Share

6: RENCANA REMY

Lukas tersenyum mendengar pertanyaan Nesia yang dibarengi dengan raut wajah penuh rasa ingin tahu yang tajam. Lukas diam sejenak, memilih kata yang paling tepat untuk menjelaskan apa yang telah mereka lakukan untuk Nesia, tanpa sepengetahuan perempuan ini.

“Sebelumnya, atas nama Tuan Remy saya meminta maaf jika telah melakukan hal yang mungkin tidak Nona sukai.” Lukas memulai kalimatnya dengan hati-hati agar tidak ada kesalahpahaman.

“Tuan Lukas, bisakah Anda sedikit singkat menjelaskannya?” tukas Nesia kesal.

“Oke. Jadi memang tuan Remy sudah memerintahkan kepada kami, para staf beliau, untuk mengurus surat pengunduran diri Anda dari Martha Hall.” Lukas menjelaskan.

“Apa?! Kalian benar-benar melakukan hal gila ini? Eh, Tuan Lukas. Apa yang sudah kalian lakukan hari ini dengan pernikahan pura-pura itu sudah merampas hak makan siang saya. Lalu kalian kembali merenggut saya dari pekerjaan saya? Anda tahu tidak, hidup saya bergantung sepenuhnya pada pekerjaan ini?” tanya Nesia dengan tandas dan amarah yang mulai tak bisa dibendung.

“Tenang,  Nona Nesia. Kami melakukannya karena memang hal ini sudah tidak bisa kita hindari. Kita tak bisa mundur,” jawab Lukas.

“Eh, Tuan Lukas. Ini bukan tentang kita tidak bisa mundur! Tetapi kalian yang maju tanpa perhitungan. Dan sialnya saya yang terseret dalam langkah tanpa perhitungan bos kalian yang aneh itu!” ujar Nesia kesal.

“Maaf, Nona. Tetapi tuan Remy tidak mungkin mengeluarkan Anda dari sana tanpa kompensasi. Saya akan menjelaskan semuanya nanti, setelah kita tiba di rumah tuan Remy.” Lukas akhirnya memutuskan untuk menghentikan pembicaraan. Tak bagus melanjutkan jika nanti Nesia akan emosi karena ini di rumah sakit.

“Tiba di rumah tuan Remy?” tanya Nesia melebarkan matanya.

“Ya.” Lukas mengangguk yakin.

“Tuan Lukas yang terhormat, tidak bisakah Anda menjelaskannya di sini dengan gamblang sehingga setelah semuanya selesai, saya bisa pulang ke kontrakan saya dan sandiwara ini akan saya anggap end sampai di sini!” Nesia menawarkan solusi terakhir.

Lukas tersenyum karena dia tahu, Remy tidak akan melakukan proses sesederhana itu. Ada banyak hal yang sudah Remy rencanakan dengan praktis dan sistematis. Hanya saja tetap harus menunggu Nesia bersikap kooperatif.

“Mungkin tidak akan sesederhana itu, Nona Nesia.” Lukas berkata santun, sebagaimana dia selalu bersikap santun pada Remy.

Meski ini hanya sebuah pernikahan sandiwara, namun secara hukum Nesia adalah istri Remy yang sah. Jadi Lukas memutuskan untuk tetap menghargai dan memperlakukan Nesia sebagaimana dia memperlakukan Remy.

“Tidak bisa sederhana bagaimana, Tuan Lukas? Kalian yang membuat semuanya begitu berbelit-belit!” tukas Nesia.

Belum lagi Lukas menjawab, pintu ruangan itu terbuka dan Remy masuk dengan seorang dokter dan seorang suster perempuan. Dokter setengah baya itu tersenyum lembut saat menatap Nesia yang berwajah jutek. Namun, melihat dokter itu sepertinya ramah, maka Nesia juga akhirnya membalas dengan tersenyum juga.

“Selamat malam, Nona Nesia,” sapa dokter dengan name tag dr. Ilham itu.

“Selamat malam, Dokter,” balas Nesia dengan lembut dan santun.

Seketika Remy dan Lukas saling berpandangan dengan tatapan heran. Bagaimana bisa dia begitu lembut dan ramah, padahal ketika berbicara dengan mereka berdua Nesia terlihat sangat pedas.

“Maaf, saya harus memeriksa Anda. Bagaimana keadaan Nona Nesia? Apakah ada yang dikeluhkan?” tanya dokter Ilham sambil menempelkan stetoskop di dada atas Nesia.

Nesia menggeleng.

“Sepertinya sudah lebih baik, Dok. Saya tidak sudah apa-apa. Saya sudah bisa pulang, kan, Dok? Tadi … tadi hanya karena saya tidak sempat makan siang karena ada huru-hara yang membuat jam makan siang saya terbengkalai, Dok,” ujar Nesia sambil tersenyum malu.

Nesia sengaja mengatakan itu untuk menyindir Remy dan Lukas yang terbelalak terkejut dengan sindiran tajam itu.

“Ya … saya tahu bahwa Anda sepertinya memang terlambat makan sehingga menyebabkan Anda harus berakhir di sini,” jawab dokter Ilham dengan santai.

