Herman tertawa sekian detik usai berhasil mengecoh para pasukan patroli. Namun, tawanya tak berlangsung lama. Ia buru-buru membungkam sendiri mulutnya ketika teringat dengan dua orang tahanan yang tak ia ketahui namanya. Ia kesal lantaran lupa menanyakan nama mereka.“Sial! Harusnya aku menanyakan nama mereka sebelum kuberi nomor teleponku!” gerutunya. Kemudian ia membuang nafas.“Tapi... entah kenapa aku sangat yakin mereka orang baik. Pasti mereka menepati janji,” lanjutnya.Herman mematung di depan lubang gorong-gorong. Di dalam pikirannya terselip harapan semoga mereka mereka bisa lolos dari pasukan patroli yang mengejar mereka. Kemudian ia memeriksa jam di tangannya.“Hmm jika mereka tak menghubungi sampai paling lambat nanti malam, berarti mereka tak selamat,” liih Hereman. Kemudian ia kembali tersenyum tipis. Sebelum pergi ia meludah ke lubang gorong-gorong. Tak diduga, seorang pasukan patroli yang merupakan bagian dari enam pasukan yang masuk ke dalam gorong-gorong melihat ge
Hari berangsur redup kala matahari semakin bergerak ke Barat. Langit pun tak sebiru beberapa jam yang lalu. Namun, Pasar Lili bertambah ramai dengan bongkat muat barang. Maklum pasar Lili menjadi satu-satunya pasar terbesar yang di kelilingi oleh beberapa kota dengan jarak tempuh yang cukup jauh.Fredy telah memutuskan tetap berada di rumah Linch. Ia khawatir Paman Hery akan datang ke rumah itu sementara Romi, Manson dan Linch pergi tanpa sempat memberi tahu dirinya. Walau ia begitu ketakutan, namun tak ada pilihan yang lebih baik. Pikirnya, mungkin di luar sana anak buah Robert juga masih mengintainya. Seperti yang dikatakan oleh Romi dan Manson, bahwa lebih baik dirinya tak segera kembali ke rumah. Karena dirinya dalam bahaya.Ia menutup pintu rapat-rapat, walau tak dapat dikunci karena daun pintunya rusak. Ia berjuang keras menggeser lemari untuk menahan pintu itu. Selanjutnya ia benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan selain duduk disofa dan menanti Paman Hery datang lebih
Jack kembali menunggangi Jerry si kuda putih, usai membaringkan Ellia di jok mobil bagian tengah. Ia juga mengencangkan sabuk pengaman di tubuh Ellia. Barulah mereka kembali melanjutkan perjalanan di bawah sinar bulan. John dengan mobilnya tetap berada di belakang supaya lampu sorot mobil dapat menerangi jalan yang mereka tempuh. “Apa kau lelah Jerry?” tanya Jack ketika langkah Jerry tak secepat semula. Maka Jerry hanya meringkik seraya mengangguk-angguk sebagai jawaban.“Baiklah kita istirahat di....” Jack tak melanjutkan ketika kedua matanya tak menemukan pepohonan di sekitar mereka. Pikir Jack, ia tak dapat membuat api unggun bila tak ada pohon. Karena tak akan ada ranting bila tak ada pohon.“Pasti binatang buruan juga tidak ada, bila kita beristirahat di sekitar sini,” gumam Jack.“Jerry, kau masih sanggup berjalan? Kita harus menemukan tempat yang banyak ditumbuhi pepohonan,” kata Jack.Tiba-tiba Jerry menghembuskan nafasnya. Maka kepulan asap seperti keluar dari dua lubang hi
“Yes!!” seru Paman Hery sambil menghentakkan kedua telapak tangannya pada kemudi mobil truk sampah. Ia begitu lega usai lolos dalam pemeriksaan tentara yang menjaga gerbang keluar Kota Westinhorn.“Apa kau tak bisa bersikap lebih tenang!” Mrs. Vaeolin ketus.Usai menghembuskan nafas, Paman Hery bertanya, “Apa aku salah? Tadinya aku malah ingin berteriak.”Ia pun tertawa terbahak. “Jika kau ingin tertawa maka tertawalah. Selagi tak ada anak buahmu.”Namun, bukannya tertawa, Mrs. Vaeolin malah melotot pada kawannya sekaligus bawahannya ketika di Planet Zoo. “Lalu kau pikir kau siapa?”“Ops.” Paman Hery terhenyak. Kemudian memukul kepalanya sendiri seraya berkata, “Maaf kan aku Mrs. Vaeolin. Maafkan aku. Harusnya aku bisa lebih patuh dan tidak menentangmu.”Tak diduga ucapan Paman Hery itu menggelitik perut Mrs. Vaeolin. Maka ia pun menahan tawa dibalik wajah tegasnya. Kemudian ia menghembuskan nafas.“Apa aku menyeramkan?” Suara Mrs. Vaeolin datar. Raut wajahnya juga datar.Tiba-tiba Pa
