Tak ingin melihat keterkejutan Nesia yang sangat tidak elegan itu, Remy —calon mempelai laki-laki hari ini— segera mencengkeram lengan atas Nesia dan memaksanya berjalan menuju ke aula utama Martha Hall untuk melakukan prosesi pernikahan, seperti yang dikatakan oleh laki-laki itu beberapa menit lalu.
‘Pernikahan?’ tanya Nesia dalam hati dengan bingung. Dia segera mencubit lengannya sendiri hanya untuk meyakinkan dirinya bahwa dia tidak sedang berhalusinasi karena kegagalannya menjalin hubungan serius dengan Vino, tadi malam.
Beberapa bridesmaid juga sudah berjajar rapi dengan pakaian seragamnya yang terlihat sangat elegan, juga beberapa laki-laki yang berseragam semuanya sudah berjajar rapi di sisi kiri dan kanan liring menuju ke aula utama.
Sungguh, Nesia ingin melepaskan dirinya dari cengkeraman tangan lelaki itu. Namun, jelas itu tak mudah dilakukannya. Karena selain cengkeraman laki-laki itu begitu kuat di lengannya, juga karena adanya beberapa penjaga yang berjalan siaga di belakang mereka.
“Tuan, bisakah Anda jelaskan mengapa harus saya yang berada di aula ini? Bukannya seharusnya tunangan Anda? Mengapa justru saya yang anda paksa berada di posisi ini?” tanya Nesia dengan suara yang rendah namun terdengar jelas di telinga Remy. Gadis itu mendongak, menatap laki-laki tinggi yang berjalan di sebelahnya dengan muka dingin itu. Baiklah, harus Nesia akui bahwa Remy memang tampan. Tapi demi apapun, dia tidak menginginkan pernikahan gila seperti ini.
“Sebaiknya kamu menjaga mulutmu dari rasa ingin tahumu yang tak penting itu. Tak ada waktu untuk menjelaskannya!” jawab Remy tanpa menoleh sedikitpun.
“Tapi saya tak mau menikah dengan Anda!” tegas Nesia mendongak, menatap lelaki tinggi itu, dan berkata dengan suara rendah karena diucapkannya dengan bibir terkatup rapat.
Yang membuat Nesia semakin kesal karena Remy tidak peduli dengan kalimat Nesia.
“Kamu pikir aku mau? Kalau tidak terpaksa, aku juga tak sudi melakukannya!” jawab Remy dengan tegas.
“Kalau Anda tidak mau, dan saya juga tidak ingin, mengapa Anda harus melakukan hal konyol seperti ini?” tanya Nesia lagi, tak puas dengan jawaban Remy.
“Aku tak peduli dengan apapun yang kamu katakan. Karena yang harus aku lakukan saat ini adalah menyelamatkan harga diriku di hadapan para tamu yang terlanjur datang,” jawab Remy sedikit.
Nesia kesal dan tersenyum sinis. ‘Pantesan ditinggalkan tunangannya. Ternyata dia laki-laki yang bermulut tajam!” keluh Nesia dalam hati.
Ketika tiba di depan pintu menuju aula utama, Nesia menghentikan langkahnya sehingga mau tak mau Remy juga ikut berhenti. Laki-laki itu menoleh, menatap Nesia yang mendongak ke arahnya dengan wajah yang menyedihkan.
Meski tidak sepenuhnya mirip, namun make over yang dilakukan tukang make up tadi sepertinya bisa mengelabui tamu karena Nesia dibuat begitu mirip dengan Dona, calon mempelai perempuan yang seharusnya hadir namun entah apa yang terjadi sehingga Nesia begitu sial dengan menggantikannya untuk berada di sini.
“Sebaiknya Anda pikirkan kembali sebelum kita benar-benar masuk ke dalam untuk melakukan apa yang Anda rencanakan. Karena ketika kita maju satu langkah saja ke depan, Anda tahu bahwa kita tidak akan bisa mundur, kan?” tanya Nesia.
