Tak henti berlari, pun tak henti air matanya mengalir. Setelah berhasil keluar dari sekolah, gadis itu bergegas menuju rumah Dimas, lantaran laki-laki tersebut yang memberikan kabar mengejutkan itu."Dim, ayo cepetan!" katanya.Mengikuti apa permintaan Chika, laki-laki itu segera membawa mobilnya menuju penjara dimana ayah Chika berada. Terlihat seberapa khawatirnya gadis itu, kedua tangan yang gemetar menyatu di atas pahanya. Dimas sama sekali tak berani bersuara, walau dalam hatinya ingin sekali memegang tangan tersebut.Berada diposisi gadis itu jelas akan membuat semua anak akan terkejut mendengar kabar tentang ayahnya. Terlebih, ini adalah kabar mengejutkan sekaligus mengkhawatirkan. Pasalnya, Chika tak pernah mendapatkan kabar ayahnya terlibat dalam perkelahian apapun selama di dalam sel, dan ini adalah pertama kalinya.Chika tampak tak sabar ketika Dimas tengah memarkir mobil. Gadis itu langsung berlari keluar guna menemui ayahnya langsung. Dia ingin melihat keadaan sang ayah.
Dengan langkah penuh percaya diri, Chika memasuki sekolah setelah jam pulang. Gadis itu hendak mengambil motornya yang masih terparkir. Hanya saja, di jarak beberapa meter, langkahnya terhenti kala melihat Dirga duduk di atas motornya. Mendadak ada aura gelap yang mendatangi gadis itu.Tak peduli perihal Dirga, Chika tetap membawa langkahnya untuk mengambil motor. Namun, gadis itu terkejut ketika Dirga malah memeluknya. Chika sampai tak bisa berkata-kata, dia bahkan merasakan sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya."Gue nggak tau apa yang terjadi, tapi yang lo lakuin udah bener," kata Dirga.Bisa Chika berkata jujur? Yang semula hatinya terasa mengganjal karena kekhawatiran terhadap ayahnya, kini terasa semakin sesak. Ingin menangis, namun Chika masih berusaha menahannya. Dan tanpa sadar, dia meletakkan kedua tangannya pada pinggang Dirga.Dirga melepaskannya lebih dulu, dia menatap kedua manik Chika yang tampak kosong. Namun, akhirnya tersadar ketika Dirga memanggilnya."Chika
Rasa semangat menanti makanan ini perlahan berkurang saat seseorang mengenali mereka. Dirga hanya terdiam seraya menatap Chika yang memiliki raut wajah yang sama dengannya."Oh, hai," sapa Dirga yang terasa begitu canggung."Akhirnya kelihatan kencannya," kata laki-laki yang merupakan teman satu bangku Dirga.Dirga dan Chika sama-sama tersenyum canggung, pasalnya ini pertama kalinya terlihat oleh teman satu sekolah. Dan Dirga baru mengetahuinya, jika teman satu bangkunya itu merupakan anak dari penjual bakso yang mereka datangi. Ah, Dirga punya firasat jika dia baru saja membuat masalah.Terlanjur memesan dan telah tiba di depan mata, Dirga dan Chika tak memiliki pilihan lain. Ya, walaupun temannya itu tengah melayani pembeli, tapi tetap saja sesekali tatapannya terarah pada mereka berdua."Maaf ya," ucap Chika yang mendadak merasa bersalah."Bukan salah lo. Gue sendiri juga nggak tau kalau tempat ini punya dia," balas Dirga.Mengesampingkan rasa canggung itu, Dirga dan Chika langsung
"Dah gue dapetin,"Dimas sebuah flashdisk yang berisi tentang informasi yang diinginkan Chika. Gadis itu tersenyum ketika temannya itu melakukan tugas seperti biasanya.Chika tengah memperhatikan makanan yang diproduksi oleh target berikutnya. Dari bentuk, warna, dan segala aspek yang bisa dia baca dengan kedua mata telanjangnya. Tentunya, sembari mengamati, otaknya juga turut bekerja."Cobain," kata Chika seraya memberikan selembar keripik tempe pada Dimas.Laki-laki itu menerimanya tanpa ragu, bahkan juga ikut memakannya bersama Chika. Namun, gadis itu justru memperhatikannya dengan senyuman tipis, yang mana membuat Dimas meletakkan rasa curiga pada gadis itu. Dia tak terbiasa melihat raut Chika yang seperti saat ini ketika membahas target."Kenapa senyum-senyum?" tanyanya."Besok bikin keripik tempe juga, yuk," ajak Chika secara tiba-tiba.Dimas semakin mengerutkan dahinya, kebingungan dengan perkataan temannya itu. "Kita ini mau nipu atau mau jadi pesaingnya?"Chika tertawa menden
