Sementara di rumah khusus kerajaan, kelima serangkai tersebut berkumpul lagi di ruang tamu melanjutkan diskusinya mengenai strategi mencari barang bukti pelaku pembunuhan dibalik semua insiden yang terjadi belakangan ini. Reaksi Violet ketika memandangi berita duka selama beberapa lama, membuat tubuhnya bergidik ngeri sendiri sampai wajahnya memucat, membayangkan hal aneh pada pikirannya. Melihat reaksi Violet yang sangat tidak enak dilihat sekarang, secara inisiatif Alfred menggeserkan tubuhnya mendekati Violet sambil menyentuh pundaknya pelan.
“Kau jangan takut,” ucap Alfred mulai menunjukkan sikap kepeduliannya.
“Tumben kau perhatian padaku sampai begini,” balas Violet tersenyum sendiri sambil membenarkan rambutnya.
“Wajahmu tidak enak dilihat, maka dari itu aku peduli padamu.” Tidak seperti biasanya Alfred melontarkan pernyataannya dengan lantang.
Jantung Violet semakin berdebar dengan kencang seperti akan meledak kalau terus membayangkan perlakua
Sesuai dengan rencana awal, keesokan harinya para lelaki kembali mengunjungi TKP untuk mencari barang bukti yang disimpan Tuan Alexander selama ini, sebelum dirinya tiada. Hari masih terlihat bersinar, Alfred memberhentikan mobilnya sedikit lebih jauh jangkauannya dari TKP, takut tertangkap basah oleh pihak kepolisian ketika menyisir TKP lagi. Sebelum menuruni mobil, mereka bertiga menyiapkan berbagai peralatan seperti memasang sarung tangan karet, alas sol sepatu dan juga memakai topi hitam, supaya orang lain tidak bisa melihat wajah mereka dengan jelas. Selain itu, juga menyiapkan peralatan seperti tank untuk sebagai alat cadangan untuk membuka pintu paksa, jika diperlukan. “Apakah kalian semua siap?” tanya Gabriel. “Gabriel, apakah kau yakin kau harus mengikuti kami melakukan pencarian barang buktinya?” tanya Alfred agak ragu. “Benar kata Alfred. Apalagi sekarang kau dinyatakan tiada, tidak mungkin kau menampakkan dirimu terang-terangan,” tambah Lucas.
Reaksi Gabriel dan Charlotte berubah drastis seketika memandangi foto-foto bukti pelaku sebenarnya. Ketiga temannya kebingungan hingga dahi mereka mengernyit, penasaran dengan fotonya. “Kenapa kalian gugup begitu? Sebenarnya siapa sih pelakunya?” tanya Lucas mendesak. “Tuan Clinton….adalah dalang dibalik semua kejadian ini,” jawab Gabriel gemetar. “APA?!” Suara teriakan Lucas begitu histeris, sehingga gendang telinga semua temannya hampir pecah. “Aduh, bisa tidak sih jangan teriak begitu! Telinga kita ada dua, jadinya kami bisa mendengarnya walaupun suaramu pelan!” gerutu Violet berdecak kesal. “Tapi kenapa harus Tuan Clinton? Padahal saat upacara penghormatan terakhirmu, dia yang sikapnya paling berlebihan.” Charlotte mengingat seorang pria tua yang menangis histeris, sehingga semua anggota keluarga kerajaan termasuk beberapa keluarga bangsawan mengamatinya sampai menggelengkan kepala. Terutama Charlotte yang sempat merasa kas
Malam harinya, di kediaman Agnes, seperti biasanya dirinya tidak bisa tertidur nyenyak akibat tingkah laku ayahnya semakin lama semakin terlihat mencurigakan. Kali ini, ia tidak hanya berdiam diri saja di dalam kamar, tapi memutuskan untuk mendengar perbincangan ayahnya di luar ruang kerjanya secara diam-diam, melekatkan daun telinganya pada pintu. Tuan Orlando hanya berbincang sebentar, sehingga belum sempat ia mendengarkan semuanya dengan lengkap. Agnes terus menunggu ayahnya berbincang lagi dengan seseorang lewat telepon, namun sudah beberapa menit berlalu, tidak terdengar suara apapun dari dalam ruangan. CLIK Sontak pintu ruang kerja terbuka lebar, pada saat bersamaan, Agnes dengan sigap bersembunyi di balik sebuah pot tanaman terletak di sudut tembok. Drrt…drrt… Selain itu, ini antara keberuntungan atau memang ini sudah waktunya Agnes mendengar percakapan ayahnya dengan mudah, tanpa perlu berusaha mendengarnya dibalik pintu. “Apakah A
Harvey menaruh ponsel ke dalam saku celana, mengikuti ayahnya dari belakang secara diam-diam seperti seorang penguntit, untuk mendengar perbincangannya lewat telepon. Sorot matanya tertuju pada sebuah pot tanaman di dekatnya, lalu dengan sigap ia bersembunyi di sana supaya tidak tertangkap basah olehnya. “Apakah kau sudah menemukan, Nona Charlotte?” “Kami masih berusaha untuk mencarinya, selain itu bukti mengenai pemberontakan yang kita bicarakan, juga masih saya mencarinya sampai sekarang.” “Nona Charlotte harus ditemukan secepatnya! Dia harus ditemukan dalam kondisi masih hidup sebelum ia mengungkapkan insiden kecelakaan Pangeran akibat perbuatan kita!” Harvey tersentak kaget, mata membulat sempurna hingga tubuhnya terjatuh lemas menabrak pot tanamannya. Bercak tanah sedikit berceceran di lantai karena posisi pot sempat miring tadi. Mengetahui putranya mendengar percakapannya barusan, dengan sigap Tuan Clinton mematikan panggilan teleponnya
