Rasanya seperti menemukan surga di tengah neraka. Omen dan Tyana larut dalam ketakjuban terindah yang pernah mereka alami dalam hidup. Gemericik air sungai, bebatuan besar yang tersebar di tengah aliran bening, dan kicau burung yang menyambut pagi dengan ceria. Segenap lelah dipaksa lenyap dalam hitungan detik, Omen berlari mendekati sungai. Membasuh wajahnya dengan air bahkan sampai menenggelamkan sebagian kepalanya.
“Yuhuuu!” soraknya, “Airnya seger banget, sini buruan!” ajaknya heboh setelah merendam tubuhnya di aliran sungai yang dangkal.
Saga tersenyum, ia saling pandang dengan Tyana lalu menuntun gadis itu mendekati sungai. Tyana duduk di pinggirnya, meregangkan kaki dan tanpa diduga Saga langsung membasuh kaki Tyana dengan air dingin itu.
“A-aku bisa sendiri, Ga,” kata Tyana sedikit gugup.
“Enggak apa-apa, takutnya kamu kesulitan menjangkau air jadi biar aku saja yang membasuh kaki kamu.”
Tyana diam, Sagara semakin meresahkan dari hari
Beberapa waktu lalu ... Ambarwangi adalah suatu negeri yang ada di daratan Pasundan. Negeri itu terkenal oleh gemah ripah kekayaan alam dan seluruh rakyatnya pun sejahtera di bawah pimpinan raja agung nan bijaksana bernama Majapati. Sejak berabad-abad lalu, Ambarwangi selalu menjadi destinasi para pendatang karena keindahannya yang seperti taman surga. Samudra membentang luas mengelilinginya, pegunungan menjulang kokoh, persawahan menghampar di desa-desa. Bisa dikatakan negeri Ambarwangi adalah definisi dari keindahan dan kebahagiaan yang sebenarnya. Tapi semuanya berubah sejak raja Majapati jatuh sakit selama satu tahun lamanya. Tiba-tiba Ambarwangi didera paceklik panjang—gagal panen, kekeringan, wabah penyakit menular muncul, korban berjatuhan. Itu adalah tahun paling mengerikan yang pernah terjadi di sepanjang sejarah negeri Ambarwangi. Diduga raja Majapati telah terkena kutukan atas kesalahan yang bahkan belum diketahui jelas apa penyebabnya.
Duarr!“Ahhh!”Sebelum berhasil mencapai kapal lawan, kapal Sagara terguncang usai meriam bola api diluncurkan dan mengenai bagian samping kapal. Sagara dan Larasati juga terpental karena ledakan kuat meriam bola api itu. Tangan Sagara sedikit mendapat luka bakar karena kejadian itu.“Keadaan semakin tidak kondusif, kita harus memukul mundur pasukan!”“Tidak, kita tidak boleh mundur. Jika kita menyerah maka Ambarwangi akan terancam. Perketat keamanan dan sasar kapal lawan, SEKARANG!”“Tapi Gara, kau sudah terluka. Kita telah kalah jumlah dan—““Aku bilang serang mereka sekarang!”“Kita akan mati jika terus memaksakan diri,” tekan Larasati berharap Sagara mau mengikuti sarannya, mereka harus mencari cara lain agar bisa bertahan hidup dan tetap menyelamatkan raja Majapati.“Demi Ambarwangi, aku tidak takut mati!”Larasati mendesah ber
Tubuh Sagara bergetar, ia menahan napas dari dalam air. Ia pandangi tubuhnya yang masih terlilit tentakel raksasa. Kekuatan yang hampir habis berkumpul kembali di tangannya, Saga memukul-mukul tentakel itu lantas teringat akan satu hal. Pedang Nawang yang merasuki tubuhnya. Lelaki itu pun berkonsentrasi, ia menggerakkan tangannya lantas pedang tajam bercahaya hijau itu pun muncul. Sagara menusukkan pedang itu ke permukaan tentakel.“Aurghhh!” jerit makhluk itu spontan melepaskan tubuh Sagara—melemparnya ke sembarang arah dan kesempatan itu langsung dimanfaatkan untuk berenang naik.“Buarhh—hhh ... hhh ...”Sagara mereguk udara sebanyak-banyaknya, ia masih berada dalam air, hanya kepalanya saja yang menyembul. Ia berenang ke tepian sungai dan merasakan batu yang ia pijak bergetar dahsyat.“Hhh, takdir gila apa yang menimpaku ini?” gumamnya bersiap mengambil ancang-ancang.Getaran di batu yang Sagara pi
“Bagaimana, apa mereka sudah ketemu?” tanya kepala sekolah yang ikut terjun langsung dalam upaya pencarian tiga siswanya yang menghilang di hutan.“Belum, Pak, tim relawan dikerahkan lebih banyak dari hari kemarin. Pihak sar, kepolisian, dan tentara juga sudah menurunkan bala bantuan yang disebar di berbagai titik,” jelas Damian.“Hh, ke mana perginya anak-anak itu. Sudah tujuh hari berlalu sejak mereka menghilang, apa mereka baik-baik saja?”Kepala sekolah mengkhawatirkan Tyana, tapi ia juga peduli pada dua siswanya yang ikut menghilang bersama sang putri. Selama tujuh hari tak sekali pun kepala sekolah melewatkan upaya pencarian putrinya. Berbagai pikiran buruk kerap menghampirinya, di pedalaman hutan sangat berbahaya, apakah Tyana bisa bertahan? Apa dia masih selamat? Apa yang dimakannya selama tujuh hari menghilang? Semoga tidak ada binatang buas yang menyakiti putrinya.Selalu doa-doa baik yang ia rapalkan di setia
