Share

BAB 2

Suasana menusuk begitu kentara di bangunan ini. Bangunan megah yang berada di pusat ditrik ibukota, tempat para petinggi negeri dan kaum parlementer tinggal, mereka biasa menyebutnya istana. Setiap orang sibuk dengan urusanya masing-masing, sama seperti orang-orang di pasar raflero. Perbedaanya jika di raflero begitu berisik dan adu jotos adalah hal yang maklum, maka di sini kesunyian adalah ratu. Mereka tidak banyak berbicara apalagi berteriak jika memang tidak perlu. Mereka yang berada di sin lebih suka memainkan sesuatu di balik punggung. Dengan kecerdikan dan akal pikiran mereka, semuanya berlaga seperti akan saling membantu demi kemakmuran negeri Limalora. Tapi jelas semua orang tahu, bahwa siapapun yang berniat murni membuat negeri ini lebih baik, tapi setelah memasuki bangunan ini niat murni nan suci itu akan tergerus habis oleh ego kekuasaan.

Tempat ini, adalah singgasana bagi mereka yang ingin meraih keuntungan di atas sebuah kekuasaan. Bangunan megah nan indah yang semua lantainya terbuat dari lantai marmer, semua temboknya begitu mulus dan kokoh, kaca-kaca indah yang dibersihkan setiap hari, taman-taman yang dirawat penuh estetika, semacam replika surga saja ini dihuni mereka yang senantiasa menggunakan pakaian terbaik buatan penduduk Distrik Thirdely. Pakaian bak para penghuni kerajaan, meski begitu sistem kasta tetap ada di wilayah ini. Di bangunan tinggi sebelah utara dengan empat lantai adalah para menteri yang mengurusi pokok-pokok bidang  permasalahan di negeri ini. Di bangunan sebelah selatan yang di dominasi warna biru dengan tiga lantai itu adalah bagi mereka para petinggi yang mengurusi distrik masing-masing. Mereka diutus sebagai perwakilan yang akan meninjau dan mengurusi setiap masalah yang ada di setiap ditrik, sebelum aspirasi kemudian di sampaikan ke pihak tertinggi. Pihak tertinggi itu tinggal di bangunan bagian tengah, bangunan dengan arsitektur seperti istana dan memiliki tujuh lantai itu adalah milik mereka penguasa tertinggi. Bangunan itu jelas diapit oleh dua bangunan lainnya, yang diperuntukkan bagi menteri dan petinggi distrik.

Saat ini kedudukan tertinggi itu berada di tangan Negia Wayne, lelaki bertubuh tinggi besar yang sudah memimpin negeri ini kira kira hampir sepuluh tahun. Ia dibantu oleh Leon Dwayne, pembantu umum petinggi negara sekaligus sepupunya. Beberapa rakyat menyangjungnya, beberapa sisanya seringkali memakinya.

“Lalu bagaimana ini?” tanya seorang lelaki berseragam dengan jahitan nama Corny Huffle di dadanya.

“Mereka tidak melakukan apapun, padahal kita tidak merespon mereka semenjak utusan mereka datang menyampaikan surat itu kepada kita.” Suara berat nan tenang itu datang dari Leon yang tengah meyatukan kedua tangannya di atas meja. Pandangannya kosong mengarah ke meja garnit yang mengilap. Meja yang saat ini menjadi pengampi tangan dari tida orang lelaki dan satu orang perempuan.

“Aku rasa mereka tidak sekhawatir itu, maka dari itu mereka tidak terlalu menggebu-gebu.” Negia Wayne ikut menyumbang suaranya.

“Bagaimana menurutmu madam Celestia?” Tanya Leon pada seorang wanita tua yang mengenakan gaunberwarna abu-abu itu.

Tangannya yang kurus kering dan penuh keriput itu kemudian meletakkan selembar kertas usang di atas meja. Bbirnya kemudian terangkat dan tersenyum santai.

“Aku sudah berulang kali bilang bahwa itu adalah tanda kehancuran negeri ini.”

“Tetapi, bagaimana bisa? Kau hanya mengucapkan  hal itu terus menerus semenjak satu minggu terakhir sejak kami mengundangmu.” Leon nampaknya cukup kesal, terbukti wajahnya begitu tertekuk.

Negia yang duduk berhadapan dengan wanita tua itu kemudian bangkit dari posisi duduknya. Matanya begitu menusuk ke Celestia. “Jika memang negeri ini hancur, lalu kenapa?”

“Kau kehilangan segala kuasamu. Kau mati sia-sia. Kau tidak mendapatkan kejayaan abadi, tidak ada yang mengenangmu, sebab semua rakyakmu mati.”

Corny cukup terkejut dengan ucapan Celestia. Kepalanya terus saja bolak-bolak ke kiri dan ke kanan untuk membuat matanya bisa menangkap gestur dari pemimpinnya juga wanita yang cukup dikenal sebagai peramal ini.