Harvey yang biasanya dikenal sebagai karakter selalu ceria setiap saat dan juga sebagai penghibur hati Agnes di saat suasana hatinya sedang berkeluh kesah, kini tidak biasanya ia menunjukkan sikap keseriusannya. Mendengar nada bicaranya terdengar sedikit aneh, Agnes menaruh garpu dan pisau perlahan di piringnya sambil menyeka bercak makanan melekat pada bibir merahnya. “Kenapa sikapmu tiba-tiba begini? Apakah terjadi suatu masalah padamu?” tanya Agnes sedikit gugup. “Agnes, aku bingung ingin menjelaskannya seperti apa padamu. Tapi kau jangan terkejut mendengarnya, jangan pingsan di hadapanku.” “Memangnya ada apa sih? Cepat katakan padaku!” “Apakah kau masih mengingat insiden kecelakaan pesawat yang terjadi beberapa saat lalu?” Agnes membelalakan matanya, pikirannya menjadi semakin kacau karena hal itu. “Kenapa kau membicarakan itu?” “Ayahku yang menyebabkan kecelakaan pesawatnya,” ujar Harvey mendesah lesuh. Napasnya mu
Di rumah khusus kerajaan, karena situasi sangat tidak memungkinkan untuk melanjutkan diskusinya. Terutama hari masih siang, di saat seperti ini adalah waktu yang cocok untuk berjalan santai bersama di taman belakang rumah tersebut. Walaupun di perkotaan atau pedesaan biasanya cuaca sangat panas dan sinar matahari sangat menyengat, namun kini sang Pangeran dan istrinya bisa melakukannya bersama dengan santai, karena sekeliling rumah itu adalah hutan cukup lebat. Sehingga sinar matahari tidak terlalu terasa menyengat dan udara masih terasa sejuk. Sang Pangeran mengambil napasnya panjang, menghembuskannya perlahan sambil merangkul pundak istrinya mesra mengelilingi taman tersebut. Tatapan mereka saling bertemu satu sama lain, dengan gelak tawa bahagia. “Akhirnya kau tersenyum juga, Gabriel. Apakah hatimu merasa sedikit tenang?” tanya Charlotte tersenyum hangat. “Memang benar perkataan orang. Banyak dari mereka mengatakan bahwa kalau pikiran kita sedang stress, c
Usai melakukan perbincangan dengan Charlotte lewat telepon, Agnes memasukkan ponsel ke dalam dompet khususnya, melanjutkan makan siang bersama Harvey. Maksud dari ide Harvey yang sebelumnya sempat diungkitnya adalah menghubungi Charlotte untuk bekerja sama dengannya. Baginya, satu-satunya jalan bagi mereka melakukan pembalasan terhadap ayah mereka yaitu mengumpulkan beberapa orang yang bisa dipercaya, menyatukan kekuatan mereka supaya lebih kuat menghadapi musuh terbesar. “Sekarang aku sudah menghubungi Nona Charlotte, jadinya apa yang harus kita lakukan selanjutnya?” tanya Agnes kembali fokus berdiskusi dengan kekasihnya. “Kita tinggal menunggu besok saja.” “Tapi apakah idemu ini sungguh bisa berjalan dengan baik? Bagaimana kalau dia tidak ingin bekerja sama dengan kita? Apalagi kecelakaan pesawat Gabriel disebabkan oleh ayah kita.” “Satu-satunya yang bisa kita andalkan saat ini adalah Nona Charlotte. Kalau seandainya dia menolak tawaran kita, aku ha
Usai berpamitan dengan suaminya, Charlotte dan Alfred bergegas memasuki mobil SUV yang terpakir di garasi. Charlotte memilih duduk di kursi penumpang belakang, supaya wajahnya tidak terlihat jelas kalau dilihat dari kaca mobil depan. Selain itu, dirinya sudah terbiasa duduk di bagian ini dibandingkan di depan. Alfred melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata sambil menatap sistem navigasi pada layar LCD dasbor mobil menuju tempat tujuan. Di tengah perjalanan menuju ke tempat pertemuan, Charlotte duduk tertegun memandangi jendela sambil membayangkan apa yang akan terjadi saat pertemuan nantinya hingga dahinya sedikit berkerut. “Apakah kau gugup, Charlotte?” tanya Alfred fokus menyetir mobil. “Sebenarnya aku sedikit gugup sih dari tadi. Apalagi aku sudah lama tidak bertemu dengannya sekian lama.” “Tenang saja, kau tidak perlu gugup. Nanti aku akan melindungimu bila terjadi sesuatu tidak terduga.” “Aku tahu, kau pasti mengeluarkan jurus andalanmu.”