Benar saja yang dikatakan oleh Kakek Jack. Jalan pintas yang tak banyak diketahui orang itu ternyata membawa mereka lebih cepat tiba di Kota Herbone yang merupakan bagian dari Negeri Ponix. Mereka berdua sampai terheran-heran karena tak ada penjagaan di perbatasan Negeri Ponix yang langsung menuju Kota Herbon dan berakhir di Pasar Lili.Setelah melewati gerbang masuk pasar Lili, seorang juru parkir mengarahkan truk sampah untuk berhenti. Usai truk sampah yang dikemudikan Paman Hery berhenti, juru parkir itu menghampiri, melihat jam di tangannya, lalu bertanya, “Sepertinya kau datang lebih cepat.”Paman Hery tak lekas membalas. Ia menerka-nerka apa yang dimaksud juru parkir berkumis itu. Tadinya ia ingin segera memarkir mobil itu.“Ahh aku hanya....”“Kami ingin pergi minum kopi sebelum menarik sampah. Apa itu salah?” Mrs. Vaeolin memotong.“Ah! Iya iya, benar. Kami ingin membuat penat di kepala kami. Dan mungkin kopi yang pahit dan manis dapat mengusirnya,” tambah Paman Hery, lalu ter
Kegusaran Fredy kian menit kian bertambah. Ia sangat cemas menanti kedatangan Paman Hery, Romi, Manson dan Linch. Sampai-sampai hatinya kembali ragu. Akankah mereka kembali?Fredy pun bangkit berdiri. Tiba-tiba ia berubah pikiran. Pikirnya, mungkin ia harus secepatnya pergi sebelum bahaya datang. “Mereka pasti tidak akan kembali,” lirihnya.Selang 1 detik, ia terkejut dan buru-buru bersembunyi ketika terdengar suara seseorang menggedor pintu rumah. Jantungnya hampir rontok. Dan wajahnya memucat. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam hati ia menerka-nerka, “Jangan-jangan itu orang jahat yang mengincar dirinya!”“Romi! Manson!” seru Paman Hery."Apa yang terjadi?" lanjutnya.Ketakutan dalam diri Fredy mencair begitu mengetahui ternyata seseorang yang mengetuk pintu adalah Paman Hery. Ia buru-buru menggeser lemari sekuat tenaga. Paman Hery pun membantu menggeser pintu. Dan ia harus tahu apa yang terjadi, mengapa pintu rumah itu rusak. Bahkan sepertinya pintu rumah itu sudah roboh
Herman gelisah menanti kabar dari dua orang tahanan Dry Land Cave. Sedari tadi ia tak lepas dari handphone miliknya. Berkali-kali ia menghidupkan layar ketika layar handphone redup. Ia tak menyadari dua orang pasukan patroli yang menyamar menjadi staf Ofice Boy sengaja memata-matai dirinya. Mereka bernama Malvin dan Ben. Dua orang yang berbeda warna kulit. Ben dengan kulit hitam dan Malvin dengan kulit putih.Perintah Jenderal Aldwin memang tak main-main. Ia tak ingin reputasi tahanan terketat yang dimiliki Westinhorn mendapat citra buruk karena ada tahanan yang meloloskan diri. Ia menginginkan tahanan yang telah diketahui bernama Vaeolin itu harus sudah tertangkap sebelum matahari terbit.Kita harus bergerak cepat! Sebelum besok tahanan itu harus sudah tertangkap!” kata Jenderal Aldwin.“Siap, Jenderal!”Di kediamannya, Kakek Jack begitu gelisah. Ia lebih sering duduk di depan televisi daripada biasanya. Emi pun menjadi heran mengapa suaminya tiba-tiba selalu menonton berita.“Jack,
Bomba mengabarkan pada Edhi mengenai berita yang dibawa oleh pasukannya. Bahwa seorang gadis dan dua orang pria dan seekor kuda putih telah diktahui keberadaannya. Edhi pun begitu bahagia. Ia tak menyangka menemukan mereka secepat ini.Edhi pun meminta anak buahnya untuk segera pergi dari tempat itu. “Bomba, kau harus ikut menangkap mereka!“Tenang saja, Tuan Edhi. Tak perlu buru-buru. Kita nikmati sarapan kita pagi ini. Kasihan mereka sudah bersusah payah berburu untuk kita,” kata Bomba.“Aku setuju denganmu, Bomba,” sahut Mike. Tiba-tiba Holdan menyikut Mike. Ia berbisik pada kawannya itu, “Kau tak perlu ikut campur. Itu bagian rencana dari Tuan Edhi supaya bisa cepat pergi dari sini!”“Kenapa? Mmm aku setuju jika kita harus pergi.Tapi kita harus menyiapkan tenaga untuk tubuh kita. Perjalanan pasti sangat jauh,” ucap Mike lirih.Sontak Holdan mematung. Pikirnya, ada benarnya ucapan Mike kali ini. Tuan Edhi selalu memberi banyak perintah yang tak pernah terduga. Dan itu menguras te