Isabella melajukan mobilnya melalui jalan yang lengang, ia tersenyum sendiri saat memikirkan momen indah yang baru saja dialaminya bersama Nathaniel. Suasana malam yang tenang dan langit yang cerah di bawah sinar rembulan seolah menjadi cerminan perasaannya.
Di tengah perjalanan, lagu-lagu romantis di playlist menambah nuansa berbunga-bunga di hatinya. Saat mobil melintasi sebuah pepohonan yang menjulang tinggi, Isabella merenung, membiarkan ingatannya melayang ke momen-momen manis yang baru saja dia lewati bersama Nathaniel.
Isabella merasa beruntung karena memiliki seseorang seperti Nathaniel di hidupnya. Dalam benaknya, dia bersyukur atas setiap detik yang mereka habiskan bersama, dan dia tidak sabar untuk menemukan momen-momen indah lainnya di masa depan.
Lamunannya buyar saat tiba-tiba terdengar suara dering ponselnya. Isabella segera mematikan musik yang sejak tadi mengalun, lalu beralih mengangkat panggilan telepon melalui perangkat di mobilny
Nathaniel turun dari mobilnya di depan sebuah kedai kopi kecil di pusat kota. Dia merapatkan topi dan masker untuk menutupi wajahnya, mencoba mempertahankan sedikit privasinya di tengah-tengah perjuangannya melawan tuduhan yang tak berdasar yang belakangan ini tertuju padanya. Dengan langkah cepat, dia melangkah ke kedai yang lengang.Di dalam, Felix sudah menunggu di salah satu sudut ruangan sambil mengetik sesuatu di laptopnya. Nathaniel menghampiri meja tempat temannya itu duduk dengan ekspresi campur aduk. Sebuah tawa kecil terlepas dari Felix begitu Nathaniel melepas maskernya.“Tadi kukira kau siapa,” ucap Felix yang melihat penampilan aneh Nathaniel. Sementara Nathaniel hanya bisa menghela napas panjang, “Aku sudah tidak bebas pergi ke mana-mana seperti sebelumnya,” keluhnya.Felix mengangguk mengerti, “Kau pasti trauma dengan insiden penyerangan sebelumnya.”Nathaniel hanya tersenyum tipis, namun dalam hatinya m
Emilia mengangguk, namun ekspresinya masih penuh dengan kekhawatiran. “Aku paham, Nate. Tapi aku mohon pertimbangkan lagi dampak hubunganmu dengan Isabella— terhadap masa depannya sebagai seorang penulis. Aku harap kau bisa mengambil langkah yang tepat untuk menjaga Isabella dan juga karirnya.”“Nathaniel, jika kau benar-benar mencintai Isabella, kau harusnya tidak merugikannya,” tambah Eleanor.Nathaniel merasa tertekan oleh kata-kata yang dilontarkan Emilia dan Eleanor. Pikirannya dipenuhi kebimbangan atas desakan dua orang wanita yang dekat dengan Isabella tersebut.“Maafkan aku, Nate. Aku tahu kalian saling mencintai, tapi aku juga ingin melindungi Isabella. Aku mohon, tolong menjauhlah dari Isabella,” ucap Emilia pada akhirnya.Nathaniel merasa seolah-olah dunia sekelilingnya berhenti berputar. Dia bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Di satu sisi, dia mencintai Isabella dengan sepenuh hati dan tidak ingin kehilangannya. Namun, di sisi lain, d
Setelah mengemudi lebih dari tiga jam, Nathaniel akhirnya memberhentikan mobil di sebuah pelataran pantai yang sepi. Dia terlihat lelah, dan begitu mesin mobil dimatikan, dia sedikit menggeliat untuk melemaskan otot-ototnya yang kaku.“Aku belum pernah menyetir selama ini, punggungku sakit,” kata Nathaniel sambil mengusap punggungnya yang terasa pegal.Isabella tertawa kecil melihat keluhan Nathaniel. “Tidak ada yang memintamu menyetir sejauh ini,” katanya dengan nada menggoda.Nathaniel hanya tersenyum, merasa lega meski tubuhnya terasa lelah. “Aku ingin melihat pantai,” katanya sambil berniat membuka pintu mobil. Namun, Isabella dengan cepat mencegahnya. “Tunggu,” kata Isabella sambil meraih topi yang ada di dasbor.Isabella dengan lembut memasangkan topi tersebut di kepala Nathaniel, lalu meraih masker dan memakaikan itu di wajah Nathaniel. “Jangan sampai orang mengenalimu,” katanya dengan sen
