"Bundaaa, Om Buleee! Ayo kita turun!" Giska sudah tak sabar ingin memperlihatkan Pras yang dia katakan sebagai papa barunya pada teman-temannya yang juga baru saja datang.. Pras keluar dan membukakan pintu untuk gadis kecil itu. Giska langsung meraih tangan Pras dan Sera dengan tangan kanan dan kirinya. Dengan senyum mengembang gadis kecil itu melangkah masuk ke dalam gerbang sekolahnya. "Hai Giska!" salah seorang teman Giska menyapa. "Giska kok tumben nggak sama supirnya?" tanya salah seorang orang tua murid. "Hai, Aku hari ini diantar oleh Bunda dan Papa Aku!" Sontak semua mata memandang pada Pras. Terutama para ibu-ibu. Ada yang berteriak histeris "Eh, itu kan artis Tirta Prasetya!" "Ya ampun, ternyata papa baru Giska, Tirta Prasetya yang artis itu?" Sera langsung menepuk keningnya. Kenapa tidak terpikirkan olehnya sejak tadi akan terjadi kehebohan pagi itu di sekolah Giska? Bahkan ia lupa kalau pria yang sedang dekat dengannya itu adalah seorang artis idola para wanita.
"Sayang, maaf Aku nggak bisa antar kamu ke kantor Arief. Tiba-tiba saja sekretarisku menghubungiku bahwa ada masalah di kantorku." Pras dan Sera baru saja selesai meeting dan makan siang bersama para staff marketing. Meeting kali ini Pras memberikan banyak sekali pengarahan dan motivasi. Hingga mereka di sediakan makan siang bersama. "Nggak apa-apa, Pras. Nanti Aku diantar mobil kantor saja," sahut Sera. Pras mengusap lembut puncak kepala Sera. "Hati-hati ya!" "Iyyaaa." Wajah Sera bersemu merah "Aku jadi makin nggak sabar mau nikahin Kamu!" Pras menatap.Sera gemas. Saat ini mereka hanya berdua saja di ruangan CEO. Sera menunduk malu. Wanita itu salah tingkah karena Pras terus memandangnya lekat. "Kita ... tunangan minggu depan. Oke?" "A-apa? Minggu depan nggak terlalu mendadak, Pras?" Sera menatap Pras penuh tanda tanya. "Sebenarnya Aku maunya besok. Tapi EO nya yang nggak bisa," ucap Pras tenang. "Praasss!" Sera tertawa sambil menaikkan alisnya.. Pria bule dengan tubuh tin
"Kita makan siang dulu!" ujar Sandy tegas tanpa menoleh pada Sera. "Aku sudah makan tadi dikantor," ungkap Sera. "Aku belum. Temani Aku dulu," sanggah Sandy seakan tidak bisa dibantah. Sera hanya bisa menarik napas panjang. Waktu untuk mendampingi Sandy hari ini semakin berkurang karena ia harus menemani pria itu makan siang di sebuah restoran. Sebenarnya ia ingin Sandy segera mengelola sendiri perusahaan Arief. Namun pria itu masih saja minta didampingi.olehnya. "Kamu pesan apa?" Sandy menyodorkan daftar menu pada Sera. "Aku sudah makan. Jadi cukup segelas capuccino hangat saja," sahut Sera tanpa menyentuh daftar menu itu. "Oh, Oke." Sandy menarik kembali daftar menu itu . Mereka tak banyak bicara. Sandy sibuk dengan ponselnya. Tak lama kemudian pesanan mereka datang. Mereka makan dalam diam. Sandy sama sekali tak menoleh. "Kamu nampak sangat dekat dengan si artis itu."Tiba-tiba saja Sandy bicara sambil menyuap makanannya. " Tirta maksudmu?.Ya, benar. Dalam waktu dekat kam
"Apa-apaan Kamu, Sandy? Tolong lepasin aku!" Sera melotot dan bicara dengan nada tinggi.. "Astaga! Maaf, maaf!" Sontak Sandy melepaskan genggaman tangannya. Namun kunci mobil itu masih berada ditangannya "Jadi siapa yang nyetir?" tanya Sera kesal "Aku aja." "Kamu yakin? Katanya pusing," sanggah Sera sambil mencibir. "Aku malah nggak yakin kalau Kamu yang nyetir. Bisa-bisa semakin pusing kepalaku. Ayo!" "Ish! Dasar Es batu!" umpat Sera yang mulai melangkah mengikuti Sandy menuju mobilnya. "Asal kamu tau, San. Keluar kota pun Aku sudah biasa nyetir mobil sendiri. Jadi Kamu jangan meremehkan Aku!" Sera masih mengungkapkan rasa kesalnya. Ia terus bicara sambil memasang sabuk pengamannya "Halaaah, paling-paling keluar kotanya ke Bogor atau Bandung. Iya, kan?" Sera terdiam dan membuang pandangannya ke luar jendela. Ia sedikit malu, karena apa yang dikatakan oleh Sandy memang benar. Arief dan Pras tidak pernah membiarkannya menyetir jauh.Dia pernah keluar kota pun karena saat itu k
