Devanka berjalan dengan santai, menerobos gelapnya malam yang diiringi semilir angin. Sesekali bulu kuduknya berdiri, antara takut atau hanya sekedar karena hembusan angin malam.
Biasanya dia tidak pernah pulang selarut ini, hari ini adalah hari yang cukup sial untuknya, karena dia harus lembur tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Biasanya ketika dia lembur, ada sang ayah yang dengan setia menjemputnya, walau hanya dengan berjalan kaki.
Kali ini dia tidak bisa menghubungi ayahnya, ponselnya kehabisan daya dan dia harus lembur di gudang penyimpanan yang letaknya 100 meter dari supermarket tempatnya bekerja.
Devanka bekerja di sebuah supermarket ternama di Jakarta, sebuah kota besar yang sangat megah namun kejahatan juga cukup meraja lela.
Langkah Devanka mulai pelan, dia merasa ada seseorang yang tengah membuntutinya. Rasa takut menyerang perlahan dan dia bersiap untuk segera lari. Namun keinginannya hanyalah hayalan semu, tiba tiba tubuh mungilnya disergap oleh seseorang bertubuh besar dan sangat tinggi.
Mulut Devanka dibekap sangat kuat oleh seseorang yang memiliki tangan besar dan kasar.
Devanka terus berontak, namun apa daya kekuatannya hanya sebatas kecil, seseorang yang menyergap tubuhnya jauh lebih besar dan kekuatannya luar biasa.
Tubuh Devanka tersungkur ke tanah lalu di seret oleh seseorang yang ternyata adalah seorang pria. Tubuhnya tinggi besar, sangat menyeramkan dan membuat Devanka ketakutan.
Situasi yang sangat menakutkan. Devanka hanya bisa terus berteriak sekuat tenaga, walau dia tau semua hanyalah percuma.
Tangan Devanka ditarik dengan begitu kasar, tubuhnya berguling guling, tidak mampu untuk berdiri. Pria itu terus menarik tubuhnya, masuk ke area semak semak.
Malam yang sepi seolah menenggelamkan teriakan minta tolong Devanka. Tidak ada satu orangpun yang mendengar, Devanka hanya sendiri, semakin jauh dari jalan raya yang tadi dia lewati.
Sayup sayup Devanka mendengar pria itu berbicara "kau akan menjadi milikku malam ini, aku akan membuat tubuhmu menggelinjang dan akan aku nikmati senti demi senti kulitmu yang mulus itu."
Mendengar itu Devanka semakin ketakutan, teriaknya semakin kencang namun semua masih percuma.
Dia berusaha melihat dengan jelas ke arah pria itu, pria dengan tubuh besar, penuh dengan otot yang terbentuk sempurna.
Wajahnya sedikit seram, dengan kumis tebal yang menghiasi wajahnya. Usianya kisaran 50 tahun, dan Devanka mula ingat dengan wajah itu.
Itu adalah Tuan Santoso, tetangga sebelah rumah yang sering menatapnya dengan senyum ramah lewat jendela lantai atas rumahnya yang langsung berhadapan dengan kamar Devanka.
Iya, Devanka yakin, itu adalah tetangganya yang dia pikir baik dan santun karena sering menyapanya dengan lembut.
"Tu-tuan Santoso, tolong lepaskan aku, aku tidak akan melaporkan semua kejadian ini," ucap Devanka mengiba dengan suara yang terdengar parau karena menahan sakit akibat tubuh yang ditarik paksa.
Tuan Santoso melempar tubuh Devanka di pojokan sebuah gudang kosong.
Gelapnya malam, hanya disinari lampu bohlam kecil yang tergamtung di ujung gedung, semakin membuat suasana terasa mecekam, ketakutan begitu terasa dan keputus asaan hendak segera mendekat.
"Tu-tuan tolong, jangan lakukan ini kepadaku," ucap Devanka lirih sambil terus melelehkan air mata penuh ketakutan.
"Aku sudah lama menunggu saat ini! tidak mungkin aku akan menyia nyiakannya, aku sudah mengintaimu sejak lama," ucap Tuan Santoso dengan pandangan yang cukup menakutkan.
Tuan Santoso menarik jaket tebal Devanka dengan paksa dan kasar.