“Sebaiknya kamu tidak banyak berkata agar semuanya segera selesai!” tegas Remy tak menerima apapun.
“Baiklah. Saya akan menolong Anda kali ini. Tapi Anda harus berjanji bahwa setelah ini, saya bisa pulang dengan segera.” Nesia berkata ketus.
Remy tidak menjawab dan hanya tersenyum masam.
Belum lagi Nesia hendak berkata, seorang MC sudah mulai membacakan susunan acara yang akan berlangsung di aula, sehingga mau tak mau dia mengikuti apa yang Remy rencanakan. Yang Nesia inginkan saat ini adalah semua drama ini segera selesai dan dia bisa melepas baju sialan ini kemudian makan yang kenyang.
Laki-laki yang berjalan di sampingnya ini benar-benar mengganggu acara makan siangnya, sehingga Nesia terpaksa menahan rasa laparnya. Untung saja tadi pagi dia masih sempat minum segelas susu dan sepotong roti yang dibelikan Vino beberapa hari lalu.
‘Vino?’
Entah apa yang akan Vino katakan jika dia tahu bahwa hari ini dia menjadi boneka dalam pernikahan gila ini. Tapi mengapa harus memikirkan reaksi Vino? Bukankah mereka sudah sepakat untuk mundur?
Hingar bingar dan ramainya undangan yang bergemuruh di aula utama membuat Nesia gemetar oleh rasa takut sekaligus gentar. Remy menoleh ke arah Nesya dengan senyum manis yang dibuat-buat seolah mereka adalah pasangan bahagia. Namun, Remy kemudian menunduk untuk berbisik dengan suara rendah.
“Sebaiknya kamu tersenyum ramah ketika menatap para tamu undangan, agar sandiwara kita hari ini berjalan dengan sempurna. Karena mereka akan curiga jika melihat pengantin berwajah tersiksa seperti kamu hari ini,” ujar Remy dengan senyum manis, kemudian menegakkan kembali tubuhnya dan menatap tegak menuju ke tempat utama dimana dia akan mengadakan prosesi pernikahan hari ini.
Padahal giginya sudah mengatup rapat menahan geram karena sepertinya perempuan yang diambilnya secara acak untuk menggantikan Dona —yang sudah menginjak harga dirinya karena kabur di hari pernikahan mereka— itu seolah tidak mau diajak bekerja sama dengan baik. Terbukti dengan wajahnya yang cemberut natural.
Untuk membalas senyuman Remy, Nesia kemudian mendongak, menatap lelaki tampan yang menyebalkan itu.
“Apakah saya harus mengingatkan Anda bahwa ini bukan sandiwara kita, melainkan sandiwara Anda? Dan saya tidak termasuk di dalamnya, seharusnya,” pungkas Nesia kemudian tersenyum manis, seolah mereka berdua sedang berbincang penuh cinta.
Sejujurnya Nesia sudah merasa mual mengingat bahwa ternyata dia pandai bersandiwara. Mendengar kalimat Nesia kali ini, spontan Remy menoleh, menatapnya. Namun yang Remy dapatkan adalah senyum manis perempuan itu yang juga menatapnya, meski mereka sedang berjalan pelan menuju meja pernikahan.
Namun, entah mengapa Remy merasa bahwa senyum itu adalah senyum penuh ejekan karena sandiwara yang mereka perankan hari ini.
“Apakah aku harus mengingatkanmu bahwa kamu tidak bisa mundur dan menolak lagi? Beberapa bodyguardku akan membuatmu menyesal jika kamu tidak mau bekerja sama dengan baik hari ini,” ujar Remy dengan gigi terkatup rapat.
Mata Nesia terbelalak lebar mendengar ancaman tak main-main yang diucapkan Remy kali ini. Baiklah, siapapun tahu bahwa lelaki di sampingnya ini memang menawan dalam balutan blazer warna putih tulang yang pasti mahal itu. Bahkan, Nesia yakin sudah banyak yang terpesona dengan tampilan fisik lelaki ini.