"Selamat Pagi .., Giska, Om Bule datang." Pagi-pagi sekali Pras sudah tiba di rumah Sera. Seperti biasa, pria tampan berwajah kebarat-baratan itu langsung masuk ke dalam rumah Sera. Ia menuju ruang makan. Karena biasanya Sera dan Giska sedang sarapan pagi itu. Sementara di meja makan, Sandy sudah duduk berhadapan dengan Sera dan Giska. Dari ruangan itu jelas terdengar suara Pras yang sedang menuju ke sana. "Jadi seperti ini kalian setiap hari? Pria itu keluar masuk rumah ini sesukamya. Apa dia tidak punya sopan santun?" Sandy bergumam sambil memotong rotinya. Sera menahan rasa sesak mendengar ucapan Sandy barusan. Namun ia tak mau ada keributan pagi ini. Apalagi ada Giska diantara mereka. Wanita cantik itu juga tak mau merusak moment bahagia Giska yang akan menghadiri hari Ayah di sekolahnya hari ini. "Hai, Pras. Sarapan sekalian, yuk!" Pras menoleh saat mendengar ajakan Sera sambil tersenyum. Namun selera makannya tiba-tiba lenyap ketika melihat ada Sandy di meja makan itu. "M
Setelah Giska tenang, Pras kembali menjalankan mobilnya menuju sekolah Giska. Karena hari ini hampir seluruh siswa datang bersama orang tuanya, area parkir di halaman sekolah itu sudah sangat padat. "Ayo, ayo cepat Om! Aku udah nggak sabar. Semua teman-temanku pasti memuji Om Bule yang ganteng." "Astaga, Giska!" Sera nyaris terpekik mendengar celotehan Giska. Ia sadar, putrinya itu sudah mulai beranjak remaja. Dua tahun lagi sudah akan masuk SMP. Pras hanya bisa senyum-senyum sambil geleng-geleng kepala mendengar ucapan Giska. "Nah, kita sudah sampai.Tuan putri Giska biar Om yang bukain pintunya!" Pras turun dan membukakan pintu untuk gadis kecil itu. Ia tak mau mood Giska kembali buruk. "Om, Aku boleh minta sesuatu, nggak?" Sebelum turun dari mobil, Giska bertanya malu-malu. "Apalagi, Sayang. Ayo cepat turun. Kasian Om Bulenya sudah nungguin itu!" sanggah Sera yang gemas pada putrinya. "Boleh. Giska mau apa?" Pras kembali duduk di sebelah Giska. Sementara Sera sudah menunggu
Menjelang siang acara sudah selesai. "Bunda, Papa, yuk Kita pulang!"Giska nampak sangat bahagia. Kedua tangannya menggandeng Sera dan Pras. Sesekali ia melompat kegirangan saking bahagianya.. "Giska, dia itu bukan Papa kamu beneran, kan?" Tiba-tiba langkah mereka terhenti saat seorang anak laki-laki seumuran Giska berdiri menghadang jalan. "Dion! Ini Papa Aku. Kamu tadi liat kan di panggung?" Suara Giska mulai serak. Pras mengusap lembut punggung gadis kecilnya. Kemudian ia berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan anak laki-laki yang dipanggil Giska dengan sebutan Dion itu. "Hai, nama kamu Dion? Kamu pasti seorang laki-laki jagoan!" Pras tersenyum pada Dion. Dion mengangguk dengan senyuman bangga." Kamu tau? Seorang jagoan itu harus bisa melindungi teman-temannya. Bukan malah membuat temannya sedih." "Iy-iyaa, Om." Senyum di wajah Dion mendadak lenyap. "Nah sekarang coba kamu katakan, siapa yang bilang kalau Om akan menikah dengan tante kamu?" Dion mendadak diam sambil men
"Silakan jika ingin melihat-lihat ruangan di restoran ini!" Seorang wanita muda berpakaian formil yang merupakan manager restoran, mempersilakan Sera untuk masuk. Restoran itu adalah tempat yang akan digunakan untuk acara pertunangan Pras dan Sera nanti. Sementara itu, Pras sedang mengurus administrasi di sebuah ruangan yang berbentuk mini office. "Terimakasih!" Sera menggandeng Giska mengelilingi restoran yang bernuansa natural.. Banyak pepohonan dan taman bermain dengan area terbuka. "Bundaaa, ada kolam ikannya di sana!" Giska nampak sangat menyukai.tempat itu. Pikiran Sera masih terbagi-bagi. Hingga hari ini ia belum bicara pada Mama Celine.. "Bagaimana? Kamu suka?"Tiba-tiba Pras sudah berada di belakang Sera. Wanita itu terkejut hingga membuyarkan lamunannya. "Suka. Suka banget. Kamu lihat tuh, anakmu juga terkagum-kagum sama suasana restoran ini." Sera menunjuk Giska yang sedang serius memandang kolam ikan di bawah saung-saung yang terbuat dari bambu. Senyum pria bule itu