Lolita membuka kedua matanya dan menggosoknya pelan dengan punggung tangan. Seperti kemarin, hari ini pun dia tidak bersemangat untuk memulai aktivitasnya. Tanpa Edgar, hidup Lolita seperti ada yang kurang.Lolita turun dari tempat tidur, melangkah dengan malas menuju ke kamar mandi. "Huh … sampai kapan akan seperti ini terus? Aku merindukan Om Edgar," gumamnya sedih.Dia membenamkan dirinya dalam bathtub. Sekelebat bayangan bagaimana Edgar berciuman panas dengannya saat di bawah pancuran shower memenuhi kepala Lolita. Semakin membuatnya jengkel."Haruskah aku menemui Om Edgar ke perusahaannya?"***Edgar merasa lebih segar dan dia bisa berpikir lebih jernih setelah mandi. Dia sudah mengganti pakaiannya dengan setelan jas formal. Ketika dia keluar dari kamar mandi yang ada di dalam ruangannya, dia menemukan Franklin duduk tenang di sofa."Kebetulan kau sudah datang, Franklin," tukas Edgar membawa dirinya menuju Franklin. Dia ikut mendudukan tubuhnya di sofa di samping Franklin."Aku
Edgar berhasil mencekal tangan Lolita. Dengan napas yang terengah-engah, dia mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi padanya dan Nola barusan."Lolita, kau salah paham. Itu tidak seperti yang kau lihat," ucap Edgar berharap Lolita mau mendengarkannya."Salah lihat? Jelas-jelas tadi Om berciuman dengan Nola. Nola bahkan setengah telanjang. Semuanya jelas, Om," balas Lolita terisak."Dia memancingku ….""Cukup, Om!" teriak Lolita tak mau mendengarkan penjelasan Edgar lagi. Dia sudah terlampau sakit hati."Lolita, maafkan aku." Edgar hendak mengejar Lolita lagi saat gadis itu melepaskan tangannya dan pergi meninggalkannya. Tapi, kakinya tidak bisa melangkah, seakan terpaku pada tanah di bawahnya. Membeku di tempatnya berdiri.Edgar tidak berhak memaksa Lolita agar gadis itu mau mendengarkan penjelasannya, memberikan kesempatan padanya. Dia saja tidak memberikan kesempatan untuk Lolita saat gadis itu meminta hal yang sama sebelumnya.Edgar mendengus kasar. Dia mengacak rambutnya
Edgar membawa lima kotak coklat untuk dia berikan pada Lolita. Dia mencoba mengintip ke dalam kamar Lolita. Gadis itu terlihat masih terjaga sambil bermain ponsel di atas kasur."Lolita," panggil Edgar pada Lolita.Lolita langsung terjingkat dari posisinya. Dia bangkit duduk dan menatap Edgar, sedikit terpaku.Apa orang yang sedang jatuh cinta akan sebodoh ini? Hati Lolita yang sudah terluka tadi, menjadi bahagia kembali saat melihat Edgar pulang.Tapi, Lolita akan bersikap seakan-akan dia masih marah. Dia ingin Edgar merasa bersalah sehingga pria itu tak mengulangi kesalahan yang sama."Kenapa Om ke sini? Bukannya menginap di rumah Nola," tukas Lolita bersedekap sambil membuang muka.Edgar bergerak pelan menghampiri Lolita. Dia meletakkan lima kotak coklat di atas kasur tepat di samping gadis itu."Apa ini? Om mau mencoba menyogokku dengan coklat-coklat ini, huh?"Edgar menarik napas panjang. "Maafkan aku, Lolita."Lolita melirik ke arah coklat pemberian Edgar. Coklat favoritnya. Dia
Di sebuah cafe, Nola menyandarkan punggungnya pada kursi empuk sambil menyesap ice chocolatenya. Dia mengulas senyum saat Jones datang."Ada apa lagi?" tanya Jones, menjatuhkan tubuhnya ke kursi dengan kesal."Aku sedang bekerja. Jadi, jangan menggangguku," sambung Jones penuh penekanan."Kau sedang sibuk. Tapi, kau tetap mau datang saat aku telepon. Kau memang teman yang baik," tukas Nola meletakkan ice chocolatenya kembali ke meja. Dia kemudian mengambil ponselnya untuk dijadikan cermin sambil memperbaiki lipstiknya.Jones nyaris menggeram. "Itu karena kau selalu merengek kalau aku tidak segera datang."Nola mengerucutkan bibirnya. "Aku tidak akan menyerah, Jones. Aku akan tetap berjuang demi Edgarku."Jones mengusap wajahnya kasar penuh dengan emosi. "Edgar lagi Edgar lagi. Kenapa orang di sekitarku semuanya selalu tergila-gila pada si bajingan itu?""Ya, karena dia tampan dan kaya," jawab Nola enteng. "Meski, pria di depanku ini juga tampan dan kaya. Tapi, yang aku inginkan tetap
