Share

KETERTARIKAN VICTOR

Napoli, Italia.

"Bagaimana kabar istrimu, Sayang? Apakah dia menghubungimu?" tanya Cecilia, wanita itu mengalungkan kedua tangannya di leher Edwin.

"Tidak, dan lagi untuk apa kau selalu membahasnya. Cecil? Kau mengatakan jika tidak terima dengannya, tapi kau selalu menyebutnya sebagai istriku. Apakah ini menandakan jika kau sebenarnya sudah merelakanku menjadi milik orang lain?" kesal Edwin, sebab Cecil selalu saja membahas tentang Kiara. Yang mana membuat Edwin muak.

"Bagaimana bisa aku menerimanya, aku membahasnya karena ingin mengingatkanmu jika kau harus segera menceraikannya!" ketus Cecil, Edwin menghembuskan nafasnya perlahan. Pria itu menarik Cecil untuk duduk di bibir ranjang.

"Aku akan menceraikannya, tenang saja. Kau tidak perlu khawatir, bukankah aku tidak pernah berbohong? Jika kau terus membahasnya—aku jadi muak,"

"Ya, maafkan aku yang selalu membuatmu muak karena Kiara. Tapi jujur aku sangat tidak suka dengannya, Sayang. Aku ingin kau segera membuangnya, dan kita menikah. Karena dia kita jadi seperti ini!" kesal Cecil, wanita yang kini duduk di atas pangkuan Edwin itu memukul dada bidang Edwin.

Edwin mendesah pelan, ia memegang kedua tangan Cecil. Pria itu mengecup lembut bibir Cecil sejenak, setelahnya ia membelai lembut wajah cantik kekasihnya. Kemudian Edwin menatap lembut Cecil.

"Aku tau ... tunggu beberapa bulan lagi, aku akan menceraikannya. Lagi pula kita di sini untuk liburan, jangan karena wanita itu liburan kita menjadi tidak menyenangkan," ujar Edwin, Cecil tersenyum dan mengangguk.

"Baiklah, tidak usah membahas jalang itu. Lebih baik kita melakukan hal menyenangkan bukan?" Cecil mengedipkan sebelah matanya, Edwin menggeram. Pria itu meremas bongkahan sintal milik Cecil.

"Kau selalu menggodaku, Baby. Nakal sekali." Edwin menoel hidung bangir Cecil, membuat Cecil terkekeh. Pada akhirnya, suara desahan dan erangan terdengar saling beradu di dalam kamar mereka.

Jika Edwin tengah bersenang-senang bersama Cecil, berbeda dengan Kiara. Gadis itu masih bergelung di bawah selimut, air matanya terus mengalir deras membasahi pipinya. Perasaan sesak masih bersarang di benaknya.

"Nona," panggil Paula, wanita paruh baya itu mendekati Kiara. Setibanya di dekat Kiara, Paula menyentuh kening Kiara.

"Astaga, Nona. Suhu tubuh Anda semakin meningkat, kita ke rumah sakit sekarang. Saya akan meminta Parker untuk menyiapkan mobil." Paula keluar dari kamar Kiara, wanita paruh baya itu melangkah menuju luar mansion, ia akan memanggil sopir pribadi Kiara.

Tak lama setelahnya, kini Kiara dan Paula sudah berada di dalam mobil. Mobil pun sudah melaju menuju rumah sakit terdekat, Paula menyanggah tubuh Kiara yang terus bergetar. Melihat Kiara yang seperti ini menerbitkan rasa sedih di benak Paula.

Setibanya di rumah sakit, Paula dan Parker membawa Kiara masuk. Suster menghampiri mereka, dan meminta agar Kiara di baringkan di atas brankar. Setelahnya, suster tersebut membawa Kiara menuju ruang pemeriksaan.

"Maaf, silahkan tunggu di luar." Suster itu menutup pintu ruangan, Paula mengambil ponselnya.

"Tunggulah di sini, Parker. Aku ingin menghubungi Tuan Victor terlebih dahulu," ucapnya, dan berlalu pergi. Paula benar-benar menghubungi Victor.

Mendapatkan kabar dari Paula tentang Kiara, Victor lantas menuju rumah sakit. Kini pria itu sudah sampai, ia mendekati Paula dan Parker yang sedang duduk di ruang tunggu. Victor mendesah pelan, ia menetralkan ekspresinya.

"Bagaimana, Kiara?" tanya Victor, membuat Paula dan Parker tersentak. Keduanya lantas berdiri, dan menunduk hormat.

"Dokter sudah melakukan pemeriksaan, Tuan, dan ingin berbicara langsung mengenai Nona Kiara dengan Anda," jelas Paula.

"Dimana ruangannya?"

"Ada di sebelah sana, Tuan," tunjuk Parker, Victor segera melangkah menuju ruangan tersebut. Sesampainya di ruangan, Victor di sambut dan pria itu langsung duduk di depan dokter yang menangani Kiara.

