Share

5: ISTRI SAH

Suasana terasa sangat hening ketika Nesia membuka matanya. Orientasinya masih belum pulih sepenuhnya karena rasa pening yang masih dirasakan di kepalanya. Gadis itu mengedarkan matanya dan mendapati suasana kamar yang serba hijau muda. Nesia mengumpulkan kesadaran dan ingatannya dengan susah payah dan menyadari bahwa ini bukan kamar kontrakannya yang minimalis dengan car putihnya yang mulai kelabu itu.

Nesia kembali melihat-lihat. Sebuah tiang infus berikut botolnya kini menjadi fokusnya. Matanya terus menelusuri arah selang infusnya yang ternyata berujung di tangannya. Nesia terkejut.

‘Selang infus? Apa yang terjadi?’ pikir Nesia masih bingung.

Kemudian deheman terdengar di ruangan itu, membuat Nesia spontan mengalihkan tatapan matanya pada sumber suara. Dan di ujung ruangan ini, di sofa yang ada di sudut ruangan, Nesia melihat ada dua orang laki-laki dengan ketampanan yang sempurna saling duduk dalam jarak terukur, dan sama-sama terdiam.

Nesia terkejut karena kedua laki-laki rupawan itu sama-sama memusatkan perhatian padanya yang bahkan terbaring dengan cukup mengenaskan seperti ini. Dalam diam, Nesia menggali ingatannya yang tadi hilang entah kemana.

Matanya terbelalak kaget ketika ingat bahwa dia tadi pingsan di aula utama Martha Hall setelah prosesi pernikahannya selesai, dan lelaki itu mencium bibirnya.

“Astaga!” Nesia berseru namun kemudian meringis setelah merasakan kepalanya pusing.

Dua orang laki-laki rupawan itu bergerak serentak untuk mendekati.

“Apa yang Anda rasakan, Nona? Apakah ada sesuatu yang Anda keluhkan?” tanya salah seorang dari mereka, namun jelas bukan Remy. Sementara Remy meskipun bergerak mendekat namun memilih untuk diam, tidak bertanya apapun.

Nesia menggeleng.

“Tidak. Ah, ya. Hanya sedikit pusing. Apakah ini di rumah sakit?” tanya Nesia kembali memastikan bahwa dia memang sedang berada di rumah sakit.

“Ya. Anda sedang di rumah sakit karena Anda jatuh pingsan setelah …” lelaki rupawan itu tak melanjutkan kalimatnya, dan malah menoleh ke arah Remy yang berwajah datar.

Remy mengangkat alis matanya.

“Mengapa tidak kamu teruskan saja? Kurasa tidak terlalu tabu jika kita membicarakan sebuah ciuman, bukan?” tanya Remy menatap Lukas, lelaki rupawan yang berada di ruangan ini selain Remy.

Lukas mengangguk.

“Ya, Anda pingsan setelah prosesi pernikahan selesai dan … dan tuan Remy mencium Anda, Nona,” tutur Lukas dengan muka memerah.

Nesia membelalakkan matanya lebar-lebar.

“Mengapa harus terkejut? Bukannya kamu sudah dewasa? Dicium oleh laki-laki bukan hal yang aneh, kan? Mungkin harus aku tegaskan bahwa kamu pingsan bukan karena ciuman yang kulakukan karena bibirku tidak mengandung racun. Dokter menyimpulkan kamu pingsan karena perut kamu dalam keadaan kosong,” ujar Remy dengan acuh tak acuh.

Seketika Nesia merasa malu karena ketahuan bagaimana miskinnya dia sehingga untuk makan cukup saja dia harus menghemat. Tapi bukankah kali ini dia kelaparan bukan karena tak punya makanan, melainkan karena tidak diberi kesempatan untuk makan?

“Apakah Anda tahu bahwa saya kelaparan karena dua orang suruhan Anda merampas waktu makan siang saya, sehingga saya tidak sempat makan siang.” Nesia menjawab dengan ketus.

“Jangan menyalahkan saya karena situasi laparmu. Kalau kamu makan cukup, tidak mungkin kamu pingsan di tengah aula, kan? Memalukan!” omel Remy dengan wajah kesal.

“Memangnya semua hal konyol ini salah siapa kalau bukan salah Anda, Tuan Remy?” tanya Nesia dengan santai.

Tentu saja dia menyebut nama Remy dengan ringan karena dia sudah membaca bahwa mempelai hari ini bernama Remy dan mempelai perempuannya bernama Dona, Namun entah kesialan macam mana yang membuatnya berada di posisi Dona seperti saat ini.

“Anggap saja kamu sedang sial karena terseret ke dalam masalahku,” ujar Remy dengan sinis, sementara Lukas sama sekali tidak berani menengahi karena dia tahu siapa dan bagaimana sifat Remy.

Nesia menghela napas panjang.

‘Ya, tentu saja ini kesialan yang tak pernah saya lupakan, Tuan Remy!’ batin Nesia dengan tatapan mata penuh aura permusuhan.

“Baiklah-baiklah, saya memang sedang sial karena harus berurusan dengan laki-laki seperti Anda. Dan karena saya sudah merasa lebih baik, bisakah Anda mengantar saya kembali ke Martha Hall?” tanya Nesia menatap ke arah remy dan Lukas, bergantian.

“Kembali ke sana? Untuk apa?” tanya Lukas mengerutkan keningnya.