Sementara itu, Negia mengusap dagunya pelan. Matanya memincing. Hal-hal yang Celestia sebutkan adalah hal yang paling tidak disukai Negia. Dia sudah berjuang keras untuk menduduki posisi saat ini, dia juga bekerja keras menjadipemimpin yang setidaknya membawa kedamaian di negeri ini. Dia bukanlah pemimpin yang tamak, atau tak berbelas kasihan. Dia merasa dia sudah menjadi pemimpin yang baik selama kurun waktu satu dekade ini, dan seorang Negia sangat benci akan suatu hal tidak dihargai.

“Hey Celestia, lalu pasti ada cara untuk menghentikannya bukan?” Corny angkat bicara, dia tidak tahan dengan kesunyian di ruang pertemuanyang luas ini.

Celestia tersenyum lagi-lagi, perbedaannya kali ini adalah senyum yang angkuh.

“Kenapa kau harus senyum seperti itu.”

“Aku ingin mengatakannya, tapi aku juga butuh imbalan.”

“Katakan saja,” ujar Negia. Dia cukup penasaran.

“Ada satu benda yang bisa menyelamatkan negeri ini, dan benda itu tidak hanya menyelamatkan negeri ini. Benda itu juga akan membuat siapaun yang berhasil mengambilnya menjadikan manusia paling kuat juga paling berpengaruh di suatu tempat, dalam hal ini jelas Negeri Limalora.”

Ketiga lelaki itu menahan napasnya masing-masing, bahkan mata Leon sampai begitu berbinar. “Apa benar ada benda seperti itu?”

“Bacalah dan pahami isinya.” Celestia mendorong kertas usang yang tadi ia letakkan di meja.

Cepat-cepat Leon mengambilnya dan mengamati tulisan yang terukir di sana. Sementara itu Celestia kemudian menatap hikmat pada Negia.

“Untuk imbalan, aku ingin menjadi pengganti lelaki ini.” Tangannya menunjuk pada Leon, laki-laki dengan rambut ikal berwarna hitam dan kumis tipis yang menghiasi wajahnya.

“A-apa maksudmu?” Leon tergagap.

Tanpa berpikir panjang, Negia mengangguk dengan tenang. “Ya baiklah.

“Hah Negia? Kau bermaksud mengisi jabatan Leon saat ini dengan wanita itu kelak? Kau gila?” Corny mulai bercucuran keringat, sadar bahwa Leon yang masih belum menecerna segalanya itu semacam ingin langsung mencekik Celestia

Celestia kemudian bangkit dari posisi duduknya. “Kalau begitu kita harus menemui seseorang yang akan menuntunmu ke bagian selanjutnya. ”Kakinya melangkah dengan pelan, gaunnya yang menyapu lantai itu terus saja bergerak menuju ruang bawah tanah.

Corny hanya bisa memandang naas Leon yang kini meremas kertas yang diberikan Celestia sebelumnya. Lelaki itu marah sekaligus kebingungan.

“Corny, kenapa aku?”

– Four Adventure –

“Huwaaaaaaaaaaaa!” Teriak Rosena di ambang pintu pondok kakek.

Sepatu boot hitamnya yang penuh lumpur kering itu maju secara tertatih-tatih untuk mendekati objek di depannya.

“A-apa yang terjadi Yugo?” tanya Sean yang masih kebingungan.

Yugo, lelaki berkulit putih dengan rambut hitam kelam itu mendongakkan kepalanya. Matanya berair di tengah posisinya yang telah bertekuk lutut dan memegangi tubuh kakeknya yang tak lain dan tak bukan adalah Isaac Anderson.

“A-aku tidak tahu. Sedari tadi kami berbincang untuk menunggu kalian. Tapi beberapa saat yang lalu aku memutuskan untuk memberi makan ternak di belakang. Saat… saat aku kembali… dia sudah seperti ini.”

Kepala lelaki itu menunduk dalam menatap sepatu kulit hitamnya. Air matanya meluncur, sementara itu tangannya terus saja memegangi tubuh Isaac yang sudah tak bernyawa. Ya, Isaac telah meninggal sesaat sebelum sebuah rapat kecil-kecilan akan dimulai.

Rosena yang semula bergeming langsung mendekati Yugo dan memeluk lelaki itu. Yugo melepas tubuh Isaac dan balas memeluk sahabatnya itu sembari menenggelamkan  kepalanya pada pundak Rosena dan menangis sejadi-jadinya. Lalu, Dimitri menengokkan kepala pada Sean yang berdiri di sampingnya, menaruh tatapan yang Sean artikan sebagai tanda tanya akan langkah apa yang akan mereka lakukan setelah ini.

“Dimitri panggil sesepuh distrik yang lain. Mereka berhak tahu, selanjutnya mereka mungkin akan langsung menyiapkan upacara pemakaman untuknya.” Perintahnya yang langsung dituruti Dimitri.