“Berarti saya sudah bisa pulang, kan, Dok?” tanya Nesia penuh harap.

Dokter Ilham mengangguk.

“Tentu saja sangan bisa. Tetapi ini sudah malam, Nona. Bagaimana kalau menunggu hingga besok pagi?” tawar dokter Ilham.

“Tidak, Dok. Kalau memang sudah bisa, dia akan saya bawa pulang sekarang,” ujar Remy dengan tegas.

“Tuan Remy? Kita akan pulang ke arah yang berbeda dan Anda tidak perlu membawa saya pulang karena saya bukan barang dan saya bisa pulang sendiri!” tegas Nesia menatap Remy dengan tatapan tajam.

Sesaat, Lukas dan dokter Ilham terkejut mendengar keberanian Nesia melawan Remy, bahkan tidak ada tanda-tanda terpesona dengan keelokan wajah lelaki itu. Padahal jika itu perempuan lain, maka dia akan menganggukkan kepala tanpa pikir panjang. Tapi perempuan satu ini berbeda. Dia tidak terpesona.

Remy tak menghiraukan apapun yang Nesia katakan. Dia hanya mengangguk pada dokter Ilham. Dan entah bagaimana, dokter itu juga mengangguk seakan setuju dengan permintaan Remy.

“Baiklah, Nona Nesia. Anda bisa pulang sekarang. Mengenai pulangnya bagaimana dan kemana, silahkan dibicarakan berdua. Suster, lepas infus Nona Nesia. Beliau sudah bisa pulang.” Dokter Ilham memerintah pada suster yang mengawalnya tadi.

“Baik, Dok,” si suster mengangguk patuh.

Dokter Ilham kemudian keluar, memberikan waktu pada suster untuk melakukan pekerjaannya melepas infus Nesia.

Remy mengikuti langkah dokter Ilham setelah dokter itu memberi kode padanya untuk ikut keluar. Sepertinya ada yang akan dokter Ilham sampaikan.

“Apa yang sebenarnya terjadi, Remy? Mengapa perempuan ini yang berpakaian pengantin? Dan bukannya Dona?” tanya dokter Ilham dengan sorot mata ingin tahu. Sebenarnya memang dokter Ilham diundang dalam perhelatan hari ini. Namun, karena ada operasi mendadak maka dokter tidak bisa hadir sehingga tidak tahu apa yang terjadi pada hari bersejarah Remy kali ini.

Remy menghela napas panjang.

“Ini sedikit rumit, Om. Dona mengatakan bahwa dia tidak bisa menikah dengan saya tepat satu jam sebelum prosesi dilaksanakan,” kata Remy dengan suara rendah,

“Astaga?! Bagaimana bisa begitu?” tanya dokter Ilham yang juga dokter pribadi mendiang ayah Remy.

Remy hanya tersenyum masam.

“Nyatanya dia memilih pergi dengan laki-laki yang merupakan cinta pertamanya,” jawab Remy datar. Meski ada rasa sakit di hatinya karena merasa diabaikan, tetapi Remy tetap berusaha tegar. Perempuan seperti Dona jelas tak bisa dipertahankan, tak pantas untuk ditangisi.

“Dan kamu membiarkan Dona pergi begitu saja tanpa berusaha mencarinya?” tanya dokter Ilham.

“Aku tak mungkin memaksa seseorang untuk menikah denganku sementara hatinya untuk laki-laki lain,” jawab Remy dengan jelas.

“Padahal kalian menjalin hubungan bukan sebentar, bukan? Bagaimana mungkin kalian kejadian seperti ini?” tanya dokter Ilham tak habis pikir.

“Aku tak pernah menyangka bahwa selama ini dia tidak mencintai aku, Om. Jadi, ya sudahlah. Aku tak bisa memutar waktu untuk mundur lagi, kan?” Remy pasrah.

“Lalu gadis itu?” tanya dokter Ilham merujuk pada Nesia yang masih ada di dalam ruangan.

Remy tersenyum masam.

“Hanya salah satu karyawan yang ada di Martha Hall. Aku mengambilnya hanya untuk mengelabui tamu undangan yang sudah terlanjur hadir,” terang Remy.

 “Tapi sepertinya dia tidak senang dinikahi oleh lelaki setampan dirimu?” tanya dokter Ilham dengan senyum geli.

“Saya juga tak suka menikah dengannya. Hanya saja terpaksa, saya tak punya pilihan,” jawab Remy.

“Ya, aku tahu. Seleramu bukan perempuan seperti itu. Lalu apa rencanamu selanjutnya?” tanya dokter Ilham.

Remy mengerutkan keningnya.

“Rencana apa, Om?” tanya Remy spontan.

Dokter Ilham berdecak.

“Ya, rencana apa yang akan kamu lakukan terhadap gadis yang di dalam itu.” Dokter Ilham menjawab.

“Aku terlanjur maju. Aku harus menyiapkan rencana untuk membuat semua tampak alami dan wajar,” jawab Remy.

“Apa maksudmu, Remy?”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status