“Mengapa Anda bertanya untuk apa? Saya harus melanjutkan hidup saya. Untuk itu saya harus menyelesaikan pekerjaan saya dan melapor pada bu Nita serta mengatakan yang sebenarnya bahwa ketidakhadiran saya bukan karena keinginan saya mangkir, melainkan karena saya sedang sial. Saya berjanji bahwa ini adalah pertemuan terakhir saya dengan Anda karena setelah prosesi tadi berakhir, maka drama yang harus saya perankan juga telah berakhir,” kata Nesia panjang lebar sembari berusaha bangkit.

“Eh, tunggu dulu, Nona. Dokter belum mengizinkan Anda untuk pulang. Jadi sebaiknya kita menunggu hasil pemeriksaan dokter,” ujar Lukas.

“Tapi, Tuan, saya harus ke gedung Martha. Saya harus melapor apa yang sudah terjadi, agar saya tidak dipecat karena mangkir dari pekerjaan,” jawab Nesia dengan wajah panik karena dia jelas sangat membutuhkan pekerjaan itu untuk melanjutkan hidupnya yang bagai angka satu itu.

“Sayangnya kamu memang sudah tak bisa lagi bekerja di sana,” Remy tiba-tiba memotong kalimat Nesia, membuat gadis itu terbelalak kaget.

“Tidak bisa? Memangnya mengapa? Apa maksud ucapan Anda” tanya Nesia dengan jantung berdegup kencang karena membayangkan apa yang akan dilakukannya untuk menyambung hidupnya kalau sampai dia benar-benar dipecat.

“Karena anak buahku sudah mengajukan surat pengunduran diri untukmu dari pekerjaan rendahan yang selama ini kamu tekuni itu,” jawab Remy dengan tegas.

“Apa?!” tanya Nesia dengan mata melebar karena terkejut sekaligus marah.

“Kamu sudah tidak bisa lagi bekerja di sana karena kamu sudah dicoret dari daftar karyawan. Jelas?” tanya Remy dengan gamblang, membuat Nesia benar-benar meradang kali ini. Rasanya kesabarannya sudah cukup sampai batasnya.

“Dan Anda pelakunya?” tanya Nesia sengit.

“Tentu saja. Kamu pikir aku tidak malu memiliki istri seorang karyawan gedung serbaguna? Apa kata orang jika mereka tahu yang sebenarnya?” tanya Remy menghardik sengit.

“Eh, Tuan Remy yang terhormat. Semoga Anda tidak lupa bahwa pernikahan tadi hanya sebuah sandiwara. Saya juga tidak ingin menjadi istri cadangan seperti tadi. Hanya saja orang-orang Anda sudah kehilangan hati, sehingga memaksa saya dengan ancaman akan membunuh.” Nesia berkata tegas.

Lukas terkesiap mendengar cacian Nesia bahwa orang-orang Remy tidak memiliki hati. Bukankah itu artinya Lukas?

“Apa kamu pikir kamu akan menerima hal tadi dengan baik kalau anak buahku tidak mengancam dengan senjata api?” tanya Remy semakin sengit.

“Setelah anak buah Anda mengancam saya, kemudian saya menggantikan calon istri Anda untuk menikah, dan kini harus merasakan kesialan berikutnya karena saya harus kehilangan pekerjaan saya. Saya tidak tahu kesalahan fatal apa yang sudah saya lakukan di masa lalu sehingga harus begini sial karena bertemu dengan Anda, Tuan Remy,” ujar Nesia sadis.

Bukannya marah, Remy hanya tersenyum sinis.

“Ehem, maaf, Tuan. Saya rasa Anda harus memberi ruang pada nona ini untuk sedikit lebih tenang karena dia sedang dalam pemulihan,” kata Lukas mencoba menengahi.

“Kamu benar, Lukas. Aku akan mencari udara segar di luar, karena suasana di ruangan ini membuatku merasa gerah. Mungkin kamu yang harus mengambil alih tugasku memberikan penjelasan pada gadis tengil ini,” ujar Remy pada Lukas, yang dijawab anggukan oleh laki-laki itu dengan kepatuhan yang nyata.

“Eh, Tuan Remy! Tidakkah Anda memberi penjelasan atas nasib konyol yang Anda suguhkan pada saya hari ini?” tukas Nesia dengan galak.

Tapi Remy tak menghiraukan apapun ucapan Nesia. Laki-laki itu pergi dengan gagah dan elegan, membuat nesia benar-benar ingin melemparnya ke neraka.

“Tenang, Nona. Saya yang akan memberikan penjelasan kepada Anda mengenai kejadian hari ini. Namun, terlebih dahulu perkenalkan, nama saya Lukas. Saya asisten pribadi tuan Remy.” Lukas memperkenalkan diri.

Nesia yang awalnya kesal, melihat Lukas begitu sopan, akhirnya mengangguk.

“Saya Nesia, Tuan Lukas,” kata Nesia singkat dan ketus, ikut memperkenalkan diri.

Lukas mengangguk dengan senyum tipis, memaklumi apa yang Nesia lakukan.

“Ya, saya tahu nama Anda adalah Nesia. Jadi, di sini saya ingin sedikit menjelaskan bahwa memang benar bahwa tuan Remy sudah memutuskan hubungan kerja Anda dengan Martha Hall. Karena setelah dokter mengizinkan Anda untuk keluar dari sini, kami akan membawa Anda ke rumah tuan Remy karena mulai hari ini Anda adalah istri sah beliau,” ujar Lukas dengan santun, namun cukup membuat Nesia terkejut bukan main.

“Pulang ke rumah dia? Istri sah laki-laki bermulut pedas itu? Apa maksudnya, Tuan Lukas?” tanya Nesia dengan amarah yang siap meledak.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status