Chika berada di depan kelasnya, berdiri memandang halaman sekolah dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Tubuhnya bersandar miring, menggunakan salah satu bahu sebagai tumpuannya.Namun, secara tiba-tiba dari sisi kanannya tampak ada banyak siswi yang keluar dari kelas. Sebagian dari mereka hanya mengeluarkan kepalanya, dan sebagian lainnya berdiri di depan kelas—sama seperti Chika."Bau-bau nyebelin," gumam Chika.Masih setia dengan posisinya, sesuatu yang menjadi pusat perhatian itu melintas di depannya. Wah, Chika sampai kehabisan seluruh kalimatnya ketika melihat Dirga berjalan dengan wajah datar begitu. Seperti tidak menyukai dengan situasi yang ada.Namun, beberapa langkah setelah melewatinya, Dirga berhenti dengan kepala yang menoleh ke belakang. Semula tidak menyadari, namun ketika laki-laki itu memanggilnya, Chika menoleh."Pulang sekolah, ikut gue," kata Dirga.Kontan membuat kebanyakan laki-laki di sana bersorak untuk keduanya. Chika sampai memutar kedua matanya j
Dirga mengajak Chika ke tempat yang jarang diketahui oleh para pembalap lainnya. Di sana terdapat sebuah bangunan yang belum selesai. Tempat yang cukup tinggi sampai membuat keduanya bisa menikmati pemandangan. Di tempat inilah Chika akan mengabulkan permintaan pertama Dirga."Tapi, kenapa tiba-tiba lo pengen tau soal itu?" tanya Chika."Ya, nggak apa-apa," katanya yang menjeda ucapannya. "Kadang, sesuatu yang lo ucapin atau lakuin, sulit buat gue pahami," tambahnya.Chika tersenyum tipis, dia juga mengangguk beberapa kali usai mendengar jawaban tersebut. Lantas pribadi itu menarik nafasnya cukup panjang, dan dihembuskannya setelah siap untuk menceritakannya."Lo inget, kan, gue pernah bilang kalau bokap gue narapidana?" tanya Chika sebagai permulaan dan langsung diangguki oleh Dirga. "Hm, emang narapidana. Tapi, narapidana yang tertuduh, dijebak, difitnah, dan sebagainya," kata Chika lagi.Dirga termenung usai mengetahui fakta yang ada. Laki-laki itu langsung menoleh saat dia berhasi
Tak henti berlari, pun tak henti air matanya mengalir. Setelah berhasil keluar dari sekolah, gadis itu bergegas menuju rumah Dimas, lantaran laki-laki tersebut yang memberikan kabar mengejutkan itu."Dim, ayo cepetan!" katanya.Mengikuti apa permintaan Chika, laki-laki itu segera membawa mobilnya menuju penjara dimana ayah Chika berada. Terlihat seberapa khawatirnya gadis itu, kedua tangan yang gemetar menyatu di atas pahanya. Dimas sama sekali tak berani bersuara, walau dalam hatinya ingin sekali memegang tangan tersebut.Berada diposisi gadis itu jelas akan membuat semua anak akan terkejut mendengar kabar tentang ayahnya. Terlebih, ini adalah kabar mengejutkan sekaligus mengkhawatirkan. Pasalnya, Chika tak pernah mendapatkan kabar ayahnya terlibat dalam perkelahian apapun selama di dalam sel, dan ini adalah pertama kalinya.Chika tampak tak sabar ketika Dimas tengah memarkir mobil. Gadis itu langsung berlari keluar guna menemui ayahnya langsung. Dia ingin melihat keadaan sang ayah.
