"Bu Sera, ada seseorang yang mencari." Dido masuk keruangan Sera. "Siapa? Tirta?" Sera melihat arlojinya. Waktu pulang kantor masih setengah jam lagi. Biasanya Pras menjemputnya tepat waktu. "Bukan, Bu. Dia bilang namanya Sandy." "A-aapaaa? Sandy?" Sera hampir saja terlonjak mendengar nama pria itu. Unruk apa Sandy ke sini? Bukankah tadi Pras sudah katakan bahwa dia yang akan menjemputku? Dido mengangguk. "Ya sudah, suruh masuk saja ke sini!" pinta Sera dengan rasa penasaran. " Untuk apa Sandy datang ke kantorku? Ia pasti minta alamat kantor ini dari Keanu," bathin Sera. "Wah, wah. Ternyata kantormu juga sebuah perusahaan besar." Sera sontak berdiri saat Sandy tiba-tiba saja masuk ke ruangannya. Pria itu memuji perusahaan Sera, namun raut wajahnya tetap datar dan dingin, bahkan terkesan mengejek. Entahlah, Sera sulit untuk memahami Pria itu. "Silakan duduk, Sandy! Kejutan banget buatku kamu datang ke sini." Sera kembali menjatuhkan tubuhnya di kursi kebesarannya. "Seperti
"Prass!" Pras menoleh saat mendengar suara Sera. Lalu matanya beralih pada Sandy yang melangkah santai di belakang Sera. "Sudah lama?" tanya Sera sambil hendak meraih Pangeran dari gendongan Pras. "Masuk dulu sana! Bersih-bersih dulu. Sepertinya Pangeran haus." cegah Pras yang tetap terus menggendong Pangeran. Sera menurut, kemudian langsung masuk.ke dalam rumahnya. Sandy berjalan menuju paviliun melewati Pras. Sebenarnya ia ingin sekali mendekatkan diri pada anak-anak Sera. Namun ia ragu, sejak dulu ia tidak pernah suka dengan anak kecil. Namun ia melihat Giska yang sudah cukup besar dan cantik. Mungkin suatu saat ia akan mulai mendekati gadis itu. Jjadi kamu yang jemput Sera?" tanya Pras saat Sandy tepat lewat di hadapannya.. "Kenapa memangnya? Bukankah Aku satu rumah dengannya? Jadi, wajar dong kalau Aku pulang bareng dia." Sandy menjawab dengan nada menantang. Pras hanya mendengkus kesal. Ia mencoba meredam emosinya, karena saat ini ada pangeran dan Giska bersamanya. P
"Pantai? Kamu ajak Aku ke pantai, Pras?" Sera terpekik histeris saat melihat pemandangan yang begitu indah di depannya. Sejak di mobil tadi Sera sudah bertanya-tanya dalam hati karena Pras membawanya ke arah utara. "Mau keluar?" tanya Pras yang menghentikan mobilnya di rerumputan yang langsung menghadap ke pantai. Sera mengangguk. Ia masih terkagum-kagum dengan pemandangan indah dengan suasana malam. Lampu-lampu warna warmi nampak indah dari kejauhan. "Tunggu di sini!" Pras meraih jasnya lalu keluar, berlari kecil memutar mobil untuk membukakan pintu untuk Sera. Sera menatap Pras sambil tersenyum karena tiba-tiba saja pria itu bersikap manis dengan membukakanya pintu. Sera keluar dan melangkah ke depan dan berdiri bersandar pada mobil. Pras mengikutinya lalu menutupi tubuh Sera dari belakang dengan jasnya. Sera terkejut dan langsung menoleh. "Anginnya cukup.kencang. Aku nggak mau kamu nanti masuk angin," "Makasih Pras," sahut Sera seraya merapatkan bagian depan jas ke tubuhny
"Aku mencintaimu, Sera" ungkap Pras dengan setengah berbisik. Pria itu meraih satu jemari Sera dan mengecupnya singkat. Sera tersenyum dan menatap haru pada pria tampan di hadapannya. Pras kembali mendongakkan kepalanya. Ia tersenyum melihat senyum cantik Sera. Ada tetesan bulir bening di kedua sudut mata wanita itu. Pras buru-buru menghapusnya dengan jari-jarinya. "Jadi ..., Aku diterima nggak?" tanya pria bule itu. Ia menatap Sera begitu lekat dan penuh harap. Sera mengangguk malu, kemudian menundukkan wajahnya. Pras sangat bahagia melihat jawaban Sera. ia meraih dagu sera dengan dua jarinya. "Lihat Aku, Sayang" Sera seakan ingin menjerit histeris ketika Pras memanggilnya dengan kata sayang. Dadanya berdebar sangat kencang. Ia mengangkat wajahnya. Kini mereka saling menatap dengan napas memburu. Perlahan Pras menangkup kedua pipi Sera. Wanita cantik itu terkejut. Namun ia seakan terhipnotis oleh tatapan mata Pras. Pras mulai mendekatkan wajahnya pada Sera. Semakin dekat da