Sekali hentak langsung terlepas, membuat Devanka kedinginan dan nyaris beku.
Devanka bisa mencium aroma aneh keluar dari mulut pria paruh baya itu. Sepertinya pria itu sedang mabuk. Menemukan fakta itu, tubuh Devanka mulai lemas, seberapa besar usahanya untuk lepas dari pria itu sepertinya akan percuma.
Alkohol membuat pria itu semakin arogan dan lebih berani, tidak ada lagi belas kasian atau sekedar memberi iba pada gadis muda yang sebenarnya sudah dikenalnya itu.
Pria itu melihat Devanka dengan pandangan penuh nafsu, matanya berbinar merah dan seolah seperti harimau yang siap memangsa targetnya.
"To-tolong tuan, jangan lakukan ini," pinta Devanka memelas.
"Aku akan menikmati setiap senti tubuhmu, aku akan membuatmu merasakan kenikmatan yang tidak pernah kau rasakan, kau akan sangat ketagihan seperti candu dan setelah ini kau akan meminta dengan senang hati kepadaku," ucap tuan Santoso diiringi dengan tawa keras seolah senang karena akan mendapatkan apa yang diimpikannya.
"Aku tidak pernah merasakan darah perawan seumur hidupku dan aku akan mendapatkannya hari ini," ucapnya berambisi.
Devanka adalah anak gadis dari keluarga Lumawi, anak satu satunya pak tua Lu yang berasal dari suku Jawa dan bertinggal di Jakarta. Keluarga yang terkenal selalu menjaga kehormatan atau bisa dibilang keperawanan anak anaknya.
Bagi mereka, menjaga keperawanan anak gadisnya di tengah perkembangan jaman yang mulai gila ini adalah sebuah keharusan apalagi sudah merupakan tradisi turun temurun, karena mereka meyakini bahka ketika seseorang melakukan perbuatan keji di luar pernikahan, maka akan ada karma tuju turunan yang akan menimpa keluarganya. Kepercayaan itu masih mereka pegang teguh hingga saat ini.
Mereka akan berjuang mati matian untuk menjaga keperawanan anak gadis yang lahir di keluarga mereka. Menjaga mereka sekuat tenaga hingga dipinang oleh pria terbaik.
Ada sebuah aturan penting di keluarga Lumawi, semua anak perempuan harus menjaga keperawanananya, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Bukan hanya keperawanan alat kelaminnya dalam artian selaput dara yang masih tersegel utuh, namun juga seluruh tubuhnya.
Perempuan dari keluarga Lumawi yang belum menikah dipastikan adalah perawan seutuhnya, dan bisa menikah dengan perawan seutuhnya adalah sebuah keagungan tertinggi bagi setiap pria.
Tuan Santoso memandang ke arah Devanka yang terlihat ketakutan itu. Menatapnya tajam, menusuk hingga membuat bibir Devanka bergetar karena takut dan juga kedinginan.
Tuan Santoso menatap ke arah bibir itu, bibir tipis berwarna merah muda itu adalah bibir perawan yang tidak pernah dikecup oleh pria manapun, betapa beruntungnya dia hari ini, akan bisa mencium bibir itu dengan sepuasnya.
Dia sudah membayangkan betapa brutalnya hal yang akan dia lakukan terhadap gadis perawan itu.
Devanka yang tengah dipeluk ketakutan mulai menangis sejadi jadinya, dia tidak bisa membayangkan apa yang akan menimpanya, haruskah dia menjadi musibah bagi keluarganya karena tidak mampu menjaga keperawanannya.
Dia benar benar ketakutan, tubuhnya mulai lemas tak berdaya, dia mulai menangis dan berteriak sejadi jadinya.
"Bunuh aku!" terial Devanka.
"Le-lebih baik kau membunuhku daripada kau perlakukan aku seperti ini Tuan Santoso," teriak Devanka yang diiringi dengan tangis memilukan.
"Yang akan aku berikan adalah kenikmatan Devanka, kenapa kau malah memilih kematian," ucapnya lirih namun terdengar menakutkan.
"To-tolong tuan, tolong jangan lakukan ini," teriak Devanka ketika tangan pria itu mulai mengarah ke tubuhnya dan hendak menyergapnya.
