat di rumah sakit demi kesembuhan. Pagi itu, di meja makan, Zeon dan Melva duduk bersama untuk sarapan. Zeon sibuk mengupas udang dan menatanya rapi di piring Melva. Saat itu, Melva mengangkat kepalanya sebentar, mencuri pandang ke meja. Dia membiarkan Zeon melakukan apapun yang pria itu mau. "Apakah tidak apa-apa untuk berkendara sendiri? Tidak ada sopir pengganti sementara?" tanyanya Melva setelah menyantap udang dari Zeon. Zeon menghentikan aktivitasnya sejenak, memikirkan jawaban yang tepat. Cedera Pak Budi memang menjadi perhatian, tetapi ia ingin memastikan bahwa Melva punya kenyamanan dalam mobilitasnya. "Aku akan memikirkannya. Jadi jika kamu butuh berpergian, kamu tidak perlu khawatir soal taksi," jawab Zeon
Zeon masih merenungi kata-kata dari Farel saat sebuah nomor tak dikenal tertera di layar ponsel. Cahaya redup dari lampu meja menyinari wajahnya yang dipenuhi dengan keraguan."Haruskah aku mengangkat?" batinnya, jari-jemarinya bergetar di atas layar ponsel.Farel baru saja memberikan nasihat yang mendalam. Sekarang, dengan nada serius yang masih menggema dalam ingatannya, Zeon duduk dengan tegang di kursi kerjanya, pikirannya masih dipenuhi oleh pertimbangan-pertimbangan yang dibagikan oleh Farel.Namun, rasa penasaran yang menggelitiknya akhirnya menang. Dengan nadi berdegup kencang, Zeon menekan tombol untuk mengangkat panggilan tersebut.Suara di ujung sana membuatnya terdiam sejenak, mencoba mengenali siapa yang mungkin berada di balik nomor tersebut. Panggilan berlangsung selama lima menit. Zeon menutup telepon dengan gerakan cepat, tetapi tangannya gemetar. Raut wajahnya yang semula tenang berubah menjadi gelisah, matanya memancarkan kekhawatiran yang mendalam. Bibirnya sediki
Lembur pertama Melva adalah satu Minggu kemudian. Dia masih senantiasa berdampingan dengan Zeon. Saat ini Melva tengah berdiri di samping pria itu yang duduk di kursi kerjanya. Melva sudah selesai dengan pekerjannya, dia membacakan jadwal Zeon satu Minggu ke depan. "Dan yang terakhir pertemuan dengan departemen keuangan pada hari Rabu tentang rencana pendanaan proyek baru." Zeon menjawab tanpa mengangkat wajahnya, jarinya masih lincah mengetik di keyboard, "Ganti, majukan di hari Selasa. Saya masih luang di hari itu, lebih baik selesaikan lebih cepat." "Baik Pak, sesuai perintah, saya akan menghubungi departemen terkait tentang perubahan ini." Sudah hampir jam sebelas malam. Zeon tidak memberitahu sejauh mana pekerjaannya akan selesai. Melva sudah menawarkan bantuan, namun Zeon tetap menolak. Terlintas kejadian saat Melva tertidur di sofa dan ruang kerja rumahnya, Zeon mengira Melva mendesak karena mengantuk. Sebenarnya, pekerjaan ini masih lama selesai. Melva tidak terl
Setelah menjalani pelatihan intensif sampai akhir pekan, akhirnya Melva siap untuk memulai perannya sebagai personal asisten pada hari Senin. Namun, kegembiraannya segera berubah menjadi kegelisahan ketika Zeon bersikeras untuk mengantar ke kantor dari awal kepindahan. Meskipun Melva menolak dengan sopan, Zeon bersikeras untuk mereka berangkat bersama. Itu bukan hanya saran; rasanya lebih seperti perintah, sesuai sifat Zeon. Dengan perasaan tidak nyaman yang menghinggap di perutnya, Melva dengan enggan menuruti keteguhan Zeon dalam membujuknya, ralat, memaksanya. Perubahan sikap Zeon terhadap Melva memang mengejutkan banyak orang di sekitarnya, terutama para pekerja rumah tangga yang mengenal Zeon sebagai sosok yang dingin dan acuh. Namun, sikap Zeon yang lebih hangat dan perhatian terhadap Melva menunjukkan bahwa ada sesuatu yang istimewa di antara hubungan mereka. Isi kepala setiap pekerja rumah tangga pagi itu semakin tumpang tindih dengan berbagai spekulasi. *** Pada hari
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.