"Apakah ada hal serius yang di alami, Kiara?" tanya Victor, dokter itu terdiam sejenak, ia menghembuskan nafasnya perlahan sebelum akhirnya mengangguk.

"Sepertinya Nona Kiara mengalami gangguan dengan psikisnya, psikisnya yang terguncang membuat Nona Kiara tidak bersemangat, dan cenderung terus bersedih. Jika hal ini di biarkan berlarut-larut, saya takut Nona Kiara bisa mengalami gila, atau depresi,"

Deg!

Jantung Victor serasa ingin lompat dari tempatnya, pria itu menatap dokter di depannya dengan tidak percaya. Bagaimana bisa separah ini dampaknya? Jika begini Victor harus mengupayakan agar Kiara sembuh.

"Berikan dia obat yang terbaik, upayakan kesembuhannya. Berapapun biayanya aku akan membayarnya," tegasnya, membuat dokter tersebut menghembuskan nafasnya perlahan dan mengangguk.

"Baik, Tuan. Saya akan mengupayakan untuk kesembuhan Nona Kiara,"

Hari terus berlalu, minggu demi minggu pun tergantikan menjadi bulan. Kini sudah satu bulan lamanya Kiara menjadi sosok yang lebih pendiam, semenjak kejadian malam kelam pada waktu itu. Kini Kiara juga menjadi semakin irit bicara, bahkan interaksinya dengan Edwin dan Victor pun sangat terbatas. Wanita itu benar-benar menarik diri dari Edwin, termasuk Victor.

Victor sendiri selama satu bulan ini selalu mengupayakan kesembuhan Kiara, meskipun sikapnya yang terlihat acuh. Tapi Victor diam-diam selalu memantau perkembangan Kiara, dan berhasil. Wanita itu sembuh meskipun Kiara menjadi lebih pendiam, dan menarik diri darinya. Namun, sikap Kiara yang seperti ini semakin membuat Victor penasaran. Victor seakan-akan tidak bisa melupakan Kiara, termasuk malam panjang yang ia lakukan waktu itu bersama Kiara.

Kesalahan semalam yang ia perbuat sangat membekas di pikirannya, bayangan Kiara di bawah tubuhnya. Wajahnya yang bergairah bercampur dengan ketakutan, suaranya yang sexy saat mendesis. Serta miliknya yang sangat menjempit membuat Victor frustasi. Victor menginginkan lagi, ia menginginkan Kiara kembali di bawah kungkungannya. 

"Fuck! Bukankah aku sangat menginginkannya?" erang Victor, ia memejamkan kedua matanya. Tangan kanannya menyentuh miliknya di bawah sana yang sudah menegang akibat membayangkan Kiara.

"Damn! Haruskah aku memaksanya kembali? Tapi bagaimana jika dia menolak?" gumam Victor dengan frustasi, pria itu meraih gelas kristalnya yang berisikan wine, ia meneguknya hingga tandas.

Pada akhirnya Victor menuntaskan hasratnya di kamar mandi, dengan bermodalkan bayangan wajah Kiara. Setelahnya, Victor membersihkan tubuhnya dan bersiap. Pria itu keluar dari kamar dan menuju ruang makan, setibanya di sana. Victor melihat Kiara yang menyiapkan makanan di meja makan seperti biasanya, Victor tersenyum smirk.

"Kiara," panggil Victor, Kiara terkesiap. Tubuh wanita itu mendadak merinding ketika berdekatan dengan Victor.

"Y-ya, Dad?" jawabnya dengan menunduk, takut—Kiara masih takut berhadapan dengan Victor.

"Lihat aku jika kau sedang berbicara denganku, Kia. Jangan pernah mengalihkan wajahmu ke arah lain." Victor menyentuh dagu Kiara, ia membawa wajah wanita itu ke arahnya. Namun dengan cepat Kiara menepisnya.

"Jangan menyentuhku!" tegas Kiara, wanita itu sebenarnya merasa ketakutan. Tapi ia mencoba untuk berani.

Victor tersenyum smirk, "tidak boleh ya? Kenapa? Bukankah aku sudah menyentuhmu secara lebih pada malam itu?"

"Diamlah, Dad. Lupakan malam itu, sungguh aku tidak ingin mengingatnya," sentak Kiara, wanita itu menatap tajam ke arah Victor. Yang mana semakin membuat Victor tertarik dan tertantang.

"Semakin kau menolak, semakin membuatku tertarik denganmu. Kia,"

Deg!

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Chy Doang
Wah udh lh sama daddy mertua aja lagian udah anuanu
goodnovel comment avatar
Wortel Cake
Daddy come to me
goodnovel comment avatar
Atut Manto
huhuhuhu Daddy Victor ...️...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status