Devanka berteriak sejadi jadinya, teriakan ketakutan yang penuh dengan kenestapaan. Matanya tertutup, mulai terlintas bayangan masa depan, betapa hancurnya hidupnya setelah ini. Dia akan menjadi orang terasing yang penuh kehinaan, sendiri dalam kenestapaan, tidak lagi ada masa depan, apalagi keluarga yang mungkin akan mengambabnya pembawa karma buruk.
Tiba tiba Devanka mendengar sesuatu yang sangat keras, benturan benda tumpul yang diiringi dengan teriakan keras kesakitan.
Devanka memberanikan diri membuka mata, dia mendapati ayahnya memukuli tuan Santoso dengan membabi buta.
"Rasakan ini! beraninya kau melakukan hal gila pada putriku," teriak Ayah Devanka kesal sembari terus menghujani tuan Santoso dengan pukulan keras menggunakan balok kayu panjang.
Melihat ayahnya, Devanka segera berlari dan memeluk pria paruh baya itu dengan pelukan erat penuh kelegaan. Seperti guyuran air surga, membasahi api abadi yang siap melenyapkan seisi bumi.
"Ayah," ucap Devanka yang mulai menangis sejadi jadinya di pelukan ayahnya itu.
Ayah Devanka bernama pak Sabto Lumawi, keturunan Jawa dari keluarga Lumawi. Dia akan berusaha mati matian untuk menjaga anak gadisnya, bahkan dia rela bertaruh nyawa demi menjaga kehormatan anaknya.
"Aku sudah mencarimu ke mana mana, jangan pulang selarut ini lagi, ayah tidak ingin kau mengalami hal seperti ini lagi."
"Ayah menjemputmu di supermarket, tapi manager Zack mengatakan kau ada lembur di gedung penyimpanan, ayah sudah mencarimu di sana, tapi katanya kau sudah pulang. Kau tau betapa khawatirnya ayahmu ini," ucap Ayah Devanka sambil terus memeluk putri kesangaannya itu.
"Ayah," ucap Devanka lirih sambil terus menangis di sisi ayahnya.
Sungguh beruntung Devanka, musibah besar tidak jadi meremukkan masa depannya. Dia tidak harus menjadi pembawa karma buruk untuk keluarganya
Setelah peristiwa itu Devanka membasuh seluruh tubuh dengan air yang keluar dari shower di kamar mandinya. Dia berkali kali menuang sabun dan menggosok tubuh mulusnya itu. Devanka masih mengingat betul ketika pria tua itu menyeret dan membanting tubuhnya ke lantai. Hati dan pikirannya penuh dengan rasa ketakutan yang semakin lama semakin menguasai diri, ketakutakan yang tidak mampu tergambarkan, dia benar benar berada pada titik tertakut di dalam hidupnya. Tidak ada yang terjadi dengan Devanka, namun peristiwa itu memberinya trauma dan ketakutan terse
Satu perawan"Ah, uh, oh, lanjutkan, itu enak sekali," erangan lembut terdengar begitu menggoda. Terlihat Monalisa menggelinjang sejadi jadinya ketika Reynold memainkan lidah di lekuk lehernya. Reynold terlihat begitu lihai, memainkan lidah yang mulai menyusuri lekuk leher Monalisa hingga sesekali naik ke atas telinga dan menciuminya hingga basah. Monalisa begitu menikmati permainan lidah Reynold, tubuhnya menggelinjang dan sesekali terdengar erangan nikmat keluar dari mulutnya seolah ingin membuat Reynold semakin terbakar, hingga terdengar suara pintu diketuk dengan begitu keras.