Dengan langkah penuh percaya diri, Chika memasuki sekolah setelah jam pulang. Gadis itu hendak mengambil motornya yang masih terparkir. Hanya saja, di jarak beberapa meter, langkahnya terhenti kala melihat Dirga duduk di atas motornya. Mendadak ada aura gelap yang mendatangi gadis itu.Tak peduli perihal Dirga, Chika tetap membawa langkahnya untuk mengambil motor. Namun, gadis itu terkejut ketika Dirga malah memeluknya. Chika sampai tak bisa berkata-kata, dia bahkan merasakan sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya."Gue nggak tau apa yang terjadi, tapi yang lo lakuin udah bener," kata Dirga.Bisa Chika berkata jujur? Yang semula hatinya terasa mengganjal karena kekhawatiran terhadap ayahnya, kini terasa semakin sesak. Ingin menangis, namun Chika masih berusaha menahannya. Dan tanpa sadar, dia meletakkan kedua tangannya pada pinggang Dirga.Dirga melepaskannya lebih dulu, dia menatap kedua manik Chika yang tampak kosong. Namun, akhirnya tersadar ketika Dirga memanggilnya."Chika
Rasa semangat menanti makanan ini perlahan berkurang saat seseorang mengenali mereka. Dirga hanya terdiam seraya menatap Chika yang memiliki raut wajah yang sama dengannya."Oh, hai," sapa Dirga yang terasa begitu canggung."Akhirnya kelihatan kencannya," kata laki-laki yang merupakan teman satu bangku Dirga.Dirga dan Chika sama-sama tersenyum canggung, pasalnya ini pertama kalinya terlihat oleh teman satu sekolah. Dan Dirga baru mengetahuinya, jika teman satu bangkunya itu merupakan anak dari penjual bakso yang mereka datangi. Ah, Dirga punya firasat jika dia baru saja membuat masalah.Terlanjur memesan dan telah tiba di depan mata, Dirga dan Chika tak memiliki pilihan lain. Ya, walaupun temannya itu tengah melayani pembeli, tapi tetap saja sesekali tatapannya terarah pada mereka berdua."Maaf ya," ucap Chika yang mendadak merasa bersalah."Bukan salah lo. Gue sendiri juga nggak tau kalau tempat ini punya dia," balas Dirga.Mengesampingkan rasa canggung itu, Dirga dan Chika langsung
"Dah gue dapetin,"Dimas sebuah flashdisk yang berisi tentang informasi yang diinginkan Chika. Gadis itu tersenyum ketika temannya itu melakukan tugas seperti biasanya.Chika tengah memperhatikan makanan yang diproduksi oleh target berikutnya. Dari bentuk, warna, dan segala aspek yang bisa dia baca dengan kedua mata telanjangnya. Tentunya, sembari mengamati, otaknya juga turut bekerja."Cobain," kata Chika seraya memberikan selembar keripik tempe pada Dimas.Laki-laki itu menerimanya tanpa ragu, bahkan juga ikut memakannya bersama Chika. Namun, gadis itu justru memperhatikannya dengan senyuman tipis, yang mana membuat Dimas meletakkan rasa curiga pada gadis itu. Dia tak terbiasa melihat raut Chika yang seperti saat ini ketika membahas target."Kenapa senyum-senyum?" tanyanya."Besok bikin keripik tempe juga, yuk," ajak Chika secara tiba-tiba.Dimas semakin mengerutkan dahinya, kebingungan dengan perkataan temannya itu. "Kita ini mau nipu atau mau jadi pesaingnya?"Chika tertawa menden
Berada di depan kelasnya dengan kedua tangan terlipat dan tubuh yang bersandar telah menjadi suatu kebiasaan untuk Dirga. Tentu saja, kebiasaan lainnya adalah memandang Chika dari kejauhan. Namun, terdapat makna dibalik tatapan yang hingga saat ini masih tersorot pada gadis yang ada di depan kelasnya dengan tawa riang bersama temannya.Chika tak terlihat khawatir tentang flashdisk itu. Ya, mungkin memang dia belum menyadari jika benda penting tersebut telah menghilang darinya. Namun, justru Dirga yang tampak mengkhawatirkannya. Bisa-bisanya Chika membawa benda ini ke sekolah, yang mana lebih berisiko membuatnya tertangkap basah."Gue nggak yakin Chika seceroboh ini," herannya.Disaat diamnya yang masih memperhatikan Chika, tubuhnya terguncang ketika Adam mengejutkannya. Teman satu bangkunya itu memang tak bisa membiarkan Dirga dalam keadaan tenang."Wih, yang nggak bisa berhenti mandang," godanya.Dirga abai, karena dia tahu apa yang akan terjadi jika semakin meladeni temannya itu. Na
Chika meregangkan tubuhnya di hari libur, dia cukup terheran dengan dirinya yang tetap bisa bangun pagi walau tak bersekolah. Ya, walaupun sebenarnya dia ingin bangun agak siang.Sekarang pukul enam pagi, masih terasa udara sejuknya saat dia membuka jendela. Namun, ketika maniknya benar-benar terbuka, dia terkejut melihat Dirga yang sedang menjemur pakaiannya."Astaga!" kejut Chika."Kayak ngeliat setan aja," kata Dirga tanpa menoleh."Emang! Setannya segede itu,"Tak melanjutkan obrolannya, Chika memutar tubuhnya, lantas kembali meletakkan punggungnya di atas ranjang. Kali ini, atensinya dia letakkan pada layar ponsel yang berdenyar. Dan beberapa menit bermain ponselnya, Chika mendengar seseorang yang mengetuk jendela kamarnya. Siapa lagi jika bukan Dirga?Gadis itu bangkit dengan raut wajah yang sedikit tertekuk. Pasalnya, Dirga ini seperti ingin mengintip kamar perempuan, saja."Mau ngintip?!" tanya Chika.Dirga menggeleng, dia meletakkan salah satu lengannya pada jendela kamar gad