“Sudah gelap, lebih baik kita pulang sekarang,” kata Nathaniel, mencoba menarik tangan Isabella untuk kembali ke mobil. Namun, Isabella menahannya. “Aku tidak ingin pulang,” katanya dengan suara malas.Nathaniel sedikit terkejut. “Kenapa?”Isabella menatap ke arah laut yang gelap, raut wajahnya penuh dengan kekecewaan. “Aku masih marah pada ibuku. Jika aku pulang, aku hanya akan bertengkar dengannya.”Nathaniel menghela napas, merasakan beban yang ada di bahu Isabella. “Jangan bertengkar dengan ibumu hanya karena aku,” kata Nathaniel, mencoba meyakinkan Isabella.Isabella menatap Nathaniel dengan ekspresi campur aduk. “Bukan karenamu, Nate. Tapi karena ibuku,” jelasnya.Melihat kekecewaan di wajah Isabella, Nathaniel ingin tahu lebih banyak. “Ibumu seperti apa?”“Ibuku selalu begitu, mudah sekali terpengaruh oleh omongan orang,” ungkap Isabella, s
“Bukankah foto Olivia yang beredar di media sudah diblur? Bagaimana kau bisa menemukan identitas aslinya?” Nathaniel penasaran.“Aku terus mencari sumber di beberapa media, dan ternyata ada yang mungkin terlewat tidak diblur, jadi aku bisa memanfaatkan itu untuk segera melacaknya,” jelas Felix.Nathaniel mengangguk, “Terima kasih, Felix. Ini sangat berarti bagiku.”“Tak perlu berterima kasih. Yang penting sekarang adalah bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah ini dan membersihkan namamu,” jawab Felix.“Kita perlu menghubungi pengacara dan membawa bukti ini ke pihak berwenang. Olivia harus bertanggung jawab atas tindakannya,” ucap Isabella tegas.Mereka bertiga kemudian berdiskusi lebih lanjut tentang langkah-langkah yang akan diambil. Mereka kemudian melanjutkan dengan makan malam bersama, menikmati momen tenang setelah percakapan yang penuh emosi dan perencanaan yang serius. Namun, ket
Nathaniel terbangun dari tidurnya dengan sekujur tubuh pegal. Dia menatap sekeliling, baru sadar jika dia tertidur dengan posisi duduk, dan Isabella bersandar di bahunya. Pantas saja dia sangat lelah. Perlahan, Nathaniel memegangi kepala Isabella, lalu bangkit dengan hati-hati. Dia merebahkan tubuh Isabella di sofa, memastikan kekasihnya itu tidur dengan nyaman.“Tidurmu nyenyak sekali,” bisik Nathaniel sambil merapikan anak rambut Isabella. Kemudian, dia bangkit perlahan dan berjalan menuju dapur, berniat untuk menyiapkan sarapan.Namun, tiba-tiba ada tangan yang meraih pergelangannya. Nathaniel menoleh dan melihat Isabella yang masih mengantuk, memegangi tangannya.“Maaf, apa aku membuatmu terbangun?” tanya Nathaniel dengan suara lembut.Isabella menggeleng pelan. “Aku masih ngantuk,” jawabnya.“Tidurlah lagi, aku akan siapkan sarapan,” kata Nathaniel sambil tersenyum.Isabella mengangguk dan
Nathaniel masih diam, masih terkejut. “Apa kau benar putri paman Julian?” Nathaniel memastikan.“Ya,” kata Olivia dengan suara penuh kebencian. “Kau mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang seharusnya milikku. Kau tahu bagaimana rasanya hidup tanpa ayah, sementara kau mendapatkan semua perhatian dari ayahku?”“Olivia, aku dan Nate sama sekali tidak tahu menahu perihal Paman Julian yang memiliki istri dan anak. Dan menurutku, sangat tidak adil jika kau melampiaskan kebencianmu pada Nate,” protes Isabella.“Aku tidak peduli, aku tidak bisa hanya diam melihat kalian bahagia,” kata Olivia dengan suara penuh kebencian.“Olivia, aku mengerti bahwa kau terluka, tapi bukankah seharusnya kau menyelesaikan masalah ini dengan paman Julian langsung?” kata Isabella, merasa kesal dengan sikap Olivia.“Aku tahu ayahku sangat menyayangi Nate, dan aku akan menghancurkannya agar ayahku
Nathaniel berlari ke arah tubuh Isabella yang tergeletak tak bergerak di jalan. Darah mengalir dari kepala dan luka-luka di tubuhnya, dan wajahnya pucat. Nathaniel jatuh berlutut di sampingnya, wajahnya dipenuhi air mata. “Isabella, tidak…” bisiknya putus asa. Dia segera merengkuh tubuh Isabella dan berusaha membangunkannya, “Isabella… kumohon, bangunlah.”Nathaniel masih mendekap tubuh Isabella yang berlumuran darah dengan sekujur tubuh gemetar, merasakan dinginnya tubuh kekasihnya di pelukannya. Beberapa pejalan kaki mulai mengerubungi mereka, ada yang berusaha menolong, ada yang merekam, dan ada yang memotret kejadian tersebut.Dalam kekalutannya, Nathaniel segera mengangkat tubuh Isabella menuju mobilnya. “Minggir, minggir kalian!” Nathaniel berteriak pada orang-orang yang menghalangi jalannya.Dengan hati-hati namun tergesa-gesa, Nathaniel membaringkan tubuh Isabella di kursi penumpang mobilnya. Keringat din