Sekretaris Pete terlihat berjalan bersama seorang gadis, memasuki gedung perkantoran salah satu milik Hamzah Grup, yaitu tempat yang menjadi kantor tuan muda Reynold. Dengan yakin sekretaris Pete meminta gadis itu untuk masuk ke ruangan tuan muda Reynold. Reynold terlihat mengamati gadis itu dengan seksama. Gadis itu adalah gadis pertama yang dibawa oleh sekretaris Pete di masa pencarian gadis perawan selama lima puluh hari.Gadis lugu dengan penampilan apa adanya. Dari gaya berpakaiannya, sepertinya sekretaris Pete menemukan gadis itu di pinggiran kota. Cukup lama Reynold mengamati gadis yang berusia sekitar sembilan bela
Sekretaris Pete terkejut ketika memasuki ruang kamar kakek Hamzah. Kondisinya sangat berbeda jauh dibandingkan dengan beberapa hari lalu. Kakek Hamzah berdiri dengan tegap, memakai setelan jas putih dengan tongkat andalannya yang dia gunakanan untuk membantunya berdiri lebih seimbang.Rambutnya memang sedikit memutih dan dia sama sekali tidak berniat untuk memolesnya dengan cat warna walau hanya untuk sekedar membuatnya lebih terlihat muda. Usiaya hampir delapan puluh tahun, namun pancaran ketampanananya tidak luntur sedikitpun.Wajahnya berkharisma, teduh dan enak dipandang. Ketampanan yang sudah mendarah daging, mungkin R
Kantor tuan muda Reynold terlihat begitu ramai, ada beberapa orang berdiri di pojok ruang tunggu dan beberapa diantaranya bergerombol di beberapa sudut."Sekretaris Pete!" teriak seorang kariawan wanita yang melihat sekretaris Pete berjalan cepat menuju ke arah ruangannya. "Iya Maria, ada apa?" tanya sekretaris Pete pada wanita muda yang merupakan seorang resepsionis yang bekerja di gedung E, tempat di mana tuan muda Reynold berkantor. "To-tolong saya, beberapa gadis di luar ingin bertemu dengan tuan muda, saya tidak mengizinkanya karena mereka belum membuat janji." Mendengar itu, sekretaris Pete terlihat mengerutkan dahi."Baiklah, coba aku lihat mereka dulu." ucap sekretaris Pete, lalu di
Masih di hari hari pencarian.Sekretaris Pete berusaha sekuat tenaga untuk menemukan gadis itu, dia berusaha mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai gadis istimewa yang mungkin saja ada di sudut negeri. Dia tidak ingin salah memilih, memberikan undangan pada gadis yang tidak tepat, yang berakibat akan ada amarah dan gertakan dari tuan muda yang begitu dia jaga.Di dalam kantornya, Reynold terlihat begitu sibuk dengan pekerjaannya, beberapa kali dia melirik ke arah jam tangan mahal yang melingkar di tangan kirinya. Siang ini dia ada janji dengan sekretaris Pete, ada tiga gadis yang harus ditemuinya. Reynold sejatinya adalah sang casanova,
PencarianSetelah Natasya keluar dari kantor tuan muda Reynold, sekretaris Pete sudah bisa menebak apa yang telah terjadi, bagaimana situasi di dalam, sama seperti halnya kemarin, tidak ada yang bisa diperjuangkan. Sekretaris Pete berusaha mempersiapkan gadis kedua. Mungkin saja akan lebih beruntung. Dia adalah Diana, anak seorang pemilik perkebunan di pinggiran kota Jakarta. Penampilannya cukup menarik, itu menurut sekretaris Pete. Kulit putih bersih bak keramik bening yang menyilaukan mata, rambut sebahu yang terurai bergelombang. Wajah oval dengan mata bulat yang berhias bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir merah, cukup seksi dan menggairahkan bagi siapa saja yang melihat. Usianya masih sekitar dua puluh tahun, jiwa muda yang bergairah penuh semangat yang membara, kekuat
Matahari Sore"Bagaimana sekretaris Pete, sudah ada perkembangan?" tanya kakek Hamzah kepada sekretaris Pete yang berdiri di belakangnya."Maaf tuan, saya belum menemukan gadis itu," ucap sekretaris Pete seraya menunduk.Seperti biasa setiap sore, kakek Hamzah berdiri di jendela kaca yang berhadapan langsung dengan taman indah, taman indah peninggalan menantunya yang begitu dia sayangi, mennggu matahari terbenam yang nampak menyejukkan hati. Dia berdiri, dengan tangan di belakang, berusaha menegakkan tubuhnya yang mulai rapuh karena tua. "Berusahalah sekretaris Pete, bantu aku sebisa mungkin," ucap Tuan Hamzah tanpa membalikkan tubuh."Saya akan berusaha sebisa mungkin tuan