Mata lelaki itu mengerjap beberapa kali, cukup lama matanya beradaptasi akhirnya ia bisa melihat langit-langit yang didominasi warna putih. Sagara menengok ke samping, ia melihat punggung seseorang. Saat matanya terbuka sempurna, punggung itu berbalik dan memunculkan sosok wanita baik hati yang teramat menyayangi Sagara.“Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar, Sayang.”“I-ibu?” gumam Sagara pelan, Euis mendekat dan menggenggam jemari putranya terharu. Berulang kali ia mengucap syukur dalam hati, Euis nyaris kehilangan Sagara untuk yang kedua kalinya.“Iya, Nak, ini Ibu. Ada apa, Nak? Di mana yang sakit? Kamu mau ibu panggilkan dokter?”“Tidak, Bu, aku tidak apa-apa. Saga mencoba untuk duduk tapi sekujur tubuhnya sangat lemas.”“Kamu berbaring saja, Nak. Tubuh kamu masih lemah, Ibu bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana cara kamu bertahan hidup di tengah hutan selama tujuh hari lamanya.”
Sekitar satu hari satu malam Sagara dirawat di rumah sakit, ia meminta dipulangkan walaupun dokter melarang. Melihat kondisi fisik Sagara yang sudah kembali normal, Euis dan Wira pun ikut membujuk dokter untuk mengizinkan putra mereka kembali ke rumah. Akhirnya permintaan itu disetujui. Bukan tanpa alasan Sagara ingin segera pulang, dia ingin membahas masalah Sagara Wirantama yang katanya terjebak di Ambarwangi. Cerita Braga kala itu belum lengkap, ia juga tidak bisa langsung bertemu Braga karena hewan dilarang masuk ke rumah sakit.“Meong,” sambut Braga yang berwujud kucing saat Sagara dan kedua orang tuanya tiba.“Lihatlah, Saga, dia sepertinya sangat merindukanmu. Sejak kamu hilang kucing ini terus uring-uringan karena tak kunjung menemukan tuannya,” ucap Wira.Sagara tersenyum, segera memangku Braga ke dalam gendongannya.“Aku ingin istirahat dulu, Pak, Bu, bolehkah?”“Tentu saja, silakan kamu istirahat
Ini hari pertama Sagara akan masuk sekolah setelah ingatannya kembali. Ah, dia sudah tidak sabar untuk kembali bermain dengan penduduk Tribakti. Rasa percaya dirinya sudah terisi penuh. Tujuannya berada di sekolah itu sudah jelas dan dia juga mengingat semua masa lalunya. Sagara tidak akan hidup seperti orang bingung lagi sepanjang hari. Usai menghabiskan sarapan, ia mencium tangan Euis dan Wira lalu pamit dengan penuh semangat. Kedua orang tuanya saling pandang, heran. “Anak kita kenapa lagi, Pak? Kok jadi hiperaktif begitu?” kaget Euis yang baru melihat bahwa putranya memiliki sisi ceria yang kadarnya terkesan berlebihan. “Bapak juga tidak tahu, Bu. Mungkin dia gembira karena bisa masuk sekolah lagi.” “Sikapnya semakin hari semakin berbeda dari Sagara yang kita kenal dulu, Pak. Apa dia benar-benar sehat atau justru ada kelainan yang terjadi pada otaknya tanpa kita sadari?” “Dokter sudah menjelaskan kalau dia baik-baik saja, Bu. Mungkin Saga se
Mata Sagara melotot, ia memundurkan langkah usai mendapati banyak gadis menatapnya penuh minat. Mereka berlari menghampiri Sagara lalu menyerahkan aneka barang yang entah apa isinya. Rata-rata barang itu terbungkus rapi oleh kertas warna-warni, mulai dari merah muda sampai biru langit, lengkap—semua ada. Dahi Sagara berkerut, ia masih belum bisa berpikir jernih untuk menghadapi kondisi ini. Ruang kelasnya bahkan masih jauh dari sini, sekarang dia agak kewalahan untuk menghindari para gadis itu.“Sagara, aku seneng banget akhirnya kamu balik lagi ke sekolah.”“Saga udah sehat, kan? Kamu butuh sesuatu enggak? Kalau ada yang kamu inginkan jangan sungkan bilang aja sama aku. Nanti aku carikan buat kamu.”“Keterlaluan emang si Yandi sama Marchel, mereka jebak kamu sampai bikin kamu tersesat di hutan. Untung aja kamu hebat bisa bertahan di hutan menyeramkan itu.”“Pokoknya sekarang kami janji bakal selalu lindungi