Tetapi maaf, Nesia tidak termasuk di dalamnya. Persetan dengan lelaki ini, setampan apapun, Nesia berjanji dalam hati bahwa dia tidak akan terpesona olehnya. Baginya, cukup sandiwara ini segera berlangsung dan usai tepat waktu sehingga dia bisa kembali ke kontrakannya, makan, dan tidur dengan pulas.
Melihat mata lebar Nesia yang menatapnya dengan horor, membuat Remy tersenyum sinis sekaligus puas karena berhasil mengintimidasi keberanian perempuan muda di sampingnya itu.
“Masih mencoba untuk melawan?” tanya Remy semakin sinis.
Andai saja Nesia punya kekuatan dan kekuasaan, dia pasti akan membungkam mulut sinis lelaki yang memaksanya berada pada posisi tak menyenangkan seperti ini.
Nesia menghela napas panjang, kemudian menghembuskannya dengan kesal. Kembali memasang wajah muram, tak peduli apapun yang dikatakan lelaki sialan di sampingnya itu. Bahkan, ketika asisten perias tadi menghelanya untuk duduk di kursi tempat prosesi pernikahan akan dilaksanakan, Nesia masih saja memasang wajah cemberut.
Dan selanjutnya, Nesia tak tahu prosesi apa yang akan dilewatinya. Pikirannya terpecah dan hilang orientasi sehingga dia hanya bisa mengangguk atas pertanyaan yang bahkan tidak disimaknya dengan baik itu. Apalagi tubuhnya mulai gemetar karena merasa lapar.
Hingga ketika prosesi pernikahan itu akhirnya selesai, Nesia masih juga gamang. Yang Nesia tahu adalah ketika laki-laki itu menghela dirinya untuk menghadap ke arah si lelaki. Kemudian dengan tak terduga, Remy mengangkat dagu Nesia dengan tangannya yang dingin. Laki-laki itu menunduk untuk menjangkau Nesia yang jauh lebih pendek darinya kemudian memberikan sebuah kecupan, membuat Nesia shock.
Lalu …
Bruk!!
Nesia pingsan, tanpa sempat Remy merengkuhnya.
***
Suasana terasa sangat hening ketika Nesia membuka matanya. Orientasinya masih belum pulih sepenuhnya karena rasa pening yang masih dirasakan di kepalanya. Gadis itu mengedarkan matanya dan mendapati suasana kamar yang serba hijau muda. Nesia mengumpulkan kesadaran dan ingatannya dengan susah payah dan menyadari bahwa ini bukan kamar kontrakannya yang minimalis dengan car putihnya yang mulai kelabu itu.Nesia kembali melihat-lihat. Sebuah tiang infus berikut botolnya kini menjadi fokusnya. Matanya terus menelusuri arah selang infusnya yang ternyata berujung di tangannya. Nesia terkejut.‘Selang infus? Apa yang terjadi?’ pikir Nesia masih bingung.Kemudian deheman terdengar di ruangan itu, membuat Nesia spontan mengalihkan tatapan matanya pada sumber suara. Dan di ujung ruangan ini, di sofa yang ada di sudut ruangan, Nesia melihat ada dua orang laki-laki dengan ketampanan yang sempurna saling duduk dalam jarak terukur, dan sama-sama terdiam.Nesia terkejut karena kedua laki-laki rupawan
Lukas tersenyum mendengar pertanyaan Nesia yang dibarengi dengan raut wajah penuh rasa ingin tahu yang tajam. Lukas diam sejenak, memilih kata yang paling tepat untuk menjelaskan apa yang telah mereka lakukan untuk Nesia, tanpa sepengetahuan perempuan ini.“Sebelumnya, atas nama Tuan Remy saya meminta maaf jika telah melakukan hal yang mungkin tidak Nona sukai.” Lukas memulai kalimatnya dengan hati-hati agar tidak ada kesalahpahaman.“Tuan Lukas, bisakah Anda sedikit singkat menjelaskannya?” tukas Nesia kesal.“Oke. Jadi memang tuan Remy sudah memerintahkan kepada kami, para staf beliau, untuk mengurus surat pengunduran diri Anda dari Martha Hall.” Lukas menjelaskan.“Apa?! Kalian benar-benar melakukan hal gila ini? Eh, Tuan Lukas. Apa yang sudah kalian lakukan hari ini dengan pernikahan pura-pura itu sudah merampas hak makan siang saya. Lalu kalian kembali merenggut saya dari pekerjaan saya? Anda tahu tidak, hidup saya bergantung sepenuhnya pada pekerjaan ini?” tanya Nesia dengan tan