Edgar dan Lolita mencapai klimaksnya bersamaan. Karena Edgar lupa membeli pengaman. Dia mengeluarkan cairannya di luar.Lolita memeluk Edgar sangat erat sampai Edgar bisa merasakan payudara gadis itu menekan dada bidangnya."Om kita lakukan lagi di kamarku," pinta Lolita yang langsung disanggupi oleh Edgar.Edgar menggendong Lolita dan menghempaskan tubuh Lolita pelan ke atas kasur. Saat Edgar hendak merangkak pelan ke atas Lolita. Lolita bergeleng, menghentikannya.Alis Edgar tertaut bingung. "Ada apa?"Lolita menahan senyumnya. Dia kemudian berbisik, "Aku ingin mencoba gaya baru, Om."Edgar menarik satu alisnya ke atas. "Gaya baru? Memangnya gaya-gaya bercinta yang kau tahu apa saja, Lolita?" tanyanya meremehkan Lolita. Namun, setelah gadis itu menempelkan bibir berbisik ke telinganya. Edgar membulatkan kedua mata terkejut."Kau tahu semua itu dari mana, Lolita?""Dari internet, Om. Aku penasaran, jadi aku ingin mencobanya," jawab Lolita tersenyum malu, semakin membuatnya menggemask
Satu bulan berlalu dengan begitu cepat. Hubungan Edgar dan Lolita semakin dekat, tanpa gangguan. Nola harus berangkat ke Los Angeles untuk memenuhi panggilan penting pimpinan agensi model tempatnya bernaung. Sementara, Jones sedang disibukkan dengan pekerjaannya.Edgar baru saja melakukan rapat dengan beberapa investor. Dia memutuskan untuk mulai melaksanakan proyek terbarunya. Setelah produknya lumayan diminati masyarakat, meski tidak sesukses produk yang telah dicuri idenya oleh perusahaan Angel Corp. Tapi, itu tetap berhasil membuka kesempatan perusahaan Beauty Corp untuk semakin melebarkan sayapnya."Tuan, hadiah ini saya taruh di mana?" tanya Franklin membawa kotak kado berukuran sangat besar. Di dalam kotak itu terdapat boneka beruang raksasa."Taruh di sana dulu," balas Edgar menunjuk ke arah pojok ruangan kerjanya. Dia lalu bergumam sambil mengusap dagunya penuh pertimbangan."Boneka sudah. Kue tart chocolate sudah. Kado yang lainnya sudah. Tiket nonton sudah. Kurang ….""Kura
Lolita terpekik saat melihat seisi kamarnya dipenuhi oleh kado pemberian Edgar. Di sana terdapat buket bunga raksasa, kotak kado berukuran besar yang tak dia tahu apa isinya. Lalu, terdapat juga buket uang, ponsel baru, tas, sepatu, dan alat make up lengkap."Om, ini terlalu banyak. Uang Om pasti habis banyak untuk membeli ini semua kan? Harusnya Om lebih berhemat." Lolita bertanya dengan mulut yang masih menganga.Edgar membalasnya dengan enteng. "Ini tidak seberapa. Uangku tidak akan pernah habis hanya untuk membeli hadiahmu."Lolita menelan ludahnya dengan susah payah. Benar, kata Edgar. Uang pria itu tidak akan pernah habis hanya karena dipakai untuk membeli hadiah-hadiah ini. Karena uang Edgar sangat banyak sampai tak terhitung.Franklin berdeham pelan. Kedua orang di depannya itu sama sekali tak mengindahkan keberadaannya. Dia melepaskan bagian kepala beruang agar dia bisa bernapas lebih leluasa. Berada di dalam kostum tebal ini membuatnya gerah."Ehem …."Lolita dan Edgar spont
"Om, mau mengajakku ke mana?" tanya Lolita menahan tarikan Edgar di tangannya."Aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Hari ini aku tidak bekerja karena hari ini begitu spesial," balas Edgar mengulas senyumnya.Lolita bergeleng pelan. "Daripada jalan-jalan, aku lebih ingin pergi ke makam mommyku, Om. Aku sudah lama tak menjenguknya."Genggaman Edgar di tangan Lolita mengendur. Dia mengangguk sambil tersenyum lembut. "Baiklah. Jika itu keinginanmu. Aku akan mengantarkanmu, Lolita. Tapi, sebelumnya kita pergi ke toko bunga."Lolita balas mengangguk. "Aku akan bersiap-siap, Om. Om tunggu saja di ruang tamu. Aku tidak akan lama. Aku cuma perlu mengganti pakaianku dengan pakaian yang lebih hangat.""Baiklah." Edgar keluar dari kamar Lolita dengan menutup pintu pelan.Lolita membuka lemarinya lebar-lebar. Berkat Edgar, dia jadi memiliki banyak pilihan pakaian. Dia meraih jaket, dan celana panjang, lalu sweter dengan gambar hati di bagian tengahnya. Dia segera mengganti pakaiannya, tidak ingin E