Berada di depan kelasnya dengan kedua tangan terlipat dan tubuh yang bersandar telah menjadi suatu kebiasaan untuk Dirga. Tentu saja, kebiasaan lainnya adalah memandang Chika dari kejauhan. Namun, terdapat makna dibalik tatapan yang hingga saat ini masih tersorot pada gadis yang ada di depan kelasnya dengan tawa riang bersama temannya.Chika tak terlihat khawatir tentang flashdisk itu. Ya, mungkin memang dia belum menyadari jika benda penting tersebut telah menghilang darinya. Namun, justru Dirga yang tampak mengkhawatirkannya. Bisa-bisanya Chika membawa benda ini ke sekolah, yang mana lebih berisiko membuatnya tertangkap basah."Gue nggak yakin Chika seceroboh ini," herannya.Disaat diamnya yang masih memperhatikan Chika, tubuhnya terguncang ketika Adam mengejutkannya. Teman satu bangkunya itu memang tak bisa membiarkan Dirga dalam keadaan tenang."Wih, yang nggak bisa berhenti mandang," godanya.Dirga abai, karena dia tahu apa yang akan terjadi jika semakin meladeni temannya itu. Na
Chika meregangkan tubuhnya di hari libur, dia cukup terheran dengan dirinya yang tetap bisa bangun pagi walau tak bersekolah. Ya, walaupun sebenarnya dia ingin bangun agak siang.Sekarang pukul enam pagi, masih terasa udara sejuknya saat dia membuka jendela. Namun, ketika maniknya benar-benar terbuka, dia terkejut melihat Dirga yang sedang menjemur pakaiannya."Astaga!" kejut Chika."Kayak ngeliat setan aja," kata Dirga tanpa menoleh."Emang! Setannya segede itu,"Tak melanjutkan obrolannya, Chika memutar tubuhnya, lantas kembali meletakkan punggungnya di atas ranjang. Kali ini, atensinya dia letakkan pada layar ponsel yang berdenyar. Dan beberapa menit bermain ponselnya, Chika mendengar seseorang yang mengetuk jendela kamarnya. Siapa lagi jika bukan Dirga?Gadis itu bangkit dengan raut wajah yang sedikit tertekuk. Pasalnya, Dirga ini seperti ingin mengintip kamar perempuan, saja."Mau ngintip?!" tanya Chika.Dirga menggeleng, dia meletakkan salah satu lengannya pada jendela kamar gad
Barangkali perkataannya beberapa waktu lalu menyakiti hati Dirga, sampai membuat laki-laki itu tampak abai setiap harinya. Chika dibuat diam dan memandang dari kejauhan semua aktivitas laki-laki itu. Bahkan, Chika hanya bisa memandang singkat melalui jendela kamarnya.Seperti saat ini, usai membuka jendela kamarnya, Dirga langsung duduk di depan meja belajar dan memandangi tumpukan buku yang berkaitan dengan ujiannya. Berada di tingkat akhir, membuat Dirga harus meletakkan seluruh fokusnya pada materi."Cuek banget, sekarang," gumam Chika yang memandang dari kejauhan—tepatnya, dari atas ranjang.Chika yang melipat pakaiannya sedikit kasar, kesal dengan apa yang dia hadapi saat ini. Atau mungkin lebih tepatnya, dia tak rela dengan situasi hubungan keduanya. Baru dia tahu rasanya saling berdiam dengan Dirga. Pun Chika sadar jika situasi ini terjadi karena kesalahannya. Biasanya, Dirga yang dia diami.Gadis itu menghela nafasnya cukup panjang, pandangannya bahkan seketika kosong usai pak
Baru beberapa menit yang lalu Chika telah meninggalkan jendela kamar Dirga yang masih terbuka lebar dan menampilkan laki-laki itu yang masih berkutat dengan buku-bukunya. Namun, gadis itu kembali muncul ke permukaan jendela kamarnya, menatap Dirga dari kejauhan.Nafasnya terbuang kasar, dia meletakkan dagunya pada tumpukan dua tempurung tangannya di jendela. Entah kenapa, Chika merasa jika tahun pelajaran kali ini terasa lebih cepat dari sebelumnya. Padahal, tadinya dia masih melihat Dirga banyak bermain atau pergi ke sirkuit secara diam-diam."Berarti kalau dia lulus, gue sendirian lagi?" tanyanya pada diri sendiri.Mengingat jika nanti Dirga akan kuliah dan mengharuskan laki-laki itu tinggal terpisah dengan kedua orang tuanya, dengan dirinya, membuat Chika merasa sedikit tidak rela.Dia menjentikkan jarinya, saat sesuatu menyambangi kepalanya. Lantas mendesis beberapa kali sampai laki-laki itu menoleh. "Buka hp lo," katanya.Sedikit menekuk alis, Dirga turun dari kursinya menuju ran