Sejenak Remy tersenyum mendengar pertanyaan dokter Ilham.“Mau tak mau, saya harus membawanya pulang ke rumah saya, Om. Untuk menjaga reputasi saya di mata relasi saya dan juga untuk membungkam mulut perempuan itu. Siapa tahu di balik penampilannya yang polos dan sok galak itu dia akan mengumbar berita bahwa dia hanya pengantin pengganti kemudian memerasku,” ujar Remy.Dokter Ilham tersenyum.“Kalau dilihat dari anaknya sepertinya dia tidak seperti itu,” ujar dokter Ilham.“Kita tidak bisa menyimpulkan dengan sembarangan, Om. Karena Dona yang kukenal selama ini juga ternyata tidak bisa ditebak isi hatinya, kan? Apalagi ini yang baru kutemui hari ini. Sepertinya aku tetap harus waspada dengan makhluk berjenis perempuan,” ujar Remy sedikit defensif.Dokter Ilham hanya tersenyum kemudian menepuk bahu Remy yang jauh lebih tinggi.“Baiklah. Aku percaya dengan langkah yang akan kamu ambil selanjutnya, Kamu itu persis seperti mendiang papamu, selalu mengambil langkah yang sistematis,” ujar d
Memasuki rumah ini dalam bimbingan Lukas membuat Nesia tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya pada kemewahan minimalis yang terpampang jelas di rumah ini. Matanya mendongak dan mengedar ke seluruh ruangan dengan rasa takjub yang luar biasa.“Mari ikut dengan saya, Nona,” ajak Lukas ketika dilihatnya Nesia masih saja terpukau melihat rumah mewah dan elegan milik Remy ini. Sementara si empunya rumah sepertinya sudah menghilang entah kemana. Mungkin sudah di kamarnya.“Eh, iya. Maaf,” jawab Nesia yang kemudian mengikuti langkah Lukas.Laki-laki itu membawanya ke sebuah kamar yang ada di lantai atas. Selama menaiki tangganya, mata Nesia mengamati beberapa potret yang terpampang di dinding sisi tangga. Sebagian Nesia mengenalinya sebagai Remy ketika masih muda sepertinya. Meskipun sekarang belum terlihat tua, namun suami bohongannya itu jelas terlihat sedikit dewasa.Di depan sebuah kamar, Lukas berhenti dan berbalik menatap Nesia.“Maaf, ini kamar Anda, Nona. Anda bisa mandi dan berganti p
Mendengar pertanyaan sarat rasa ingin tahu seperti itu membuat Remy spontan tersenyum meski jelas terlihat sinis. ‘Benar-benar perempuan yang kebanyakan mulut!’ batin Remy kesal.“Saya rasa kamu tidak sebodoh itu untuk memahami apa yang tertulis di dalamnya,” jawab Remy dengan penuh penghinaan. “Kamu bisa membaca, kan?”Nesia geram mendengar kalimat yang tidak ramah itu.“Ya, Tuan Remy. Mungkin saya yang bodoh sehingga tidak bisa memahami apa maksud dari tata bahasa orang-orang terhormat seperti Anda!” jawab Nesia dengan berani.“Dalam surat perjanjian itu, saya menawarkan sebuah hubungan pernikahan yang akan berakhir dalam jangka waktu tertentu. Tentu tidak cuma-cuma karena saya dan tim advokasi saya sudah mempertimbangkan segala sesuatunya. Saya akan memberikan kompensasi yang cukup selama kamu berperan sebagai istri saya,” jawab Remy kemudian.“Lalu Anda berpikir saya akan menerimanya dengan senang hati?” tanya Nesia begitu mengejutkan. Nada mengejeknya membuat Lukas heran, terlebi
