"Bella? Nyonya Mirabesy memanggilmu di ruang tamu sayap utama."Bella merasakan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat mendengar hal itu. Ia bergegas memperbaiki tatanan rambutnya yang sempat kusut karena ketiduran, lalu bergegas ke ruang tamu.Kenapa Nyonya Mirabesy memanggilnya? Apa yang ingin dia lakukan?Bella meremat tangannya dan menyusuri lorong dengan perasaan cemas dan takut.Nyonya Mirabesy tidak menyukainya, jadi kenapa ia mendadak memanggilnya?Ia tidak bisa berhenti mengulang pertanyaan itu dalam kepalanya.Begitu tiba di bukaan lorong, kecemasan Bella meningkat drastis saat bertemu pandang dengan Velvet yang duduk di sofa. Wanita itu dengan cepat tersenyum, tetapi ada sesuatu yang ganjil dari tatapan matanya.Bella membalas senyumnya dan buru-buru menunduk. Ia lantas mendekat ke arah Nyonya Mirabesy. "Anda memanggil saya, Nyonya?""Ya, aku ingin kau melayani kami," ucapnya datar."Bibi, bukankah dia terlalu muda untuk menjadi seorang pelayan?" Tanya Velvet, menatap Bel
"Damian?" "Ya?" "Apa kau baik-baik saja? Kau tidak terluka, 'kan?" Damian tidak bisa menahan senyumnya dan menunduk menatap Bella yang berbaring di atas kasur. "Aku baik-baik saja. Kau sendiri sedang sakit, tapi malah mengkhawatirkanku?" Bella menyentuh punggung tangan Damian dan tersenyum tipis. "Aku selalu khawatir jika kau pergi ke tempat-tempat yang berbahaya. Memangnya salah?" "Tidak salah, tapi perlakuanmu ini membuatku gemas ingin menciummu," katanya. Lalu mengikuti ucapannya, ia dengan cepat mencuri satu kecupan di bibir Bella. "Nah, seperti itu." Bella mencubit pelan punggung tangan Damian, sementara pria itu hanya terkekeh. Sedetik kemudian, dia pura-pura meringis kesakitan, dan ekspresinya membuat Bella tertawa. Bella membersihkan tenggorokannya dan terdiam menatap Damian. Sebenarnya, ia ingin bertanya mengenai kepergiannya ke penjara Alcatraz, tetapi diurungkan. Mungkin besok, pikirnya. Damian terlihat lelah dan ia tidak mau mendesak pria itu. "Semuanya baik-baik sa
Bella menatap sekeliling gudang yang berisi tumpukan kardus-kardus bekas dan beberapa rak kayu yang tidak terpakai. Semuanya telah berdebu dan dimakan rayap. Tidak ada jendela atau pun celah di gudang ini. Pintu telah dikunci dan kuncinya ada di saku dress Velvet. Bella berusaha untuk tidak panik agar ia bisa berpikir, tetapi rasanya tidak ada jalan keluar. Bella tahu bahwa Velvet membencinya, tetapi ia tidak menyangka kebenciannya sebegitu besar sampai wanita itu ingin melenyapkannya. Velvet memiliki bisnis ilegal yang dikelola bersama pamannya. Dibalik wajah cantik dan penampilannya yang glamor, tidak bisa dipungkiri bahwa dia adalah seorang mafia. Jika Velvet ingin membunuhnya, maka dia bisa melakukannya dengan mudah. Velvet membawa pisau, jadi Bella kira wanita itu ingin menyiksanya secara perlahan. Ketakutan menguasai Bella sampai tubuhnya gemetar hebat. Kedua kakinya terasa seperti jeli dan ia merasa akan muntah lagi. Ia terus memutar otaknya dengan keras, berusaha mencar
"Aku ingin belajar menembak." Damian menoleh mendengar ucapan Bella. Mereka sedang berada di perpustakaan dan tatapan Bella tertuju pada buku tentang 'Kehidupan Para Mafia di Sisilla'. Damian mendekat, melihat rasa penasaran yang terpancar di mata gadis itu. Setelah seharian murung, wajahnya tampak lebih cerah malam ini. "Setelah melihat beberapa buku, sepertinya sulit," ucap Bella, menatap Damian yang otomatis tersenyum kecil. Bella berusaha untuk bersikap normal sepanjang hari ini, seolah kejadian kemarin tidak pernah terjadi. Jadi, Damian tidak akan menghancurkan usaha gadis itu. Ia tahu bahwa masa lalu Bella di rumah Hugo tidak jauh dari siksaan, tetapi tetap saja apa yang dilakukan oleh Velvet telah mengukir luka baru di hati gadis itu. Damian tidak bisa memutar waktu untuk menyelamatkan Bella lebih awal, ia hanya bisa membuat kenangan baru untuk membahagiakan gadis itu. "Tidak juga. Ada orang yang hanya belajar tiga hari dan sudah mahir menembak. Tergantung usaha," ucap Da
Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, Bella telah bersiap. Sebenarnya, ia merasa gugup. Tetapi karena Damian akan bersamanya, ia mencoba untuk berpikir positif. Lagi pula, tidak mungkin juga selamanya ia akan tinggal di dalam ruangan. Mungkin suatu saat nanti, ia harus keluar sendiri untuk melengkapi kebutuhannya, jadi ia perlu membiasakan diri. Menarik napas panjang, Bella menatap refleksi wajahnya di cermin. Ia membubuhkan sedikit bedak untuk menutupi wajahnya yang pucat. Rambut panjangnya terurai di sisi wajahnya, menutupi sedikit bagian dari dahinya yang terluka. Iris hazelnya beralih menatap keluar jendela. Langit mendung dan angin kencang tidak henti-hentinya berembus. Damian memberitahu Bella untuk memakai dua lapis jaket karena udara dingin yang cukup ekstrim. Jika perhitungan Bella benar, maka besok, salju pertama akan turun. Bella sangat suka melihat salju turun. Meskipun dingin, tetapi di saat-saat seperti itulah ia memiliki banyak waktu bersama ibunya. Tuan Hugo d
Damian tidak berhasil mengejar mobil van hitam tersebut. Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi dan menghilang di belokan setelah terowongan panjang yang mereka lewati. Damian sudah berputar-putar mengelilingi kota, tetapi ia tidak bisa menemukan mobil itu lagi. Padahal, sudah berminggu-minggu Damian mencari keberadaan ibu Bella, tetapi ketika kesempatan ada di depan mata, ia justru kehilangan jejak. Mobil van itu terlihat seperti mobil biasa tanpa ada hal yang mencolok mengenai suatu organisasi gelap, kecuali tulisan kecil yang ada di bawah plat mobil. 'Cammino con i miei piedi' Bahasa Italia yang berarti: 'Aku berjalan dengan kakiku sendiri'. Jika Damian tidak salah menafsirkan, maka kalimat itu berarti: 'Aku sukses karena kerja kerasku sendiri'. Sebaris kalimat itu terasa asing juga familier di saat bersamaan. Damian merasa pernah mendengar ungkapan itu, tetapi ia tidak ingat di mana. Rasanya sudah lama sekali. Laci ingatan tentang kejadian itu terasa seperti kabut, ia tida
Pohon-pohon pinus yang baru tumbuh di belakang istal terlihat seperti kumpulan jarum yang ditancapkan ke tanah. Sinar bulan yang redup membuat bagian pucuk pohon tampak berkilau. Damian menatap pemandangan untuk sejenak, sementara jemarinya terus mengetuk-ngetuk pembatas balkon yang dingin. Damian tidak bisa berhenti memikirkan percakapan siang tadi. Jelas bahwa ayahnya pernah memiliki masalah dengan organisasi Italisa tersebut. Biasanya, dia akan membantu apa pun yang Damian inginkan. Tetapi siang tadi, ayahnya bahkan menyela sebelum ia sempat menjelaskan masalahnya. Damian sudah memberitahu Dhruv untuk mencari tahu informasi mengenai kelompok liar yang ada di sini. Ayahnya mengatakan bahwa organisasi itu telah bubar dan tersisa markas utama di Italisa saja. Jadi, ada dua kemungkinan mengenai ibu Bella. Helena akan dibawa ke Italisa atau dia diperjual-belikan oleh kelompok liar yang tersisa di sini. Pertama-tama, Damian perlu mengetahui apa masalah ayahnya sebelum mengambil tindak
Mereka mabuk. Itulah yang terjadi. Tetapi bayangan kejadian semalam tidak bisa berhenti berputar di kepala Bella, meskipun ia berusaha keras untuk mengalihkan pikirannya. Bagaimana Damian menciumnya ... mulut dan tangan Damian di kulitnya ... tubuh kekar dan hangat yang menindih tubuhnya ... Semua itu terus terngiang di kepalanya. Bella langsung pergi ke kamarnya sebelum Damian bangun, sebab ia tidak tahu bagaimana cara menatap pria itu tanpa pipi yang terbakar panas. Bella membereskan kamarnya sejenak, kemudian pergi ke dapur. Selama sakit, ia tidak mengerjakan apa pun. Sekarang ketika kondisinya telah membaik, ia tidak bisa hanya terus bersantai. Mansion sangat sepi pagi itu, tidak ada satu pun pelayan yang terlihat. Bella baru menginjakkan kaki di ambang pintu dapur ketika suara heboh Verona memasuki pendengarannya. "Bellaaaaaaa! Akhirnya kau muncul juga!" Bella mengerjap-ngerjap menatap Verona yang terlihat begitu bersemangat. Verona dengan senyum yang telah mencapai teli