"Sejak kapan, Pras?" Sera menatap Pras penuh tanda tanya. "Kamu masih ingatkan, ayahmu dan ayahku dulu adalah sahabat dekat? Aku dulu masih remaja dan sering mendengar pembicaraan mereka yang akan menjodohkan kita suatu saat nanti. Diam-diam aku mencari tau siapa kamu, dan ... jujur saat itu Aku langsung jatuh cinta padamu." Sera tercengang mendengar pengakuan Pras. "Tapi, saat itu kita masih sama-sama remaja. Aku belum punya nyali untuk menyatakan cinta padamu. Aku terus pendam rasa cinta itu hingga Aku dan keluargaku pindah ke Amerika. Satu persatu orang tua kita pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Kesibukanku mengurus perusahaan di sana, mambuatku tak sempat menemuimu di sini dan harus mendengar kabar bahwa kamu telah menikah dengan pria brengsek yang bernama Agung itu. Aku sempat patah hati beberapa lama. Lalu Aku kembali saat mendengar kamu telah bercerai dari Agung. Namun, saat itu Aku harus kembali merelakanmu bersama Arief. Sekarang, Aku tidak akan membiarkan siapa
"Pagi Sandy. Aku ke kantormu nanti setelah makan siang, ya. Pagi ini Aku ada meeting penting." Sera menarik salah satu kursi untuk sarapan. "Meeting apa pacaran?" gumamnya tanpa menoleh. "Astaga, Sandy, tolong hati-hati bicara di depan anak-anak!" Sera menoleh pada Giska yang sepertinya sedang asik memotong-motong rotinya. Sandy hanya tersenyum sinis. Ia masih merasa kesal melihat kedekatan Pras dan Sera. "Aku ada meeting dengan bagian marketing. Sejak awal memang Pras yang membantuku dalam hal ini." Sera sudah tau kemana arah pembicaraan Sandy. Pria itu memang terlihat tak suka jika ia pergi bersama Pras. Sandy tak menjawab. Pria itu masih saja bersikap dingin, kadang arogant dan kadang tak bisa ditebak. "Om buleeee ...!" Tiba-tiba Giska berteriak dan bangkit dari kursinya. Gadis kecil itu ternyata menghampiri Pras yang baru saja datang. Pria itu sedikit membungkuk sambil merentangkan tangannya. Giska pun menghambur ke pelukannya. Sontak Sera dan Sandy menoleh. Mereka heran
"Bundaaa, Om Buleee! Ayo kita turun!" Giska sudah tak sabar ingin memperlihatkan Pras yang dia katakan sebagai papa barunya pada teman-temannya yang juga baru saja datang.. Pras keluar dan membukakan pintu untuk gadis kecil itu. Giska langsung meraih tangan Pras dan Sera dengan tangan kanan dan kirinya. Dengan senyum mengembang gadis kecil itu melangkah masuk ke dalam gerbang sekolahnya. "Hai Giska!" salah seorang teman Giska menyapa. "Giska kok tumben nggak sama supirnya?" tanya salah seorang orang tua murid. "Hai, Aku hari ini diantar oleh Bunda dan Papa Aku!" Sontak semua mata memandang pada Pras. Terutama para ibu-ibu. Ada yang berteriak histeris "Eh, itu kan artis Tirta Prasetya!" "Ya ampun, ternyata papa baru Giska, Tirta Prasetya yang artis itu?" Sera langsung menepuk keningnya. Kenapa tidak terpikirkan olehnya sejak tadi akan terjadi kehebohan pagi itu di sekolah Giska? Bahkan ia lupa kalau pria yang sedang dekat dengannya itu adalah seorang artis idola para wanita.
"Sayang, maaf Aku nggak bisa antar kamu ke kantor Arief. Tiba-tiba saja sekretarisku menghubungiku bahwa ada masalah di kantorku." Pras dan Sera baru saja selesai meeting dan makan siang bersama para staff marketing. Meeting kali ini Pras memberikan banyak sekali pengarahan dan motivasi. Hingga mereka di sediakan makan siang bersama. "Nggak apa-apa, Pras. Nanti Aku diantar mobil kantor saja," sahut Sera. Pras mengusap lembut puncak kepala Sera. "Hati-hati ya!" "Iyyaaa." Wajah Sera bersemu merah "Aku jadi makin nggak sabar mau nikahin Kamu!" Pras menatap.Sera gemas. Saat ini mereka hanya berdua saja di ruangan CEO. Sera menunduk malu. Wanita itu salah tingkah karena Pras terus memandangnya lekat. "Kita ... tunangan minggu depan. Oke?" "A-apa? Minggu depan nggak terlalu mendadak, Pras?" Sera menatap Pras penuh tanda tanya. "Sebenarnya Aku maunya besok. Tapi EO nya yang nggak bisa," ucap Pras tenang. "Praasss!" Sera tertawa sambil menaikkan alisnya.. Pria bule dengan tubuh tin