Mendengar kesimpulan Nesia yang diucapkan dengan penuh emosi itu, Lukas tersenyum. Dalam hati dia benar-benar menilai bahwa Nesia bukan perempuan biasa karena begitu berani menilai Remy sebagai laki-laki yang arogan, bahkan di depan Remy langsung. Namun, sejujurnya Lukas juga mengakui bahwa memang seperti itulah Remy adanya. “Mengapa Anda tersenyum, Tuan Lukas? Anda mentertawakan saya? Bukankah yang saya katakan ini benar?” tanya Nesia masih dengan hati yang kesal. Mendapat semprotan seperti itu, Lukas segera memperbaiki ekspresi senyumnya yang sebenarnya tidak bertujuan mentertawakan atau mengejek gadis di depannya yang sedang emosi itu. Namun, Lukas tersenyum karena merasa bahwa Nesia benar-benar unik dengan keberaniannya. “Maaf, Nona. Saya tidak bermaksud mentertawakan Anda. Hanya saja, mungkin Anda belum mengenal dengan baik siapa dan bagaimana tuan Remy. Kalau Anda mengenalnya lebih jauh, mudah-mudahan penilaian Anda kepada beliau akan berubah,” kata Lukas memberikan sedikit g
Jika tadi Nesia yang bingung dengan maksud dari kata-kata selayaknya suami istri yang tercantum dalam perjanjian pernikahan itu, kini giliran Lukas dan Remy yang bingung dan bahkan saling berpandangan dengan muka sama-sama memerah karena malu sendiri dengan kalimat itu. ‘Bagaimana bisa ada gadis sepolos dan terus terang seperti ini? Tidakkah ini pertanyaan tabu bagi seorang gadis?’“Mengapa Anda berdua bingung? Adakah maksud lain yang Anda sembunyikan?” tanya Nesia menuntut karena dia mencurigai sesuatu.“Tenang, Nona Nesia. Ini tidak seperti yang Anda pikirkan,” Lukas buru-buru menetralkan ketegangan yang mendadak muncul.“Kalau ini tidak seperti yang saya pikirkan, tolong beri saya penjelasan, Tuan Lukas,” ujar Nesia tegas.“Sepertinya kamu berpikir terlalu jauh sehingga merasa ketakutan seperti itu, Nona Nesia. Kalau yang kamu pikirkan adalah tentang hubungan suami istri dalam artian seks, mungkin kamu bisa tenang karena ini bukan mengacu pada sebuah hubungan seks. Karena saya tida
Mendengar Lukas bertanya dengan wajah sok bodoh itu membuat Remy berdecak.“Perempuan itu,” jawab Remy dengan wajah kesal. Dia minum kembali minuman beralkohol berharga mahal itu untuk sedikit meredam kegundahan hatinya karena kerumitan yang terjadi hari ini.“Nona Nesia? Atau mungkin saya harus menyebutnya dengan Nyonya Nesia karena dia adalah istri sah Anda?” tanya Lukas dengan senyum kecil. Dalam keadaan berdua seperti ini barulah Lukas bisa bersikap sedikit santai, meski tidak bisa dekat selayaknya hubungan saudara sedarah, bukan sekandung.Remy kembali berdecak kesal karena Lukas sepertinya mengejeknya. Kalau saja Lukas bukan satu-satunya saudara yang dimilikinya —meski hanya saudara tiri yang tak diinginkannya— ingin rasanya Remy meninju laki-laki muda di depannya itu.“Jangan memanggilnya dengan sebutan Nyonya Nesia, apalagi sampai memanggilnya dengan sebutan Nyonya Remy. Aku tak suka. Karena perempuan tengil itu akan besar kepala dan ngelunjak tak karuan. Tahu, kan, bagaimana