Begitu Dimitri keluar dari pondok, Sean langsung mengangkat tubuh Isaac yang semula terbaring di ruang keluarga itu untuk diletakkan di kasur kamarnya. Rosena pun berusaha mengangkat tubuh Yugo, menuntun lelaki itu untuk ikut masuk ke kamar kakeknya.

Suasana kali ini begitu suram. Ada berbagai macam buntalan pertanyaan di benak mereka masing-masing, tak ayal membuat mereka tidak bisa melakukan apa-apa hingga saat ini. Kesedihan yang kiranya berlarut malam ini juga begitu kentara. Bagaimana bisa lelaki itu pergi begitu saja?

Suara berisik yang datang dari para sesepuh distrik dan beberapa penduduk kini memberantas sunyi. Satu persatu dari mereka memasuki pondok rumah Isaac, bahkan kini para sesepuh itu telah sampai di kamar kakek tua itu. Respon mereka sama saja seperti keempat remaja yang pertama kali melihat peristiwa ini. Terkejut dan terenyuh dalam satu waktu, bahkan bibi Tery, seorang perempuan yang merupakan isrti dari sesepuh distrik, Jeremy Tery itu telah menitikan air mata sejak tadi. Keempat remaja yang mengelilingi ranjang Isaac itu menatap penuh harap pada dua pria dan satu wanita yang tak lain dan tak bukan adalah sesepuh Jeremy, sesepuh Oscar, dan bibi Tery.

“Paman, apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Dimitri, yang tubuhnya bersandar di jendela.

“Apa sebaiknya kita melakukan penyelidikan dulu mengapa kakek bisa meninggal?” Sean ikut berpendapat.

“Oh Isaac, sungguh sangat disayangkan kau pergi begitu saja,” ujar Oscar yang kemudian berjalan mendekati mayat Isaac. Tangannya yang bergandeng di belakang punggung semakin erat saja untuk menahan segala rasa sakit dan ketidakpercayaan bahwa teman sejawatnya telah meninggalkannya lebih dulu.

“Sebaiknya kita langsung saja melaksanakan upacara pemakaman malam ini. Tidak ada untungnya juga kita menyelidiki kematiannya, karena memang tidak terlihat aneh bukan? Dan lagi pula tidak ada kejanggalan yang memasuki distrik kita sejak kemarin.” Lelaki dengan jubah cokelat dan janggut putih sedada, Jeremy, mengusulkan hal itu karena ia kasihan pada tubuh Isaac

Bibi Tery kemudian mendekati Yugo yang terduduk sendiri, tidak seperti yang lainnya.

“Yugo, lebih baik kita cepat melakukannya. Kasian tubuh Isaac jika terlalu lama di diamkan sementara rohnya entah telah pergi kemana.” Tangannya mengusap pundak lelaki yang masih meneteskan air mata itu.

“Baiklah. Langsung saja siapkan upacaranya malam ini,” kata Yugo menyetujui.

Rosena, Sean, dan Dimitri pun saling menatap dan kemudian mengangguk bersama. Mereka lantas berpencar untuk menyiapkan segala perihal tata pemakaman. Mulai dari air suci, peti, dan lahan yang akan dijadikan tempat persemayaman Isaac yang terakhir.

Malam itu, di tengah suasana dingin yang mencekam serta dipenuhi kabut yang cukup tebal, para penduduk distrik Greenfit keluar dari pondok rumahnya masing-masing. Mereka semua sama terkejutnya dengan orang-orang yang pertama kali melihat kematian orang yang memiliki peran penting di distrik itu.

Bisik-bisik para penduduk pun tak bisa dihindari, di tengah sunyinya sang malam mereka terus saja mendengungkan pertanyaan mengapa semua ini terjadi?

“Kasihan sekali dia, padahal aku berharap dia berumur panjang.”

“Aku takut akan terjadi sesuatu, minggu-minggu kemarin insiden asap dan gas yang keluar dari pegunungan dan membuat kita semua terjebak di salam situasi seperti ini masih menjadi beban pikiranku. Ku kira dia akan menyelesaikannya, tapi entah kenapa dia meninggalkan kita.”

“Apakah dia benar-benar meninggal dengan sendirinya?”

“Menurut Tery memang seperti itu.”

Upacara berlangsung hikmat kemudian. Mereka mempersembahkan banyak makanan dan bunga di depan rumah Isaac. Selepas itu lagu-lagu persembahan ramai-ramai dinyanyikan dengan penuh penghayatan di hadapan peti kayu yang di dalamnya Isaac telah berbaring setelah dibasuh air suci oleh para sesepuh. Kabut-kabut tebal itu tentu tidak bisa menyembunyikan raut wajah kesedihan dari masing-masing penduduk, bahkan beberapa dari mereka terus saja menangis meski air mata mereka berubah menjadi dingin.

Yugo terus saja terdiam, menyadari kini ia harus hidup sebatang kara terlebih sebelum kematian sang kakek pria itu menitipkan sesuatu yang penting padanya. Sesuatu yang bisa membawa kemaslahatan atau mungkin kehancuran negeri ini nantinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status